[caption id="attachment_335268" align="alignnone" width="640" caption="Matahari terbenam dari pantai maron-semarang (dok.pri)."][/caption]
"Suatu hari dikala kita duduk ditepi pantai dan memandang ombak dilautan yang kian menepi. Burung camar terbang bermain diderunya air. Suara alam ini Hangatkan jiwa kita". Sebuah petikan lagu kemesraan yang di lantunkan oleh Iwan Fals mengalun mesra saat dimainkan dipemutar mp3. Mata saya terjebak pada sisi barat laut utara jawa sambil memandang sang surya tenggelam tanpa peduli burung besi yang berkeliaran. Inilah pantai maron.
Saya duduk hampir 1 jam lebih untuk merekam momen matahari terbenam. Hiruk pikuk pengunjung yang acapkali menyenggol penyangga kamera atau melintas didepan kamera menjadi hal yang biasa. Awan cumulus nimbus nampak bergerak menuju sisi tenggara. Di sisi selatan langit sudah hitam kelam dan beberapak kali loncatan petir sudah terlihat. Namun di sisi barat, pesona langitnya luar biasa.
Semakin senja pengunjung semakin membludak. Dinding pemecah ombak penuh dengan pasangan muda-mudi yang memadu kasih. Nampak juga mereka yang asyik memainkan joran mengadu keberuntungan untuk mendapat ikan yang sedang sial. Anak-anak kecil nampak riang bermain ombak dengan air laut yang tak begitu jernih dan pasir pantai yang berwarna kusam.
Burung-burung bangai terbang pulang ke kandang, ada beberapa yang masih berputar-putar di hamparan tambak. Hutan bakau buatan nampak berdiri tegak menjadi benteng dari abrasi dan dinding yang kokoh untuk pembatas tambak. Lampu-lampu landas pacu pesawat mulai dinyalakan menambah semarak senja.
Pantai Maron berjarak sekitar 2 km dari bandar internasional Ahmad Yani-Semarang. Pantai ini adalah ujung dari landas pacu pesawat yang hendak terbang dan mendarat. Dari sini tubuh kita seolah terasa tertimpa badan burung besi yang hendak turun dengan suara yang memekakan telinga.
[caption id="attachment_335269" align="alignnone" width="640" caption="Terletak di ujung landas pacu pesawat, terasa dekat dengan burung besi (dok.pri)."]
Dari jendela pesawat jika hendak terbang atau mendarat akan terlihat sebuah garis pantai dan muara sungai. Nah itulah pantai maron yang saban sore penuh dengan pengunjung yang ingin menyaksikan detik-detik tenggelamnya matahari. Beberapa menit sekali terlihat hilir mudik pesawat yang hendak terbang atau mendarat, bahkan ada yang berputar-putar dulu untuk mengantri mendarat.
Namun sangat disayangkan, pantai ini kurang mendapat perhatian dalam pengelolaan. Harga tiket masuk Rp 4000,00 harus ditebus dengan jalan yang rusak dan berdebu. Jalan yang tidak rata dan bergelombang menjadi kendala bagi mereka yang menggunakan kendaraan. Fasilitas penunjang seperti kamar mandi terkesan seadanya. Sepertinya lokasi ini memang bukan diciptakan sebagai lokasi wisata.