Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pulau Saonek Cikal Bakal Raja Ampat

28 Agustus 2014   17:40 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:17 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_355788" align="alignnone" width="640" caption="Di bawah waru laut, pasangan ini menikmati semilir angin dan sirih pinang, hebatnya lagi ini kampung halaman mereka, Raja ampat (dok.pri)."][/caption]

Di bawah rerimbunnya kanopi Waru Laut seorang pasangan yang sudah lanjut usia sedang duduk berdua menimati angin pantai. Mulut mereka terus saja mengunyah campuran buah pinang, bunga sirih jantan dan bubuk cangkang kerang. Dalam benak saya, inikah yang namanya bahagia kerena mereka sedang menikmati pesona indahnya alam dari Raja Ampat. Pulau Saonek adalah tujuan untuk mengulik ada apa saja di ibu kota Raja Ampat sebelum pindah ke Waisai saat pemekarang dan pisah dengan Sorong.

[caption id="attachment_355790" align="alignnone" width="640" caption="Long boat yang membawa saya menuju Saonek (dok.pri)."]

1409196674736265510
1409196674736265510
[/caption]

Long boat 15Pk meraung-raung membilah ombak yang bergulung dari arah selatan. Berangkat dari pelabuhan nelayan di Waisai yang berdekatan dengan pantai WTC. Perahu mulai menyisir menuju perairan tenggara sebelum lalu menuju selatan. Loang boat menjadi moda transportasi yang murah dibandingkan dengan naik speed boat. Saya duduk di ijung perahu yang terbuat dari gelondongan kayu utuh sambil terus memandang sisi kanan berupa hutan bakai pulau Waigeo.

GPS yang selalu terpasang di selendang tas ransel saya menunjukan kecepatan perahu ini sekitar 15km/jam dan berjalan lurus menuju arah selatan. Pulau Saonek mondie, atau Saonek kecil sudah kami lewati. Di depan sudah terlihat pulau dengan pemancar BTS dan kubah masjid yang menjulang tinggi. Benar saja, itulah pulau Saonek yang akan saya tuju. Butuh waktu sekitar 40 menit untuk sampai mencapai pulau ini, dan harga yang terbayar lunas untuk menyaksikan pesona alamnya.

[caption id="attachment_355792" align="alignnone" width="640" caption="Peta Pulau Saonek (osm.org)."]

1409196726582256095
1409196726582256095
[/caption]

Kami tidak turun di dermaga, karena juru mudi menurukan kami langsung di pantai dengan pasir putuhnya. "Sraaaak..." suara ujung dasar perahu menggesek pasir dan kamipun berloncatan menuju daratan. Udara pantai yang menyejukan. Lambaian daun-daun Ketapang, Cemara Laut menyambut kami dan menjadi peneduh yang melindungi dari sengatan mentari.

Kaki mulai melangkah menuju pesisir sisi barat untuk melihat ada apa saja di sana. Beberapa penduduk nampak bermalas-malasan di atas balai-balai sambil menikmati semilir angin laut. Beberapa nampak sedang memperbaiki perahu dan jaring. Ada juga yang sibuk mengasuh anak-anak yang tak mau lepas dari gendongan ibunya. Senyum sapa ramah mereka membuat kami diterima di pulau indah ini.

[caption id="attachment_355794" align="alignnone" width="640" caption="Seorang anak sambil meminum susu, melepas ayahnya yang pergi melaut (dok.pri)."]

1409196786194693813
1409196786194693813
[/caption]

Saya berjalan menuju tengah perkampungan. Rumah-rumah berjajar rapi dengan beraneka macam bentuk rumah. Jalan dibaut berpetak-petak layaknya perumahan modern. Benar saja, inilah ibu kota 12 tahun yang lalu. Uniknya di sini tidak ada kendaraan roda empat, dan hanya ada sepeda motor saja. Kampung yang sepi menjelang tengah hari. Anak-anak masih di sekolah, orang tua masih di laut atau sedang beristirahat sebelum berangkat melaut,

[caption id="attachment_355795" align="alignnone" width="640" caption="Masjid megah yang menjadi ijon pulau Saonek (dok.pri)."]

14091968662027262937
14091968662027262937
[/caption]

Saya berdiri terpaku saat melihat bangunan megah berwarwana hijau dengan kubah yang menjulang dan lebih tinggi dari pohon kelapa. "ini masjid bantuan dari arab saudi" kata pak Tamrin yang mengantar saya untuk melihat-lihat sekeliling masjid. Sebuah tempat ibadah yang megah untuk pulau mungil di selatan Waigeo ini. Masjid ini menjadi ikon Saonek karena begitu menonjol dibanding dengan bangunan lain.

Di seberang masjid dan berapa jauh jaraknya bediri gereja dengan pelataran yang luas dan asri. Saya hanya berguman, betapa indahnya kehidupan di sini dengan adanya sekat pembeda keimanan tetapi tetap memegang teguh toleransi. Di seberang gereja nampak kantor-kantor pemerintahan. Ada puskesmas yang sepi, ada kantor polisi tanpa ada satupun petugas yang jaga. Namun tanpa ada petugas, pulau ini sangat aman dan nyaman.

[caption id="attachment_355796" align="alignnone" width="640" caption="Masyarakat yang gila bola, hingga mengecat dinding rumahnya dengan bendera salah satu kontestan piala dunia (dok.pri)."]

1409196918946587009
1409196918946587009
[/caption]

"gooool..." teriak anak-anak yang yang berlarian di lapangan depan sekolahan. Anak-anak ini sepertinya sedang deman piala dunia. Kaos olah raga mereka berupa seragam tim-tim kontestan piala dunia. Mata saya sambil melirik sebuah rumah yang dicat dindingnya dengan bendera Brazil. Senyum anak-anak ini membuncah manakala saya memainkan kamera saya dan mereka bergaya selayaknya usai memenangi piala dunia. Dinding sekolah mereka tak mau kalah dengan hiasan mural bertema sepak bola.

[caption id="attachment_355797" align="alignnone" width="640" caption="Di sini anak-anak juga gemar bermain sepak bola (dok.pri)."]

1409196986641358377
1409196986641358377
[/caption]

Sayapun meninggalkan keceriaan anak-anak ini untuk mencari sisi lain dari Saonek. Terdengar samar-samar suarang orang sedang memangkur. Benturan alat pukul dengan kayu terdengar dan saya mencoba mencari sumber suara tersebut. Saya membayangkan sedang ada yang membuat sagu, namun prediksi saya salah. Ternyata ada seorang bapak yang sedang membuat perahu dari batang kayu utuh.

Saya meminta ijin untuk berbincang sesaat dan diapun berhenti menghatamkan bancinya untuk menggerus lambung perahu. Gelondongan kayu Matoa (Pometia pinnata) sudah hampir 2 minggu dia kerjakan untuk menjadi sebuah long boat. Tidak cetak biru, yang ada hanya hapalan dari apa yang dikerjakan sejak dulu.

[caption id="attachment_355798" align="alignnone" width="640" caption="Pengerjaan perahu yang memakan waktu hampir satu bulan. kayu matoa dipilih karena kuat dan mudah didapat (dok.pri)."]

1409197047742482924
1409197047742482924
[/caption]

Sebuah pengetahuan yang kini sudah dia turunkan, karena anak cucunya tidak ada yang mau menjadi pembuat perahu. Katanya, butuh waktu 2-3 minggu untuk menyelesaikan sebuah parahu, karena dikerjakan secara manual dan peralatan yang sederhana. Sebuah maharkarya, menurut saya karena tidak membayangkan bagaiaman melubangi kayu dan membuatnya bisa terapung dan seimbang, bisa dipasangi mesin dan mampu membelah ombah di lauatan. Sayapun berpamitan dan dia kembali menghantamkan bancinya.

Akhrinya saya sampai di tepi pantai dan tak sabar rasarnya menghujamkan diri ke dasar laut jernihnya. Dari dermaga terlihat jelas ikan-ikan karang yang bersliweran di sela-sela tiang pancang. Pak Tamrin yang kebetulan sedang mengadakan penelitian di pulau ini menarik saya sambil menunjukan landak laut yang bergerombol di sela-sela karang.

[caption id="attachment_355799" align="alignnone" width="640" caption="Salah satu jenis bulu babi di perairan saonek. walau menjadi musuh manusia, namun bulu babi memiliki peran dalam ekologi dan enak dimakan (dok.pri)."]

14091971201868241625
14091971201868241625
[/caption]

"Di Saonek ada 3 jenis bulu babi, yakni Diadema setosum, D. antillarum dan Echinometra mathei" kata pak Tamrin sambil saya mengernyitkan dahi. Bulu babi kadang menjadi musuh bagi manusia, karena duri-durinya. Jika tertusuk di kulit maka akan langsung patah dan menyebabkan bengkak dan demam. Namun pandangan dari Pak Tamrin berbeda, "salahnya manusia yang berdekatan dengan bulu babi".

Bulu babi dalam rantai makanan menjadi pemakan sisa-sisa makanan atau detritus. Hewan ini banyak dijumpai di padang lamu atau sela-sela karang. Mungkin efeknya jika tertusuk menyakitkan dan bentuknya yang buruk rupa, sepertinnya menjadi musuh manusia, tetap dia memiliki andil dalam ekologi terutama sebagai detrivor. Sebuah obrolan yang menarik dengan seorang yang memahami konsep biologi dan turun ke lapangan. Akhirnya dia menjelaskan jika bulu babi bisa menjadi makanan yang enak dan kami pergi untuk mencoba menikmatinya, penasaran maka datanglah kemari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun