Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menyusuri Surga Belanja dan Makanan Jalanan di Thailand

12 Desember 2014   16:28 Diperbarui: 4 April 2017   18:04 2898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_382106" align="aligncenter" width="576" caption="Suasana di depan salah satu pujasera di pusat perbelanjaan di Bangkok. Nampak pengunjung sedang antri menunggu pesanan makanan (dok.pri)."][/caption]

Selepas siang, sebuah ruangan dalam pusat perbelanjaan di kota Bangkok nampak penuh sesak dengan para pengunjung. Mereka memadati kompleks pujasera karena tidak ingin melewatkan jam makan siang. Dari anak sekolah, pegawai, hingga para pelancong nampak memadati dan mencari meja-meja yang kosong untuk ditempati. Selembar kartu yang berisi uang setara 220bhat sudah dalam genggeman dan siap untuk membeli makanan apa saja.

Saya berjalan menyusuri tiap-tiap pujasera yang menjajakan makanan dan minumannya. Tak satupun saya mengenal jenis-jenis makanan, karena memang tidak mengerti sama sekali tentang dunia kuliner. Untung saja saya sangat terbantu dengan tampilan makanan dalam gambar ataupun dalam bentuk replikanya. Kira-kira menarik dan cocok, maka cukup pesan saja dengan menunjuk lalu memberikan kartu dan dipersilahkan menunggu sebentar.

[caption id="attachment_382107" align="aligncenter" width="576" caption="Pemesan boleh menambahkan saus, garam, merica dan bubuk cabai sepuasnya setelah makanan yang dipesan sudah jadi (dok.pri)."]

1418350681404229884
1418350681404229884
[/caption]

Tidak ada 3 menit makanan yang saya pesan sudah tersaji dalam nampan dan siap untuk disantap. Saya melihat struk pembayaran, ternyata baru 40bhat untuk satu porsi makanan, berupa nasi, ayam, sayur, mie goreng dan kuah. Harga yang sangat murah, namun apa daya kapasitas perut yang tak mampu menampung banyak makanan. Mentalitas tidak mau rugi menyambangi benak, bagimana menghabiskan 180bhat dan hendak membeli apa. Namun saya diberi tahu teman jika sisanya bisa di uangkan, dan lumayan untuk membeli yang lain.

[caption id="attachment_382109" align="aligncenter" width="576" caption="Paltinum Mall, salah satu pusat perbelanjaan yang menjadi tujuan banyak pelancong saat mengunjungi Bangkok (dok.pri)."]

1418350748263533678
1418350748263533678
[/caption]

Salah satu pusat perbelanjaan yang menarik di Bangkok adalah Platinum Mall. Di sini beberapa pedagang fasih berbahasa Indonesia, karena mereka paham banyak orang Indonesia berbelanja di sini dan biasnya memborong. Sesaat masuk dalam mall tersebut, wajah saya langsung berbinar manakala melihat dan mendengar orang-orang bercakap-cakap dalam dialek jakarta "elo gue", serasa di Tanah Abang.

[caption id="attachment_382110" align="aligncenter" width="576" caption="Sebelmm memulai bekerja para warga bangkok yang beragama Budha nampak kushuk sembahnya di sebuah altar yang terletak di sudut pusat perbelanjaan (dok.pri)."]

14183508171446903969
14183508171446903969
[/caption]

Wajah-wajah melayu dan khas Indonesia nampak bersliweran berbelanja walau terlihat susah payah menenteng barang dagangannya. Harga yang murah dan pelayanan yang ramah, membuat para pelancong khususnya orang melayu seperti Indonesia, Malaysia dan Singapura betah berlama-lama di sini, kecuali saya yang bekalnya pas-pasan. Menarik pula, ditempat ini terdapat mushola dan mungkin satu-satunya dari sekian banyak mall di Bangkok dan khusus untuk mereka yang muslim yang kebanyakan dari Indonesia dan Malaysia.

Kaki beranjak menuju pintu keluar pusat perbelanjaan. Kali ini yang saya tuju adalah pasar tradisional kesukaan saya. Jalanan yang penuh sesak membuat saya harus ikut berdesak-desakan. Pemandu saya selalu mengingatkan "hati-hati dompet, uang, tetapi kalau hilang bisa minta tetapi jika paspor hilang bisa panjang urusannya" dan saya pun mematuhi perintahnya. Mata saya selalu jelalatan melihat wajah-wajah para pengunjung pasar di sini. Semua tumpah ruah baik wajah Melayu, Tiong hoa, India, Eropa, Vietnam, Afrika bahkan Rusia. Pemandu saya sempat menjewer saya yang terlalu memandang sesosok wajah "itu lady boy bukan cewek".

[caption id="attachment_382111" align="aligncenter" width="576" caption="Suasana salah satu lokasi yang menjual pernak-pernik khas Thailan dan yang paling banyak di buru adalah T-shirt yang terkena murah (dok.pri)."]

14183508951403594684
14183508951403594684
[/caption]

Saya berhenti di sebuah kios yang menjual jenis-jenis t-shirt. Gambar-gambar khas negeri Gajah Putih nampak terlukis jelas seperti, kuil, patung-patung, tuk-tuk, dan tulisan i love Thailand. Saya membeli sebuah t-shirt seharga 100bhat (Rp.36.000,00), kainya dari katun, tipis dan nyaman di pakai. Tips bagi para pelancong, jika ingin pergi ke Thailand cukup bawa 1-2 baju sisanya beli di sini karena murah-merah dan akhirnya saya memutuskan untuk membeli 6 buah, karena beli 5 bonus 1, namun teman saya bilang "beli 10 saja bonus 2" dan saya mengiyakan saja. Selusin kaos sudah di tas dan siap untuk jalan-jalan kembali.

Tak afdol berkunjung dinegeri orang untuk membeli oleh-oleh dan yang paling murah meriah adalah gantungan kunci. Beragam jenis gantungan kunci dijajakan di sini dengan bentuk-bentuk unik dan ikonik Thailand. Satu set gantungan kunci dijual 250bhat berisi 5 buah. Cukup murah, dan  saya beli 1 set saja sebagai syarat dan barang bukti sudah melancong di negeri orang. Baru berjalan beberapa langkah teman saya nyusul dan memberi tahu jika di kios sana satu set gantungan kunci yang jauh lebih bagus hanya 100bhat. Saya tidak mau kecewa, lalu gantungan kuncinya saya bayar saja dan biar dia kembali membeli lagi. Pesan moralnya adalah belajarlah menawar walau bahasa tidak mengerti.

[caption id="attachment_382113" align="alignnone" width="640" caption="Salah satu penjual makanan yang menggelar dagangan di tepi jalan (dok.pri)."]

14183509912064960717
14183509912064960717
[/caption]

Sepanjang jalan ada tempat kusus yang digunakan para pedagang makanan menggelar dagangannya. Bisa disebut ini adalah PKLnya Thailand, namun tak seperti kebanyakan di tanah air. PKL di sini lebih tertib, bersih, ramah, dan yang pasti ada yang cantik. Aneka jenis makanan yang menggiurkan dan menggoyang lidah diperjual belikan dengan harga yang murah. Bisa membayangkan satu potong besar daging dihargai hanya 40bhat dan bisa langsung dimakan di tempat. Bisa dikatakan di sinilah salah satu surga kuliner jalanan yang murah meriah dan yang pasti enak.

[caption id="attachment_382114" align="alignnone" width="640" caption="Kepiting kecil-kecil yang kadang tidak ada nilainya disulap menjadi panganan yang memikat (dok.pri)."]

14183510551965682261
14183510551965682261
[/caption]

Saya tertarik pada aneka jenis seafood yang dijajakan. Yang menjadi ketertarikan saya adalah variasi jenis masakan dan tampilan, walau dari jenis yang sama namun para pedahang di sini bisa mengalihrupakan menjadi lebih beragam. Dari rajungan atau kepiting yang berukuran kecil-kecil disulap menjadi penganan yang gurih dan renyah, dan bisa memakan cangkangnya bulat-bulat. Adapula cumi-cumi yang di suir-suir tipis dan dikeringkan mirip ikan asin, namun bisa langsung di makan yang dihargai 60bhat untuk 100gramnya. Saya cukup menjadi juru cicip saja dengan mengambil sampel yang di sediakan. Jika ingin kenyang, maka cobalah semuanya sampel dan jangan lupa bawa nasi putih.

[caption id="attachment_382116" align="alignnone" width="640" caption="Cumi-cumi yang dibuat mirip ikan asin dan bisa langsung dimakan memaksa saya merogoh dompet unuk menebusnya (dok.pri)."]

141835123394590643
141835123394590643
[/caption]

Jalanan di sini memang surganya kulianer jalanan yang murah meriah dan menggiurkan. Jika ada yang tidak berkenan dengan babi atau sejenisnya yang dianggap haram, masih banyak pilihan dan mereka berani menjamin halal. Setiap makanan yang dijajakan selalu diberi label dan harga sehingga jika tak mengerti bahasa Thailand, Mandarin atau Inggris cukup tunjuk saja lalu bayar selesai perkara. Jika tak mengerti berapa jumlah harga, maka pedagang akan menunjukan harga dengan mengetikan angka di kalkulator.

[caption id="attachment_382115" align="alignnone" width="640" caption="Pedangan selalu memberikan label jenis makanan dan harga, sehingga pengunjung bebas memilih (dok.pri)."]

141835111420191064
141835111420191064
[/caption]

Angin apa yang membawa saya pada seoang gadis penjual jagung bakar seharga 10bhat. Saya dipersilahkan duduk di kursi yang disediakan dan dia nampak sibuk membakar jagung. Saya mengamati wajahnya yang putih bersih, pipi merona merah  nampak cantik dan nampak keringat yang menetes karena hawa panas dari tungku pembakaran. Saya teringat film Thailand yang berjudul "Crazy Little Thing Called Love" dan membayangkan saya bisa bermain sepak bola lalu memutuskan menjadi fotografer. Lamunan saya sirna manakala gadis tersebut menyodorkan sebuah jagung bakar dan saya meminta satu lagi sambil terus memandangi wajahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun