Krisis,Pembelajar dan Mandiri
Tulisan ini di dahului dengan nenjabarkan makna 3 kata kunci,yaitu;
1. Kata Krisis
   Krisis dapat diterjemahkan dengan saat genting atau masa gawat. Biasanya kata kritis ini dijumpai di bidang medis,terkait dengan kondisi pasien yang harus(tak dapat di tunda) untuk segera di tangani paramedis. Karena jika sudah terlambat tentunya bisa akibatnya fatal bagi pasien.
   Terkait dengan judul diatas,pemakaian kata kritis ini  memang terkesan hiperbolis disuguhkan pada seorang pasien ( baca: siswa), yang nota bene nya bergelar seorang pembelajar . Apakah memang sungguh situasinya  segawat itu? Apakah tindakan yang mestinya dilakukan pembelajar untuk keluar dari masalah itu? Atau jangan - jangan pasien tadi tidak menyadari bahwa dia dalam situasi kritis.
2. Pembelajar
   Gelar pelajar versus pembelajar,adalah  dua gelar yang memiliki makna yang berbeda. Gelar pelajar sangatlah mudah didapatkan. Apapun motivasi atau hasil yang didapatkan, tinggal masuk ke sebuah sekolah atau instansi pendidikan maka kita sudah sukses bergelar pelajar. Hasilnya ,seorang dikatakan pelajar adalah  ketika dia sedang mengenyam pendidikan. Setelah selesai, dia bukan pelajar lagi.
   Namun berbeda dengan gelar pembelajar. Seorang pembelajar perlu mencari sesuatu yang dipelajari. Tidak terkait dengan lingkungan institusi pendidikan,asalkan ada yang dipelajari maka dia sudah seorang pembelajar. Hasilnya,seorang dikatakan pembelajar maka dia adalah orang yang sedang atau telah mempelajari sesuatu. Sampai kapan pun,asalkan dia mempelajari sesuatu berarti dia adalah pembelajar. Sudahkah siswa siswa itu memiliki kesadaran,bahwa dia sesungguhnya  dituntut untuk menjadi seorang pembelajar yang baik?Â
   Ciri-ciri pembelajar yang baik :
1. Selalu membuat agenda belajar
  Agenda belajar akan membantu mengatur waktu dan materi apa yang harus dipelajari. Dengan demikian, akan lebih fokus dan konsentrasi dalam belajar.  Dan pastinya dengan agenda belajar, proses belajar yang dilakukan menjadi lebih efektif dan efisien.
2. Memiliki gaya belajar
  Anak mengetahui gaya belajarnya.  Apakah anak termasuk bertipe Visual yang suka melamun  ( seperti Alberth Einstein : Bahwa imajinasi lebih penting daripada ilmu pengetahuan ) , anak bertipe Kinestetik yang suka mencoba praktek ( seperti Thomas A Edison : Jenius adalah  1 persen imajinasi dan 99 persen prespirasi ), atau anak bertipe Auditiori yang tidak pernah berhenti bergerak dan berbicara ( Totto-Chan ). Dengan mengetahui gaya belajar, anak bisa menyesuaikan diri dengan materi yang ingin dipelajari.Â
3. Menghindari gangguan belajar
  Seringkali gangguan saat belajar menghambat proses penyerapan materi. Untuk memperoleh suasana belajar yang baik, hindari lah gangguan belajar yang mungkin terjadi. Aturlah waktu bermaain gadget, bermain sosial media, menonton tv dan game online.Â
3. Mandiri
   Dalam KKBI,kemandirian adalah kesiapan dan kemampuan individu untuk berdiri sendiri yang ditandai dengan mengambil inisiatif sendiri. Kemandirian menjadi keterampilan proses yang harus dimiliki anak . Jelas bahwa kemandirian adalah salah satu faktor pendukung keberhasilan belajar anak. Dengan kemandirian tentu akan melahirkan niat dan kemauan kuat untuk berusaha. Kegigihan dan kepercayaan diri juga diperlukan agar anak tidak memyerah saat berproses. Dan tentunya jangan lupa untuk terus berdoa pada Tuhan.Â
   Pembelajar Sejati
   Dalam masa pandemi ini, tentunya semakin tinggilah tuntutan buat guru dan orangtua buat perkembangan pendidikan anak. Guru dan orangtua harus konsisten mengiringi  langkah anak belajar. Karena semua pihak tentunya mendambakan anak yang profisiensi ( berpengetahuan dan berkemampuan).
   Terkait karakter, tugas guru dan orangtua bukanlah untuk membentuk karakter anak, tetapi membantu anak itu untuk menemukan karakter itu sendiri. Artinya guru  dan orangtua hanya membukakan pintu, si anak lah  yang harus berusaha untuk masuk. Memang tak dapat dipungkiri, selama ini masih sering ditekankan pada siswa adalah apa yang dipelajari( what a learn ) bukan bagaimana cara mempelajarinya ( learn to how to learn ).Â
   Memang dengan gelar pembelajar tadi,sudah seharusnya anak memiliki hasrat belajar yang tinggi dari dalam dirinya dan memiliki budaya cinta ilmu dalam hidupnya. Dua indikator karakter yang penting menilai seorang pembelajar. Kita menyadari sesuai dengan fitrahnya,setiap manusia memiliki keinginan untuk belajar. Hal ini terbukti dengan tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi sesuatu yang dia sukai.Â
Contohnya,anak diberikan kesempatan naik sepeda .Maka anak akan berusaha memainkan sepeda itu meskipun pada awalnya ada sebagian anak yang merasa rakut. Nemun secara naluriah anak akan mencobanya. Setelah merasa suka,anak akan terus mengeksplorasi kemampuan bersepedanya sehingga ia tidak tergantung dengan roda penyangga keseimbangan. Bahkan selanjutnya beragam gaya bersepeda dia kuasai.
   Anak yang tidak memiliki karakter diatas akan selalu mengandalkan stimulus dari luar untuk menggerakkan nya belajar. Jika tidak ada home learning,bila tidak diperintah guru,anak tidak belajar. Akibat dari semua ini adalah budaya menulis dan meneliti rendah. Bisa dipastikan tidak ada penemuan baru yang dihasilkan oleh generasi yang berkarakter seperti ini. Maka jadilah kita bangsa pembebek yang hanya selalu mengekor hasil temuan bangsa lain. Karena semua anak didik bukan menjadi pembelajar yang baik.  Tetapi anak yang hanya pandai membaca tetapi malas membaca jangan harap mau menulis.
Kesimpulan
  Pembelajar sejati adalah seorang yang senantiasa menuntut ilmu dan mengamalkannya dengan sepenuh hati dan penuh kesadaran,bukan karena terpaksa atau untuk meraih pujian. Menjadi pembelajar sejati adalah tantangan zaman bagi anak sekolah kini apalagi saat pandemi. Semoga kita menemukannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H