Saya berdiri terpaku saat melihat bangunan megah berwarwana hijau dengan kubah yang menjulang dan lebih tinggi dari pohon kelapa. "ini masjid bantuan dari arab saudi" kata pak Tamrin yang mengantar saya untuk melihat-lihat sekeliling masjid. Sebuah tempat ibadah yang megah untuk pulau mungil di selatan Waigeo ini. Masjid ini menjadi ikon Saonek karena begitu menonjol dibanding dengan bangunan lain.
Di seberang masjid dan berapa jauh jaraknya bediri gereja dengan pelataran yang luas dan asri. Saya hanya berguman, betapa indahnya kehidupan di sini dengan adanya sekat pembeda keimanan tetapi tetap memegang teguh toleransi. Di seberang gereja nampak kantor-kantor pemerintahan. Ada puskesmas yang sepi, ada kantor polisi tanpa ada satupun petugas yang jaga. Namun tanpa ada petugas, pulau ini sangat aman dan nyaman.
[caption id="attachment_355796" align="alignnone" width="640" caption="Masyarakat yang gila bola, hingga mengecat dinding rumahnya dengan bendera salah satu kontestan piala dunia (dok.pri)."]
"gooool..." teriak anak-anak yang yang berlarian di lapangan depan sekolahan. Anak-anak ini sepertinya sedang deman piala dunia. Kaos olah raga mereka berupa seragam tim-tim kontestan piala dunia. Mata saya sambil melirik sebuah rumah yang dicat dindingnya dengan bendera Brazil. Senyum anak-anak ini membuncah manakala saya memainkan kamera saya dan mereka bergaya selayaknya usai memenangi piala dunia. Dinding sekolah mereka tak mau kalah dengan hiasan mural bertema sepak bola.
[caption id="attachment_355797" align="alignnone" width="640" caption="Di sini anak-anak juga gemar bermain sepak bola (dok.pri)."]
Sayapun meninggalkan keceriaan anak-anak ini untuk mencari sisi lain dari Saonek. Terdengar samar-samar suarang orang sedang memangkur. Benturan alat pukul dengan kayu terdengar dan saya mencoba mencari sumber suara tersebut. Saya membayangkan sedang ada yang membuat sagu, namun prediksi saya salah. Ternyata ada seorang bapak yang sedang membuat perahu dari batang kayu utuh.
Saya meminta ijin untuk berbincang sesaat dan diapun berhenti menghatamkan bancinya untuk menggerus lambung perahu. Gelondongan kayu Matoa (Pometia pinnata) sudah hampir 2 minggu dia kerjakan untuk menjadi sebuah long boat. Tidak cetak biru, yang ada hanya hapalan dari apa yang dikerjakan sejak dulu.
[caption id="attachment_355798" align="alignnone" width="640" caption="Pengerjaan perahu yang memakan waktu hampir satu bulan. kayu matoa dipilih karena kuat dan mudah didapat (dok.pri)."]
Sebuah pengetahuan yang kini sudah dia turunkan, karena anak cucunya tidak ada yang mau menjadi pembuat perahu. Katanya, butuh waktu 2-3 minggu untuk menyelesaikan sebuah parahu, karena dikerjakan secara manual dan peralatan yang sederhana. Sebuah maharkarya, menurut saya karena tidak membayangkan bagaiaman melubangi kayu dan membuatnya bisa terapung dan seimbang, bisa dipasangi mesin dan mampu membelah ombah di lauatan. Sayapun berpamitan dan dia kembali menghantamkan bancinya.
Akhrinya saya sampai di tepi pantai dan tak sabar rasarnya menghujamkan diri ke dasar laut jernihnya. Dari dermaga terlihat jelas ikan-ikan karang yang bersliweran di sela-sela tiang pancang. Pak Tamrin yang kebetulan sedang mengadakan penelitian di pulau ini menarik saya sambil menunjukan landak laut yang bergerombol di sela-sela karang.
[caption id="attachment_355799" align="alignnone" width="640" caption="Salah satu jenis bulu babi di perairan saonek. walau menjadi musuh manusia, namun bulu babi memiliki peran dalam ekologi dan enak dimakan (dok.pri)."]