Mohon tunggu...
PURWALODRA
PURWALODRA Mohon Tunggu... Dosen - Bekerja di Yayasan Dharmadumadi

Sejak tahun 1990-an, menjelang selesai kuliah S1, ketika saya baru memasuki dunia filsafat tanpa batas, saya menganggap filsafat hanyalah sebuah mata pelajaran yang berat dan sulit dimengerti. Namun, seiring berjalannya waktu, saya menyadari betapa pentingnya belajar filsafat dalam membangun kedewasaan diri, merealisasikan cita-cita, dan mengakses energi positif dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini, saya memulainya dengan menghimpun potongan-potongan kehidupan yang pernah saya alami. Semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Belenggu Loyalitas

5 Juli 2023   13:41 Diperbarui: 5 Juli 2023   14:18 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Oleh. Wira Dharmadumadi Purwalodra.

Loyalitas yang melilit erat.
Mengikatku di tempat-tempat tak bertuan.
Memenjarakanku dari kejaran mimpi-mimpi,
tentang kenyataan.

Padahal aku hanya sekedar setia,
pada satu pintu yang masih tertutup rapat-rapat.
yang, mengabaikan semua panggilan dunia,
yang seringkali mempesona.
Dan tunduk pada segala aturan,
yang mencekik jiwa.

Apa ini benar-benar nyata ?
Bertahan di dalam penjara yang aku pilih sendiri.
Terkurung dalam zona nyaman yang kaku.
Tanpa ruang untuk tumbuh dan bereksplorasi.

Ada saja, yang bergembira, meski tak ada lagi jendela.
Mengejar impian yang diciptakan sendiri.
Sementara, kebebasan masih terbelenggu.
Aku bertanya-tanya, mengapa aku masih mematung disini ?

Aku terjebak aturan-aturan palsu.
Meski, aku hanya takut pada diriku sendiri.
Loyalitas seringkali menjadi belenggu,
ironisnya tak lagi ada kesetiaan yang sejati.
Dan, perlahan-lahan, mencuri jiwa dan gairah,
hidup semakin merana.

Hari-hari menjadi hampa dan kosong.
Setiap detik yang kulewati dengan setia.
Terus saja, mencari kebebasan sejati.
Adakah loyalitas akan tetap kokoh,
di bawah cahaya mentari sanubari ?!

Mungkin saatnya aku melangkah,
menjauh dan memaafkan diri sendiri,
dari belenggu ketaksadaran diri,
yang membatasi,
yang selalu mengejar impian-impian palsu,
yang sebenarnya terkunci.

Aku inginkan keberanian, tanpa gundah.
Aku inginkan keyakinan, tanpa bimbang.
Merajut risiko dan mengejar mimpi sejati.
Bebaskan diri dari batas-batas lahiriah,
yang terus membelenggu.
Temukan hidup yang sesungguhnya.

Kini kuputuskan rantai loyalitas,
Kuporak-porandakan belenggu.
Tak ada lagi penjara, siksa, maupun derita.
Bebaskan diri dari ketaksadaran,
menjalani hidup tanpa nafas buatan.
Keberlimpahan atas nama, Maha cinta.
Laa maujuda ilallah, wa laa ma'buda Ilallah.

Bekasi, 5 Juli 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun