[caption id="attachment_346237" align="alignnone" width="640" caption="Desa Sawinggrai, salah satu desa wisata yang menawarkan obyek bawah air, hutan anggrek dan burung cendrawasih (dok.pri)."][/caption]
Ada sebuah kalimat mengatakan 1 hari di surga setara dengan seribu tahun di bumi. Tak banyak waktu yang saya dapat, karena hanya satu jam saja tak sebanding dengan berapa puluh jam perjalanan untuk sampai di sini. Kadang waktu tidak adil, jauh-jauh saya datang dan hanya sesaat saja menikmatinya, begitulah gambaran surga. Sawinggrai adalah tempat yang saya maksud karena salah satu surga di bumi ada di sini.
[caption id="attachment_346239" align="alignnone" width="640" caption="Peta menuju sawinggrai (osm.org)."]
Speed boat dengan 2 mesin masing-masing 40Pk membelah laut selatan pulau Waigeo. Laut yang tenang bak hamparan karpet yang membiru begitu membuat saya merasa aman dan nyaman. Kecepatan speed boat yang rerata hanya 32km/jam mulai menyibak karpet yang mulai bergelombang setelah melewati pulau Saonek Mondie. Gulungan karpet semakin membesar ketika lepas dari pulau Saonek dan bertemu dengan teluk kabui. Mungkin disini terjadi tabrakan arus atau memang tempatnya ombak besar pelampung ini menjadi sesuatu yang sangat berharga.
[caption id="attachment_346238" align="alignnone" width="640" caption="Perkampungan yang rerata terletak di tepi pantai (dok.pri)."]
Perahu dari fiber tak juga menurunkan kecepatannya. Di depan, Dino hanya memberi instruksi dengan lambaian tangan menandakan harus ke kanan atau kiri, lalu di ikuti oleh Roni adiknya yang menjadi juru mudi. Mereka begitu hafal tempat ini, pantas saja gelombang seperti itu diterjang. Gulungan karpet nan hijau toska mulai terlihat, sebab sebelumnya hanya berwarna biru dongker yang artinya laut dalam.
Di sisi kiri nampak gundukan pasir di ujung pulau Mansuar. Itulah yang banyak dinamakan pasir timbul, atau gosong. Kalau boleh saya mengatakan itu bak padang pasir di tengah-tengah oase yang sebentar lagi tertutup oleh gulungan ombak selatan. Setelah keluar dari mulut Teluk kabui, air kembali tenang. Ibarat melewati selat karena perahu kami diapit oleh pulau Waigeo dan Mansuar. Rumah-rumah panggung yang berdiri di tepi pantai menandakan sebentar lagi akan bertemu dengan kehidupan.
[caption id="attachment_346240" align="alignnone" width="640" caption="Sayapun mendarat di dermaga Sawinggrai (dok.pri)."]
Akhirnya Roni menurunkan kecepatan perahunya dan di depan mata terlihat beberapa kampung. Kampung-kampung kini sudah di sulap menjadi desa wisata. Pondok-pondok penginapan berdiri mengikuti garis pantai dan akan sangat memanjakan para tamunya. Bagi saya cukuplah tidur di emperan surga itu. Perahu kami merapat dan tabuhan genderang mulai terdengar. Nampak para warga desa sudah bersiap dengan pakaian adat dan tari-tarian. Alangkah senangnya disambut oleh warga desa dengan musik, tarian dan pakaian adat, mungkin lengkap dengan kalung berkarangan bunga.
Tiba-tiba telapak tangan Doni serasa orang hendak berpamitan lalu berkata "kakak kita salah, mereka kira kita rombongan pejabat dan anak mantan presiden". Sejenak suasana hening dan musik dan tarian berhenti. Awalnya Doni hendak bertanya dimana letak kampung Sawinggrai, dan dikira rombongan tamu oleh mereka. Kamipun kembali ke perahu, mungkin sama-sama tertawa karena salah paham ini sebab Sawinggrai masih 15 menit lagi.
[caption id="attachment_346241" align="alignnone" width="640" caption="2 bocah bernyanyi di ujung dermaga kala senja (dok.pri)."]
Perlahan Roni menjalankan mesin 80Pk karena takut menabrak karang-karang indah ibarat padang gembalaan lengkap dengan domba-domba bersirip yang menyelam bersliweran. Akhirnya kami sampai di Sawinggrai. Sambutan di sini tak kalah hangat dengan kampung sebelah. Cahaya hangat matahari yang semakin condong ke barat menyinari 2 bocah dengan gitar mungil bersenar pancing. Mereka mendendangkan lagu yang saya tidak mengerti apa artinya. saya mendengarkan hampir 3 menit lalu bertanya, ternyata ini lagu gereja dalam bahasa setempat. Saya menghela nafas panjang lalu meloncat masuk dalam surga bawah air sawinggrai.
[caption id="attachment_346242" align="alignnone" width="640" caption="Pemandangan inilah yang membuat saya betah berlama-lama di dalam air (dok.pri)."]
Hamparan acropora mendominasi dunia bawah airnya. karang keras dan lunak melimpah ruah. Beraneka ragam ikan warna-warni hilir mudik kesanak kamari. Saya menamakan mereka ikan Jelangkung yang datang tak diundang dan pulang tak diantar. Tridacna atau kima beragam ukuran menempati celah-celah karang sambil membuka nutup mulutnya. Jika ada yang usil langsung disemburnya dengan keras.
[caption id="attachment_346243" align="alignnone" width="640" caption="Kima raksasa ini sedari tadi menunggi saya dan tak malu-malu saya dekati (dok.pri)."]
Segitiga karang dunia ada disini dan ini salah satu sudutnya. Sebuah buku yang berjudul The Raja Ampat Trough The Lens begitu memesona karena sudah memetakan dan menggambarkan seluruh kekayaan surga di timur Indonesia. Namun saya tertunduk malu, karena penyusunnya tak satupun ada nama Indonesia yang jelas-jelas memiliki surga itu. Saya gusar dalam hamparan karang-karang dan ikan yang selalu memasang gaya untuk di gambar. Mereka tidak malu-malu untuk mendekati kamera bahkah terlalu dekat menurut saya.
Saya menyelam bak dalam akuarium raksasa. Ikan-ikan dan karang disini seperti dipelihara karena benar-benar melimpah. Warna-warni di sini tak saya dapatkan di darat sana. Saya baru sadar ini bukan bumi, tapi surga yang tercecer itu. Arus laut mulai menarik saya menuju laut yang dalam pertanda sebentar lagi pasang dan segera harus mendarat.
[caption id="attachment_346244" align="alignnone" width="640" caption="Akhirnya saya harus beranjak pergi untuk mencari nirwana yang lain (dok.pri)."]
Sawinggrai satu dari beberapa desa wisata di Raja Ampat. Beberapa pondok penginapan didirikan oleh warga setempat untuk para tamu. Kami berbincang dengan warga, yang berpesan "datanglah pukul 6 pagi dan saksikan burung surga sedang menari". Cendrawasih setiap pagi muncul di sini, namun saya harus beranjak pergi. Satu jam saja saya di surga dan harus kembali berlayar ke bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H