[caption id="attachment_364240" align="aligncenter" width="576" caption="Megahnya Sanctuary of Truth, sebuah mahakarya penuh makna filosofi kehidupan (dok.pri)."][/caption]
Menerawang dongeng tentang kisah Bandung Bondowoso yang hendak mempersunting Roro Jonggrang. Sebuah syarat agar pinangan diterima maka harus membuat 1.000 candi dalam waktu semalam. Tinggal tersisa sebuah candi dan waktu dipaksa berhenti. Amarah Bandung Bondowoso menjadi kutukan pada Roro Jonggrang untuk menggenapi seribu candi. Lain kisah di Negeri Gajah Putih, Thailand. Sudah 33 tahun lebih, mahakarya ini belum selesai. Mana kala Bandung Bondowoso dalam membuat Prambanan menggunakan makhluk halus untuk mengerjakannya, namun Khun Lek menggunakan gadis-gadis bertangan halus sebagai pemahat Sanctuary of Truth. Tempat inilah yang memaksa saya untuk mendalami kisah Mahabarata dan Ramayana.
Pattaya, yang terlintas di benak saya adalah pantai dengan pasir putih, gadis-gadis seksi dan para pelancong yang berjemur di bawah terik matari. Setiba di pantai yang menjadi salah satu ikon Thailand, bayangan saya sirna dan tak seperti yang saya pikirkan. Saya sama sekali menyentuh air asin Pattaya, bahkan pasir putihnya pun tak menginjak. Saya hanya memandang dari balkon hotel di lantai 15 yang menghadap langsung ke pantai tersebut. Tak lama berselang, panggilan pun datang dan entah mau ke mana kaki ini akan diajak melangkah.
[caption id="attachment_364241" align="aligncenter" width="512" caption="Kayu gelondongan yang didatangkan dari Indonesia dan Kamboja menjadi nampak berserakan di piintu masuk Sanctuary of Truth (dok.pri)."]
Bus yang saya tumpang masuk dalam jalanan yang sempit usai melaju bebas di jalan yang lengang. Pepohonan berjenis tumbuhan hutan pantai menutupi sisi kanan-kiri jalan. Timbunan gelondongan dan balok-balok kayu berada di sudut hutan. Angan saya yang tak sampai terus menebak-nebak saya hendak dibawa ke mana. Nampak bakau Avicennia mucronata begitu mendominasi tempat ini dan menjadi hutan yang lebat. Biawak (Varanus salvator) lari terbirit-birit mendengar deru kendaraan.
Di sebuah parkiran di tepi pantai, mata saya baru terbuka manakala ada bangunan megah berdiri dengan gagah. Perempuan cantik bernama Sally Suen dan dia adalah Assistant International Marketing Manager, The Ancient City Co.,Ltd menyambut kami dengan bahasa Inggris dengan pengucapan yang jelas layaknya lidah Asia Tenggara. Dengan menyematkan kartu tanda pengunjung, saya langsung blusukan. Arloji saya menunjukkan pukul empat sore namun rasanya masih seperti pukul 2 siang.
[caption id="attachment_364244" align="aligncenter" width="512" caption="Berbincang dengan gadis pemahat yang terampil memainkan palu dan menata tatahnya untuk mengukir kisah-kisah kehidupan (dok.pri)."]
Saya masuk di sebuah bengkel kayu dan itulah yang membuat saya betah di sana. Puluhan gadis cantik bekerja di sana, bukan sebagai pelayan atau penerima tamu, tetapi sebagai pemahat kayu. Saya merasakan halusnya tangan mereka manakala berjabat tangan dengannya. Sangat sayang tangan sehalus ini memegang pahat dan palu. Pipi mereka nampak merona alamia manakala menahan hawa panas dalam bengkel kerja mereka.
[caption id="attachment_364245" align="aligncenter" width="512" caption="Patung sudah selesai pengerjaan dan siap untuk di pasang di salah satu bagian Sanctuary of Truth (dok.pri)."]
Mereka tak canggung untuk diajak berbincang atau diambil gambarnya, mungkin sudah terbiasa didatangi para pelancong. Yang pasti saya jatuh hati pada apa yang mereka kerjakan. Selembar papan dari jati (Tectona grandis) yang sudah berpola mereka pahat dengan penuh ketelitian. Nuansa ini biasanya hanya saya dapatkan manakala berkunjung di Jepara, namun pemahatnya adalah lelaki dengan otot kekar dan kaum hawa hanya bertugas mengampelas atau melapisi cat saja.
Sepintas saya paham apa tentang motif yang merek pahat. Spontan saya berkata, "Hanoman" dan dia pun tersenyum sambil mengangguk membenarkan tebakan saya. Sebenarnya saya juga tidak yakin itu gambar Hanoman atau Sugriwa, sebab warnanya cokelat kayu, sedangkan Hanoman berbulu putih dan Sugriwa berbulu hitam. Yang mereka kerjakan saat ini adalah membuat patung dan relief untuk bangunan Sanctuary of Truth.
[caption id="attachment_364247" align="aligncenter" width="512" caption="Miniatur berupa maket Sanctuary of Truth saya bisa membayangkan betapa megahnya bangunan ini saat jadi nantinya (dok.pri)."]
Sanctuary of Truth adalah bangunan yang digagas oleh jutawan asal Thailand, Khun Lek Viriyapan. Dia ingin membuat bangunan sebagai tempat untuk mendalami dan memaknai kehidupan spriritual. Penggambaran kehidupan spiritual ini dikisahkan lewat tokoh-tokoh epos dari India, yakni Ramayana dan Mahabarata. Sally Suen menjelaskan menjelaskan makna filosofi dari bangunan ini. Manusia hanya bagian kecil dari ciptaan-Nya, sedangkan keabadian, kedamaian, dan kebahagiaan sebenarnya adalah milik-Nya. Maka bangunan ini untuk belajar bagaimana manusia bisa mendalami kehidupan jiwanya agar mendapatkan ketenangan batin dan perdamaian yang bisa dimulai dari lingkup terkecil, yakni pribadi dan keluarga.
Tanda lonceng pun berbunyi dan saya pun harus berpisah dengan gadis-gadis pemahat yang beberapa berasal dari Kamboja dan Myanmar. Hanya anggukan badan dan senyum yang menjadi tanda perpisahan manakala mereka harus kembali ke tempatnya tinggalnya. Sebuah helm harus dikenakan manakala hendak memasuki Sanctuary of Truth, karena masih dalam tahapan pembangunan. Bisa saja balok-balok kayu berjatuhan dari atas dan keselematan pengunjung adalah hal yang utama dan menjadi prioritas oleh pengelola.
[caption id="attachment_364248" align="aligncenter" width="512" caption="SAlah satu sudut di Sanctuary of Truth nampak kontras dengan gedung-gedung modern di sebelahnya (dok.pri)."]
Saya dibawa masuk melalui pintu barat. Mata saya begitu terpesona melihat bangunan yang luas biasa ini. Saya kira, Roro Jonggrang pun kalau tahu ini pasti minta pada Bandung Bondowoso untuk dibuatkan walau tak harus selesai dalam waktu satu malam. Bisa saja cerita akan bergeser Bandung Bondowoso akan akan jatuh cinta pada wanita-wanita bertangan halus ini, dan saya hanya tersenyum simpul.
Setiap patung, setiap relief, setiap pola ukiran memiliki sebuah cerita. Layaknya relief pada Candi Borobudur dengan ceritanya masing-masing. Saya hanya bisa menerka-nerka saya kira-kira cerita ini menggambarkan apa. Saya bersyukur sejak kecil sudah diperkenalkan dengan dunia wayang dengan kisah Ramayana dan Mahabarata walau hanya paham sepenggal demi sepenggal. Sebuah buku karangan C. Rajagopalachari semakin memperdalam pengetahuan saya tentang epos dari India dan di  Sanctuary of Truth tergambar jelas lewat mahakarya.
[caption id="attachment_364249" align="aligncenter" width="512" caption="Apak itu Dewa Wisnu yang sedang mengendarai garuda, guman saya (dok.pri)."]
Di bawah pohon bakau saya merenung melihat puncak-puncak menara yang dihiasi dengan patung. Mengintip dari jendela bidik dengan lensa jarak jauh saya bisa melihat jelas sosok apa di ujung menara tersebut. Seorang wanita digunakan sebagai simbol tertinggi, karena dialah yang melahirkan kehidupan sekaligus perlambang perdamaian dan kebajikan. Luar biasa, di sini wanita mendapat tempat yang istimewa dan teratas dan logika saya hanya berkata, "Bagaimana membuat dan memasangnya."
Saya pelan-pelan memasuki ruangan dengan beberapa anak tangga. Saya sepintas tidak percaya ini buatan manusia. Pilar-pilar megah dari kayu jati berukir indah menjadi penopang yang kokoh. Konon kata pemandu, kayu-kayu di Sanctuary of Truth didatangkan langsung dari Indonesia dan Kamboja. Patung-patung berukuran raksasa menghiasi pintu masuk dan dinding-dinding Sanctuary of Truth. Sungguh sebuah mahakarya yang membuat saya berdiri mematung mengagumi keelokannya. Beberapa burung merpati nampak berkejar-kejaran hingga di ujung-ujung patung yang menatap langit dan penjuru pada lautan luas.
[caption id="attachment_364250" align="aligncenter" width="512" caption="Wanita benar-benar digambarkan sebagai ciptaan yang istimewa sehingga ditempatkan di puncak menara (dok.pri)."]
Dalam ajaran Hindu, Trimurti disimbolkan dengan 3 dewa, yakni Dewa Brahma, Siwa, dan Wisnu. Ketiga dewa tersebut digambarkan jelas pada bangunan utama di tengah-tengahnya. Pada bagian atas terdapat ada wajah sang Buddha sebagai lambang kebijaksanaan, cinta kasih, dan keadilan. Cerita akhirnya menyebar pada seluruh penjuru ruangan yang menggambarkan perilaku kehidupan manusia di bumi dengan segala kebaikan dan kejahatannya.
Arloji menunjukkan angka 07.30 dan harus segera keluar dari  Sanctuary of Truth. Saya dia ajak untuk menikmati makan malam di Naklua Kitchen. Rumah makan yang tepat di samping timur Sanctuary of Truth dengan sekat rawa-rawa yang penuh dengan pohon bakau. Seharusnya matahari sudah terbenam, namun masih seperti pukul 4, dan saya tetap sabar menanti momen-momen ini.
[caption id="attachment_364251" align="aligncenter" width="576" caption="Senja di Sanctuary of Truth sambil menikmati hidangan makan malam Naklua Kitchen (dok.pri)."]
Perlahan sang surya turun di peraduanya dan semburat warnanya membentuk siluet Sanctuary of Truth. Sungguh hidangan yang sempurna sebagai pelengkap makan malam kali ini. Semilir angin pantai yang membelai manja memberikan suasana yang romantis di balik lampu yang temaram. Kembali imajinasi saya terbawa pada kisah cinta Bandung Bondowosa, namum malam ini Sanctuary of Truth tak ada satu pun makhluk yang bekerja kecuali burung-burung yang bertengger. Akhirnya gelap malam menyelimuti Sanctuary of Truth dan saya belajar banyak mengenai penciptaan dan kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H