Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pasar Jibama, Arena Transaksi Sekaligus Sosialita Ketemu Sodara

27 November 2014   16:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:43 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tingginya harga barang tak membuat orang-orang di sana tak surut dalam berbelanja. Mereka sudah terbiasa dengan harga barang yang hampir tiga sampai lima kali lipat di Pulau Jawa, sehingga harga ikan satu ikat di Jawa mungkin hanya sepuluh ribu di sana bisa menjadi lima puluh ribu dan itu pun tidak ditawar. Satu tanda buah markisa dihargai lima puluh ribu rupiah, tetapi menjelang sore saat tidak laku dijual akan diberikan secara cuma-cuma, demikian juga dengan barang yang lain, sungguh unik bukan?

[caption id="attachment_378541" align="alignnone" width="640" caption="Salahs atu sudut pasar di Lembah baliem yang menjajakan kayu bakar (Dk.pri"]

14170548192137709821
14170548192137709821
[/caption]

Sore itu rasa penasaran saya terobati manakala menjejakkan kaki di pasar unik tersebut. Langkah kaki saya terhenti dan saya tertawa sejadi-jadinya manakala ada seekor babi yang masuk di los sayur dan mengacak-acak barang dagangan. Pedagang hanya bisa mengumpat dan menghalau babi tanpa menyakitinya. Beberapa ekor babi sepertinya juga sudah siap menunggu lengahnya penjaja sayur dan bersiap untuk merangsek. Ironis, tetapi unik bagi para wisatawan yang ingin menyaksikan kejadian yang tidak ada di tempat lain ini.

Baru kali ini saya melihat ubi-ubi jalar dengan umbi berukuran raksana. Tidak terbayangkan jika membeli satu dan harus dipotong menjadi berapa bagian agar muat di panci. Inilah salah satu hasil bumi dari Tanah Mutiara Hitam. Saya berpindah di los sayur yang menjajakan anekan macam hasil pertanian. Uniknya para pedagang di sini tidak berjualan di atas meja dari semen yang disediakan pemerintah. Mama-mama di sini justru menggelar dagangannya di lantai beralaskan karung bekas. Alasan sederhana dan masuk akan mengapa mereka menggelar dagangan di bawah; mudah meletakkan dan menata, lebih luas, tidak khawatir barangnya jatuh, lebih awet karena di bawah lebih dingin, dan menjaganya lebih mudah karena orang tinggal duduk di bawah, sedangkan jika di atas repot dan harus menyediakan kursi.

Alhasil meja-meja tempat menaruh dagangannya berfungsi ganda. Di bawah berjualan sayuri mayur sedangkan di atas berjualan ponsel bekas dan penjualnya nangkring di atasnya. Dari bawah atap pasar terdengar suara meraung-raung pesawat dan sepertinya beberapa pedagang ini sudah hafal pesawat apa yang akan mendarat. Segera mereka bergegas ke bandara untuk mengambil barang dagangan atau pesanannya, seperti bumbu, ikan laut beku, sembako, pakaian bahkan semen.

[caption id="attachment_378543" align="alignnone" width="640" caption="Salah satu sudut pasar Jibama di Lembah Baliem Papua (dok.pri)."]

14170549341367089415
14170549341367089415
[/caption]

Jauh dan terpencilnya Wamenan di tengah-tengah tanah Papua tidak menyurutkan geliat roda ekonomi di Pasar Jibama. Mereka tidak peduli berapa harga barang, yang penting ada dan tersedia. Uang bagi mereka mudah dicari, sedangkan barang dagangan harus menunggu dan minimal harus melalui 1 jam penerbangan. Pasar tak lagi menjadi arena jual-beli, tetapi sudah menjadi ladang bersosialita dan saling bertemu dengan sanak sodara dari kampung-kampung yang tersebar luas di Lembah Baliem. Mereka harus menempuh puluhan kilo dengan berjalan kaki dan pasarlah tempat yang paling mudah untuk bertemu karena semua kebutuhan hidup ada di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun