Mohon tunggu...
Dharma Nauval
Dharma Nauval Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student of Public Health Faculty. University of Muhammadiyah Aceh

Amerta fiksi, tinggal sebuah diksi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bahaya Laten Malpraktik Pelayanan dan Kebijakan Kesehatan

7 April 2022   23:28 Diperbarui: 8 April 2022   15:41 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pelayanan Kesehatan yang dirasakan oleh masyarakat dan Kebijakannya atas memberikan pelayanan, mungkin bisa dikatakan sudah berjalan normal jika dilihat dari faktor eksternalnya. Namun, coba kita gali lebih dalam di sisi internalnya, kita akan menemukan banyak permasalahan dan kesalahan yang sengaja terbentuk dan dibentuk.

 Itu akan menjadi sebuah masalah yang besar dan menimbulkan dampak buruk terhadap pelayanan kesehatannya, hal ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor Malpraktik.

Secara spesifik malpraktik medik dapat digambarkan sebagai seorang dokter yang melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan, atau tidak memenuhi pedoman yang ditetapkan menurut standar pelayanan dalam melakukan tindakan medis.

Pasal 55 ayat (1) UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan: "setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan

Insiden Malpraktik di dalam aspek kesehatan ini sangatlah fatal dampaknya atas kinerja terhadap pelayanan yang diberikan kepada konsumen/ pasien. Jika dicontohkan, dimana profesi dari seorang dokter itu digantikan oleh yang bukan dokter. Apakah itu tidak menjadi sebuah kesalahan yang fatal? Bagaimana dampaknya terhadap pasien yang menerima pelayanan kesehatan tersebut?

Justru sangatlah celaka, dimana pengobatan yang seharusnya dilakukan oleh dokter, ini malah digantikan dengan kinerja dari profesi yang bukan dokter. Bisa jadi, akan timbulnya komplikasi atas penyakit yang di derita.

 Contohnya seperti pasien OP Abdomen, dimana itu harus dilakukan oleh Dokter Bedah, bukan perawat atau dokter umum. Nah, bagaimana jika OP itu dilakukan oleh seseorang yang bukan dokter bedah? Apakah bisa diyakinkan bahwa pasien OP akan baik-baik saja? Tidak!

Jika hal tersebut terjadi siapa yang akan bertanggung jawab? Apakah ini sepenuhnya kesalahan kinerja dari seseorang yang bukan dokter tadi? Ini berkaitan dengan atasan. Dimana, kinerja yang buruk dari seorang yang bukan dokter tersebut tidak akan terjadi apabila atasan dari kebijakan pelayanan kesehatannya tidak membiarkan hal itu terjadi.

Itulah mengapa pentingnya seseorang harus berada dimana sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya masing-masing.

Terjadinya Malpraktik atas profesi Pelayanan Kesehatan tersebut dikarenakan oleh kebijakan kesehatannya yang tidak rapi dalam menata konsep sistem dan management atas kinerja dan tenaga kerja.

Banyak kita lihat pada beberapa Rumah Sakit, itu pimpinannya adalah seorang dokter, bukan seseorang yang ahli didalam bidang Administrasi Kebijakan Kesehatan atau tenaga Ahli Kesmas. Inilah muncul permasalahan kinerja dan buruknya proses stuffing terhadap tenaga kerja pada Pelayanan Kesehatan tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun