[caption caption="Kantor PT. Aisin Indonesia Cikarang"][/caption]Jakarta -Pengertian Eksekusi menurut M. Yahya H. adalah merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. (M. Yahya Harahap, S.H., Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, cet.3, (Jakarta:PT. Gramedia,1991), hal. 1).
Menurut Prof.R. Subekti adalah pelaksanaan suatu putusan yang sudah tidak dapat diubah lagi itu, ditaati secara sukarela oleh pihak yang bersengketa. Jadi di dalam makna perkataan eksekusi sudah mengandung arti pihak yang kalah mau tidak mau harus mentaati putusan itu secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan umum. Yang dimaksud dengan kekuatan umum adalah polisi bahkan kalau perlu militer (angkatan bersenjata) (lihat: Prof. R. Subekti, S.H., Hukum Acara Perdata, cet. 3, (Bandung; Binacipta, 1989) hal.130.)
Menurut Djazuli Bachar adalah Melaksanakan putusan pengadilan, yang tujuannya tidak lain adalah untuk mengefektifkan suatu putusan menjadi suatu prestasi yang dilakukan dengan secara paksa. Usaha berupa tindakan-tindakan paksa untuk merealisasikan putusan kepada yang berhak menerima dari pihak yang dibebani kewajiban yang merupakan eksekusi (Djazuli Bachar, S.H., Eksekusi Putusan Perkara Perdata, Segi Hukum dan Penegakan Hukum, hal. 6)
Menurut R. Supomo adalah hukum yang mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan hakim, apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyinya putusan dalam waktu yang ditentukan (Prof. Dr. R. Supomo, S.H., Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, cet. 9, (Jakarta :PT.Pradnya Paramita, 1986), hal 119).
Lalu bagaimana orang dapat tidak mematuhi Putusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan Hukum Tetap tetapi tidak mau mematuhinya ? Apakah orang ini bisa dikategorikan sebagai “Kebal Hukum” ?
Herlina Trisnawati adalah salah seorang direktur di PT. Aisin Indonesia yang rupanya merasa “kebal hukum”. Dan PT. Aisin Indonesia merupakan anak perusahaan sebuah Perusahaan Besar dan Terbuka yaitu PT. Astra Otoparts, Tbk. Apakah karena merasa bekerja untuk perusahaan sebesar PT. Astra Otoparts, Tbk. Inilah maka Herlina merasa kebal hukum ? mengapa dikatakan kebal hukum, karena hal ini dibuktikan dengan perbuatannya yang tidak mau segera mematuhi Putusan Pengadilan Negeri Bekasi No. 297/Pdt.G/2006/PN.Bks tanggal 29 Mei 2007 sebagai turut tergugat atas kasus pengelolaan limbah padat/scrub di PT. Aisin Indonesia.Herlina Trisnawati juga telah merendahkan Berita Acara Aanmaning/ Tegoran No. 01/Eks.G/2015/PN.Bks Jo. No.297/Pdt.G/2006/PN.Bks (In kracht van gewijsde) dengan tidak mematuhi Putusan Pengadilan Negeri Bekasi.
Sampai dengan Berita Acara Eksekusi No. 01/Eks.G/2015/PN.Bks Jo. No.297/Pdt.G/2006/PN.Bks disampaikan pada hari Kamis tanggal 20 Agustus 2015, pukul 13.20 WiB oleh Miskah ,S.H selaku Juru Sita Pengadilan Negeri Bekasidi dampingi oleh saksi – saksi yaitu Arifuddin dan Taryadi dan dibantu oleh YS. Muryono Anggota Polres Kabupaten Bekasi atas Perintah Ketua Pengadilan Negeri Bekasi yang menyatakan sebagai hukum (Alm.) Sulan adalah sah sebagai pengelola limbah padat/scrub milik PT. Aisin Indonesia, namun sampai saat ini juga tidak dipatuhi Herlina.
H. Muhammad Rifai, S.Sos mengatakan,” Mengapa upaya penegakan hukum di Indonesia masih lemah ya ? dari data dan fakta –fakta yang saya sampaikan jelas PT. Aisin Indonesia telah melakukan pelecehan hukum kok masih belum ada tindakan apa apa ? Malah PT. Aisin menggandeng pengelola limbah lain untuk melawan hukum, seperti PT. Makani, PT. Putra Kemuning dan CV. Logam Jaya ? “ Tanyanya.
[caption caption="Haji Muhammad Rifai, S. Sos (baju Putih) didampingi tokoh masyarakat madura seperti Haji Arifin, Haji Abu Siri, H. Abdul Manap, Mat Panjang, Mustaan sedang membicarakan Kasus PT. Aisin Indonesia"]
“Perlu diketahui juga bahwa kami tidak hanya sekedar membantu mengeluarkan limbah itu saja, namun tanggung jawab kami menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR) bagi PT. Aisin Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang UUPT yang menegaskan bahwa “Tanggungjwab sosial dan lingkungan adalah komitment perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”. Jadi Social responsibility dan environment responsibilty untuk mencapai sustainable economic development juga kami laksanakan, karena kami merasa bertanggungjawab sebagai mitra usaha yang baik, yang artinya bahwa selama kami bekerja sama dengan PT. Aisin Indonesia, kami tidak hanya mengeruk keuntungan bagi diri sendiri tetapi kami juga memperhatikan aspek sosial ekonomimasyarakat di sekililingnya” Terang H. Rifai kepada wartawan (22/11/2015).
“Saya merasa kecewa kepada Pimpinan PT. Aisin Indonesia yang telah menutup mata atas hasil jerih payah kami membangun suatu sinergi yang baik selama bertahun tahun itu. Kekecewaan saya bertambah besar ketika PT. Aisin Indonesia Automotive membuka cabang di kabupaten Karawang dan dengan semena-mena mencampakkan CV. Duta Samudra Biru Perkasa begitu saja dengan tidak melibatkan kami untuk mengelola limbah di PT. Aisin Indonesia Cabang Karawang, hal ini telah melanggar Amar putusan ke- 4Putusan Pengadilan Negeri Bekasi No. 297/Pdt.G/2006/PN.Bks tanggal 29 Mei 2007 yang menyatakan sebagai hukum para penggugat sah menurut hukum menggantikan Alm. Sulan sebagai pengelola limbah padat/scrub milik PT. Aisin Indonesia dan perusahaan lain dibawah koordinator turut tergugat (PT. Aisin Indonesia), karena pabrik yang di karawang adalah cabang dari PT. Aisin Indonesia Cikarang.