[caption id="attachment_358130" align="aligncenter" width="576" caption="Magelan cross yang ikonik di Cebu (dok.pri)."][/caption]
Lumut kerak yang memenuhi sesi dinding yang retak karena gempa, nampak kontras dengan bangunan gedung-gedung pencakar langit di sebelahnya. Ratusan orang nampak memadati pelataran untuk memanjatkan doa dan pengampunan. Sebelumnya, saat kaki ini melangkah turun dari bus, beberapa anak kecil berebutan menawarkan gantungan kunci. Nampak kontras dengan wajah kota tua ini dengan para pelancongnya. Cebu, kota metropolitan setelah metro manila yang penuh dengan nuansa sejarah dan kehidupan yang menarik untuk dikulik.
[caption id="attachment_358131" align="aligncenter" width="576" caption="Mentari pagi di Dos Palmas (dok.pri)."]
Pagi yang indah, saat burung-burung mulai berkicau dan langit masih gelap. Di sisi timur sudah nampak semburat warna kuning pertanda fajar segera merekah. Segera saya kayuh sepeda ini menuju sebuh dermaga di ujung pulau. Beberapa penghuni cottage nampak masih terlelap setelah semalam berpesat hingga larut. Pagi ini saya tidak mau melewatkan terbitnya sang surya dari ujung selatan Filipina.
Pulau Dos Palmas yang masih sepi, memberikan saya bergerak leluasa mencari titik yang paling bagus. Nampak di belakang saya menguntit Mr. Dong dari departemen pariwisata Filipina. Kami memiliki tujuan yang sama, yakni menjemput sang surya, sebab sehari sebelumnya kami juga sama-sama menghantar sang surya ke peraduannya. Dari ujung dermaga saya mendapatkan tempat yang baik, sedangkan dia memilih dari tepian pantai. Berkali-kali rana ini membuka dan menutup untuk menangkap indahnya matahari terbit. Pagi ini kami terpuaskan laksana pesta semalam.
[caption id="attachment_358132" align="aligncenter" width="576" caption="Susana jalan di Cebu siang ini (dok.pri)."]
Pagi ini kami harus bergegas menuju Bandara Puerto Princesa karena jam 10.00 harus segera terbang ke Cebu. Perahu mengantarkan kami menuju Honda Bay dan segera harus bergegas menuju Bandara. Pesawat sudah menunggu kami dan saatnya terbang dari selatan Filipina menuju tengah-tengah Filipina. Hamparan pulau-pulau terlihat mungil yang tersebar acak. Sayangnya pemandangan ini tak berlangsung lama karena cuaca berkabut. Akhirnya hanya diam dan menanti saat-saat pendaratan.
Penerbangan kurang dari 2 jam ini mengantarkan kami ke Cebu. Sebuah kota tertua di Fiilipina yang memiliki sejarah yang panjang. Di Cebu juga kota paling maju setelah Metro Manila. Mendarat di Bandara Mactan yang megah dan langsung segera pindah di bus untuk segera menuju Magelan Cross. Bus melaju di tengah kota yang hiruk-pikuk. Taxicle kadang tak mau kalah dengan jeepney yang sarat penumpang, dan para pengendara sepeda nampak di sela-sela kemacetan ini. Problematika kota besar.
[caption id="attachment_358141" align="aligncenter" width="576" caption="Anak-anak yang menjajakan sovernir kepada para pelancong (dok.pri)."]
Gedung-gedung tua nampak anggun di samping gedung-gedung yang baru saja dibangun. Jalur pedestrian yang lebar dan nyaman, dan nampak beberapa pedagang yang menggelar jajanan di sana. Akhirnya bus berhenti di sebuah pelataran bangunan besar dan saya ingat hanya St. Nino. Anak-anak kecil mengerubuti saya seraya menawarkan dagangannya, "Just one hundred mistrer, please buy...." Wajah-wajah memelas ini memenuhi sepanjang jalan yang kadang kontras dengan para pelancong yang nampak sumringah menikmati pesona pemandangan Kota Cebu.
[caption id="attachment_358133" align="aligncenter" width="576" caption="Lelehan lilin memenuni altar doa St.Nino (dok.pri)."]