Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Transformasi Museum Sangiran dengan Sentuhan Seni dan Teknologi

27 Maret 2015   14:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:55 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siapa nenek moyang kita, yang pasti bukan yang di atas ini karena mereka sudah punah. Jawabannya ada di museum (dok.pri).

[caption id="attachment_2611" align="aligncenter" width="576" caption="Dioaram yang menggambarkan kehidupan manusia purba. Diorama ini ada di klaster Dayu (dok.pri)."][/caption] "Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mangarungi luas samudra..." sebuah penggalan lagu anak-anak yang hingga kini masih biasa dinyanyikan. Mungkin bagi anak-anak, sangat susah dijelaskan siapa nenek moyangnya, dari mana, dan mengapa disebut sebagai seorang pelaut. Apakah anak-anak akan yakin jika nenek moyang benar-benar seorang pelaut, atau jangan-jangan hanyalah seorang pengembara yang jalan kaki ribuan kilometer. Sebuah pertanyaan yang susah dijawab, bahkan dibayangkan, tetapi jika kita pergi ke Museum Sangiran, akan dapat mudah dan sederhana dijelaskan siapa nenek moyang kita sebernarnya. Apakah seorang pelaut, petani, atau serdadu? [caption id="attachment_2613" align="aligncenter" width="576" caption="Pintu gerbang museum sangiran, klaster krikilan (dok.pri)."]

[/caption] Banyak anggapan, berkunjung ke sebuah museum cukup sekali seumur hidup. Museum dibangun sebenarnya bukan tempat untuk berwisata, kalaupun berwisata itu pun wisata minat khusus. Jika ada yang berwisata, mungkin lebih tepat jika dikatakan sekali saja seumur hidup. Bagi mereka yang memiliki minat khusus, terlebih yang orientasinya adalah belajar, maka kunjungan ke museum bisa berkali-kali untuk sebuah museum dan betah berlama-lama di dalamnya. [caption id="attachment_2612" align="aligncenter" width="576" caption="Seorang sedang melihat video interaktif tentang evolusi. Teknologi audio video ini bisa dijumpai di Klaster Bukuran (dok.pri)."]
b8
b8
[/caption] Sangiran terkenal dengan museum purbakalanya. Tebakan orang selalu jika masuk dalam museum purbakala, hanya melihat tulang, keranggka, dan fosil. Memang benar adanya, dan itu Museum Sangiran beberapa tahun yang lalu, tetapi sekarang yang kita lihat adalah kecangggihan teknologi. Baru pertama kali ini saya melihat museum yang memamerkan harta karun masa lalu dengan tidak bisa ditafsir dengan angka rupiah. Bentuk penyajiannya tak seperti pada museum pada umumnya, tetapi kini sentuhan teknologi benar-benar begitu terasa. Ruang pamer kini lebih interaktif dengan layar sentuh, audio video yang jelas, serta tampilan 3 dimensi lewat hologram. Bagi yang benar-benar ingin belajar ini adalah perpustakaan yang paling modern di Indonesia menurut saya. [caption id="attachment_2608" align="aligncenter" width="576" caption="Para seniman museum dihadirkan untuk memberikan warna lain pada setiap pameranya. Evolusi kontenpores, sambungan besi-besi dibuat mirip kerangka manusia purba untuk menggambarkan proses evolusi, termasuk ada kode sandi untuk mendapatkan informasi dengan cara dipindai (dok.pri)."]
Para seniman museum dihadirkan untuk memberikan warna lain pada setiap pameranya. Evolusi kontenpores, sambungan besi-besi dibuat mirip kerangka manusia purba untuk menggambarkan proses evolusi, termasuk ada kode sandi untuk mendapatkan informasi dengan cara dipindai (dok.pri).
Para seniman museum dihadirkan untuk memberikan warna lain pada setiap pameranya. Evolusi kontenpores, sambungan besi-besi dibuat mirip kerangka manusia purba untuk menggambarkan proses evolusi, termasuk ada kode sandi untuk mendapatkan informasi dengan cara dipindai (dok.pri).
[/caption] Sangiran kini memiliki 4 museum yang dinamakan klaster. Museum utama yang disebut Museum Sangiran, berada di krikilan, yang kedua bernama Klaster Bukuran, yang ketiga Klaster Dayu, dan yang keempat bernama Klaster Ngebung. 3 Klaster baru saja diresmikan dan masih gratis untuk masuk dan melihat koleksinya. Museum dengan bangunan megah, sentuhan teknologi canggih, ruangan yang nyaman, dan para pagawai yang ramah seolah berada di tengah-tengah era modern yang dikelilingi nuansa purbakala. [caption id="attachment_2606" align="aligncenter" width="576" caption="Sebuah spot kadang dilewatkan saat memasuki klaster Krikilan, Ada sebuah informasi bawah tanah yang di injak saat ini berusia 1,8 juta tahun (dok.pri)."]
Sebuah spot kadang dilewatkan saat memasuki klaster Krikilan, Ada sebuah informasi bawah tanah yang di injak saat ini berusia 1,8 juta tahun (dok.pri).
Sebuah spot kadang dilewatkan saat memasuki klaster Krikilan, Ada sebuah informasi bawah tanah yang di injak saat ini berusia 1,8 juta tahun (dok.pri).
[/caption] Masing-masing museum memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri, dan bisa banyak informasi kita dapatkan. Klaster Krikilan adalah yang terbesar dan terlengkap. Klaster ini akan menyajikan banyak informasi tentang awal jagat raya diciptakan hingga perkembangan manusia sampai saat ini. Ketiga klaster sisanya adalah tematik; Klaster Ngebung akan menceritakan sejarah penemuan situs, Klaster Bukuran akan bercerita tentang evolusi manusia, dan Klaster Dayu akan menceritakan penemuan-penemuan terakhir oleh para ahli. Mungkin dalam satu hari kunjungan ke museum Anda akan banyak mendapat ilmu; geologi, arkeologi, biologi, antropologi, dan lain sebagainya. Di klaster Bukuran, ada layar interaktif yang menjelaskan teknologi kloning dan pengunjung bisa melakukannya di layar sentuh untuk mengkloning tikus hitam dengan tikus putih. [caption id="attachment_2607" align="aligncenter" width="576" caption="Museum memberikan edukasi dengan cara yang menarik, salah satunya dengan bukti evolusi manusia (dok.pri)."]
b2
b2
[/caption]

Berbicara tentang kepurbakalaan, pasti akan berbicara tentang evolusi. Pro dan kontra tentang evolusi hingga kini masih berkecamuk dalam masyarakat. Ada yang tidak percaya dengan evolusi, karena menganut teori penciptaan layaknya dalam ajaran Kristen, yakni Tuhan menciptakan bumi dan seisinya dalam 6 hari. Di lain sisi ada yang percaya bahwa jagat raya ini terbentuk akibat ledakan dasyat lalu secara pelan-pelan muncul kehidupan. Munculnya teori-teori asal mula kehidupan ini dapat dengan mudah dan dipahami dengan belajar di museum ini, tentunya aspek logika lebih ditekankan. Sisi edukasi dan penalaran menjadi bagian dari museum untuk menjelaskan kapada masyarakat dengan bukti-bukti yang dipajang. Mengetahui sejarah masa lalu adalah hak asasi manusia, dan Museum Sangiran mencoba menampilkannya, apakah Anda ingin berwisata atau belajar, itu sebuah pilihan. Yang pasti nenek moyang kita tidak hanya seorang pelaut, temukan jawabannya di sana, kecuali hari Senin kerena libur.

[caption id="attachment_2609" align="aligncenter" width="576" caption="Siapa nenek moyang kita, yang pasti bukan yang di atas ini karena mereka sudah punah. Jawabannya ada di museum (dok.pri)."]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun