Â
Penduduk di bawah penatusan cukup mengetahui, bahwa pemimpin wilayah mereka tinggal di desa atau dusun tertentu. Sementara kadipaten, dengan luas kekuasaan hampir sepadan, biasanya memiliki sebuah kota sebagai pusat pemerintahan. Kota yang memiliki sarana serta prasarana dan dilengkapi aparat pemerintahan yang mengisi setiap jabatan yang ada. Pasukan Kadipaten memiliki struktur komando jelas dan berjumlah cukup besar terdiri dari jajaran kepolisian hingga kadang militer.
Â
Penatus-an sendiri tidak memiliki pasukan selengkap bupati (Pemimpin Kadipaten). Pasukan penatus-an hanyalah prajurit pasukan kawal keluarga serta penjaga ketertiban wilayah. Pimpinan prajuritnya hanyalah lurah-lurah prajurit. Tugas utama mereka lebih pada pengawalan dan ketertiban.
Â
Penatus Blambangan, pemimpin Wongso Wiroatmotjo memiliki garis keturunan Ningrat dari Puri Mangkunegaran, Surakarta. Leluhur mereka adalah salah satu putra dari Mangkunegaran III.
Â
Prapto kemudian tumbuh besar dilingkungan yang masih memegang teguh ke-biru-an darah, menjadi pembarep (Anak Pertama) bagi 8 orang adiknya yang kemudian terlahir belakangan. Prapto sejak awal disiapkan untuk menggantikan posisi ayahnya kelak. Kekayaan Sang Ayah tidak sedikit. Selain karena luasnya wilayah kekuasaan beliau, juga karena tanah Blambangan begitu subur. Abu Vulkanik yang berasal dari letusan Gunung Slamet yang berada di sisi utara, menjadi media penyubur tanah yang baik di wilayah Blambangan. Berbagai jenis hasil bumi unggulan banyak diproduksi di wilayah ini. Semuanya, pada saatnya akan menjadi milik Prapto.
Â
Sebagai keluarga ningrat dan pembesar di Blambangan, Prapto pun dapat memperoleh pendidikan lebih dibanding anak lain sebayanya. Menamatkan HIS (Hollandsch-Inlandsche School) atau sekolah dasar pada zaman penjajahan Belanda di Kota Banjarnegara, sebuah kota pegunungan asri yang dekat dengan wilayah kekuasaan Sang Ayah, Prapto melanjutkan pendidikan di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs berarti "Pendidikan Dasar Lebih Luas") di kota itu. Untuk jaman sekarang, MULO setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sebagai sebuah lembaga pendidikan kolonial, MULO menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar pendidikan.
Â