Agar mineral-mineral berharga tersebut bisa mengapung ditambahkan alkohol yang dicampur methyl eter sebanyak 15-20 gram/ton bijih. Penambahan zat-zat organik tersebut berguna untuk mengubah sifat mineral tembaga sulfida dan emas menjadi hidrofobik atau tidak suka dengan air, sehingga akan berikatan dengan gelembung udara/oksigen yang dipompakan. Lain halnya dengan bahan-bahan yang yang tidak di ambil akan bersifat hidrofilik/suka dengan  air maka akan mengendap yang dinamakan tailing. Proses pemisahan mineral yang sangat sederhana walau dalam konstruksi pengolahan yang rumit, karena are yang sangat luar dan pipa-pipa yang begitu rumitnya.
[caption id="attachment_393824" align="alignnone" width="640" caption="Ruang kendali yang selalu memantau produksi 24 jam sehari (dok.pri)"]
Dalam proses pengolahan bijih, semua dipantau dalam ruang kendali yang sudah terintegrasi dengan komputer. Semua ore yang masuk, kecepatan penggilingan, penambah air laut dan air tawar, penambahan bahan pemisah dan pengumpul serta pengapung, monitoring kandungan mineral, out put tailing hingga pengiriman konsentrat bijih semua dikendalikan dalam ruang kendali. Ruangan ini selalu dipantau oleh beberapa petugas setiap saat selama 24 jam. Angka-angkar rumit dan simbol warna-warni selalu berkedip dan berubah, membuat para pegawai selalu awas dalam memantau proses produksi.
Pak Budi yang dari awal presentasi di dalam kelas sepertinya tak mau tanggung-tanggung menjelaskan. Usai berteduh sesaat dalam ruang kendali, lalu kembali di ajak turun menuju ruang pengolahan yang lain. ID Cardnya dipindai untuk membuka pintu yang setiap saat bisa meraung-raung suara sirine jika ada yang salah masuk, karena ada lokasi yang tidak sembarang orang bisa masuk, yakni lokasi monitoring mineral. Setiap saat mineral di sini dapantau dengan cara memindai dengan radio aktif, untuk melihat kandungan dan konsentrasi mineral yang di proses. Lambang radiasi nampak terpampang jelas, dan harus bekerja sesuai dengan SOP.
Tak berapa lama dia membuka kran tailing dan tangan menadah lumpur abu-abu tersebut. Saya diminta merasakan bagaimana lembutnya lumpur hasil pengolahan bijih. Namun yang membuat saya terkagum adalah di ijinkan memegang hasil pengapungan mineral berharga. Buih-buih berwarna kuning keperakan dan mengkilat bisa kami pegang dan dalam hati "bisa luluran emas".
[caption id="attachment_393825" align="alignnone" width="640" caption="Pipa tailing bergaris tengah 48"]
Hujan pun reda, namun kembali pak Budi meminta untuk melihat proses ini sampai akhir. Maka dibawahlah pada hal yang krusial yakni pembuangan limbah tambang, yang disebut tailing. Lumpur batu-batu ini dimasukan dalam pipa baja  sepanjang 6 km berdiameter 1.120 mm dengan ketebalan 9,4 mm dan dilapisi karet 20 mm. Untuk pembuangan tailing di dasar laut menggunakan pipa yang terbuat dari HDPE berdiameter 1.020 mm dengan tebal 110 mm yang penjangnya mencapai 3,2 km yang ditanam sedalam 120 m dibawah permukaan air laut.
Di area yang di sebut SWIS di bawah pohon kersen saya mencoba mengeringkan kamera saya yang masih basah dengan baju yang mulai mengering. Kamera belum kering, ajakan petugas pengolahan tailing tidak bisa saya tolak karena akan menunjukan bagaimana proses pengelolaan tailing berikut penyalurannya dalam palung laut di ngarai Senunu yang akan mencapai kedalaman 3.000-4.000 m dibawah permukaan air laut. Yang menarik lagi adalah proses pemanfaatan air laut yang dipakai untuk mengolah ore menjadi konsentrat, yakni dengan memompa air laut sejauh 6 km lebih ke atas bukit.
[caption id="attachment_393826" align="alignnone" width="640" caption="Gudang konsentrat yang siap untuk di kirim ke smelter (dok.pri)."]
Perjalanan hari ini diakhiri di gudang konsentrat, yang menyimpan bijih logam dalam bentuk serbuk. Lokasi ini berada di pelabuhan, agar memudahkan pemindahan dalam kapal laut yang akan membawanya ke smelter atau pengolahan untuk pemurnian logam. Berjalannya waktu, kamera sudah kering, embun sudah menghilang dan langitpun menuju senja "saya hanya bisa meratapi, kamera satunya masih mati".