ANCAMAN KONFLIK DI LAUT CHINA SELATANÂ
TERHADAP KEDAULATAN INDONESIA
Â
JAROT WICAKSONO
Â
PENDAHULUAN
Laut Natuna Utara, meski aspek legal penamaannya belum diakui secara internasional, telah digunakan dalam peta laut Indonesia yang diterbitkan Badan Informasi Geospasial (BIG) Sejak tanggal 14 Juli 2017[1] BIG sendiri merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang memiliki tugas pokok berupa pelaksana bidang informasi geospasial dilingkungan pemerintah termasuk didalamnya informasi geospasial dasar, informasi geospasial tematik dan infrastruktur informasi geospasial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[2]Â
Menurut Prashanth Parameswaran (Kolumnis Senior di The Diplomat, Anggota Program Asia di Wilson Center, dan Pendiri ASEAN Wonk newsletter) yang dilakukan Indonesia merupakan sebuah bentuk upaya atas dasar koridor Hukum Internasional sebagai penegasan kedaulatan pada Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia -- ZEEI disekitar Kepulauan Natuna.[3]
Kedaulatan telah menjadi sebuah permasalahan pasca Tiongkok melakukan upaya aktif atas klaim mereka pada sebagian besar Laut China Selatan (LCS) dimana Laut Natuna Utara secara norma Hukum Internasional sejak tahun 1958 merupakan bagian daripadanya (LCS).[4] Hal ini membuat terjadinya tumpang tindah klaim dimana banyak negara lain melakukannya meski tidak seluas Tiongkok.
 Indonesia meski bukan menjadi bagian negara-negara yang melakukan klaim atas LCS perlu tetap menegakkan kedaulatan atas dasar Hukum Internasional yang telah disepakati dan teguh padanya. Ada ancaman kedaulatan bagi Indonesia atas situasi ini. Sebagian ZEEI Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna bersinggungan dengan klaim yang dilakukan Tiongkok. Dalam rangka memastikan tetap tegaknya kedaulatan Indonesia, kekuatan matra laut menjadi salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dan diperkuat keberadaannya.