“Kita sementara berada di papan tengah. Tiga partai tradisional masih cukup mengakar. Yang kita bidik saat ini adalah suara kalangan akademisi dan eksekutif muda perkotaan.”
“Pedesaan?”
“Untuk wilayah Jawa dan Sumatera kita telah memperoleh beberapa titik. Tempat-tempat inilah yang akan kita gunakan sebagai lumbung suara. Anggota DPP bisa kita sebar di sana. Agar peluang kita masuk legislatif lebih besar Ketua,” lanjut Abraham, pemimpin biro statistik.
Berdasarkan hasil rapat, para anggota DPP ditempatkan pada titik-titik yang dinilai memiliki peluang besar. Badai dicalonkan oleh partainya di Kota asalnya. Dia pun segera bergeser. Hari-hari kampanye pun makin panjang, apalagi Rossa tetap di Jakarta menyelesaikan kuliah. Hubungan pun kerap dilakukan lewat telepon.
“Dik, setiap perjuangan, kita harus memberikan pengorbanan. Kamu tahu kan aku,” Badai coba memberi pengertian pada Rossa, saat mengantar dirinya di stasiun besar Gambir,”Ingat ya sayank, kita bertemu karena komitmen kita pada bangsa ini. Sekarang aku masih berjuang untuk itu.”
“Iya aku ngerti, kakak hati-hati ya di sana.” (bersambung)
Naskah ini pernah mengikuti lomba karya tulis Kemendikbud pada tahun 2010 dengan J Wicaksono selaku pengarangnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H