Mohon tunggu...
Muhammad Dharma Refa
Muhammad Dharma Refa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Seorang introvert yang terkadang banyak bicara

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Heidelberg

26 Desember 2021   18:35 Diperbarui: 28 Desember 2021   08:20 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Karya: Muhammad Dharma Refa)

Diserunya daku malam itu 

Dari kristal salju selamat datang terhaturkan 

Ah kumenggelugut, ah kubeku, ah bumi biru 

Kota ini, benua ini, berikut musim dinginnya 

Awal jumpaku dengan kota ini 

Terekam dalam kenangan putih itu

Kenangan itu

Suguhkan paragraf-paragraf kisah lalu 

Akan sedapnya cita rasa Döner Kebab

Nyaris menetes saliva ini jikalau terngiang

Tram-tram yang melaju pada relnya 

Mengangkut insan yang tak satu bahasa

Toko-toko dengan nama yang asing di telinga 

Rewe, Lidl, Netto, Kaufland serta kawanannya 

Pasar Natal berbalur tumpukan salju

Itulah kenangan termanisku

Ceritera lampau sang perantau 

Ribuan kilometer demi serumpun ilmu 

Hey, Heidelberg! Aku rindu  

Alangkah jelasnya

Tampangmu meski tak lagi kita bersua

Sungguh nyata rautmu walau tipu fatamorgana

Rentetan arsitektur tua pun kembali menyapa

Kepada Bismarckplatz awal langkahku berbicara 

Di atas Alte Bruecke biasa kutaksir kilau baskara 

Tak lupa sungai Neckar yang manja di mata

Schloss Heidelberg pun kerap siaga tuk kupuja 

Definisi jelita yang selaksa 

Hey, Heidelberg! Mari sekali lagi berjumpa

Perjalanan kesana kemari 

Sepanjang Hauptstrasse kutengok kanan dan kiri

Butik, cafe, kedai berjejer dengan rapi

Kadang kumampir untuk sebungkus roti

Dan pastinya mengabadikan momen diri

Pemandangan dari kaca bis di senja hari 

Alam serta rangkaian arsitektur dalam kolaborasi 

Romansanya lebih dari sekedar ugahari 

Hey, Heidelberg! Sapa aku lagi  

Oh, eloknya kisah lama 

Rasa ingin waktu kurantau mundur 

Hendak kuulang rapalan mantra pujaan itu 

Hingga temaram hati tak sisakan nestapa abadi

Rindu dan kenanganku tak hentinya bererupsi 

Cerminan cintaku akan kota ini 

Hey, Heidelberg! 

Aku rindu, mari sekali lagi berjumpa, dan sapa aku lagi 

Semimu, panasmu, gugurmu, dinginmu, kenanganmu 

Gemar sekali buncahkan pikiranku 

Sadarkah dirimu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun