Mohon tunggu...
PURWALODRA
PURWALODRA Mohon Tunggu... Dosen - Bekerja di Yayasan Dharmadumadi

Sejak tahun 1990-an, menjelang selesai kuliah S1, ketika saya baru memasuki dunia filsafat tanpa batas, saya menganggap filsafat hanyalah sebuah mata pelajaran yang berat dan sulit dimengerti. Namun, seiring berjalannya waktu, saya menyadari betapa pentingnya belajar filsafat dalam membangun kedewasaan diri, merealisasikan cita-cita, dan mengakses energi positif dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini, saya memulainya dengan menghimpun potongan-potongan kehidupan yang pernah saya alami. Semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Memaknai Singgasana pada Novel

28 Juni 2023   00:34 Diperbarui: 28 Juni 2023   00:37 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Memaknai Sebuah Singgasana, Pada Sebuah Novel

(27 Juni 2023)

Sebuah narasi sastra merupakan salah satu bentuk karya sastra yang berfokus pada penyampaian cerita atau narasi. Naskah narasi sastra seringkali mengandung unsur-unsur seperti tokoh, alur, setting, dan konflik yang diatur dalam sebuah cerita yang utuh.

Ketika sebuah karya sastra bercerita tentang singgasana, maka hakekatnya adalah esensi dari sebuah simbol perilaku kehidupan manusia di muka bumi ini. Singgasana dapat diartikan sebagai kursi atau tahta tempat seorang pemimpin duduk. Namun, dalam konteks narasi sastra, singgasana seringkali melambangkan kekuasaan, keagungan, atau kedudukan yang tinggi.

Singgasana seringkali menjadi simbol penting bagi perilaku manusia, yang merepresentasikan kekuatan dan otoritas tertinggi. Karena, singgasana sering digambarkan sebagai tempat di mana seorang raja atau ratu memerintah dan mengambil keputusan. Secara simbolis, singgasana juga mencerminkan hirarki sosial dan politik, serta pengaruh yang dimiliki oleh pemimpin. Dalam beberapa cerita sastra, singgasana menjadi pusat konflik atau pertarungan kekuatan. Gagasan untuk merebut atau mempertahankan singgasana dapat menjadi penyebab terjadinya intrik, pengkhianatan, atau pertumpahan darah. Dalam cerita ini, singgasana juga melambangkan ambisi dan keserakahan manusia yang berusaha mendapatkan kekuasaan.

Hakekat singgasana tidak hanya terletak pada bentuk fisiknya, tetapi juga pada kekuasaan, kehormatan, atau tanggung jawab yang ada di balik singgasana tersebut. Singgasana tidak hanya merupakan tempat duduk seorang pemimpin, tetapi juga simbol dari nilai-nilai dan kewajiban yang melekat pada jabatan tersebut. Singgasana memiliki makna dan simbol yang kaya dalam konteks narasi sastra. Beberapa makna dan simbol singgasana yang sering ditemukan dalam karya sastra :

  • Kekuasaan:  Singgasana sering kali menjadi simbol kekuasaan dan otoritas. Singgasana mencerminkan kedudukan yang tinggi dan pangkat yang diemban oleh seorang pemimpin. Singgasana sering digambarkan sebagai pusat kekuatan dan tempat pengambilan keputusan yang penting.
  • Prestise dan Kehormatan: Singgasana juga melambangkan prestise dan kehormatan yang melekat pada jabatan seorang pemimpin. Dalam narasi sastra, singgasana sering dihiasi dengan hiasan-hiasan indah dan mahal, menunjukkan status tinggi dari orang yang mendudukinya. Hal ini juga mencerminkan penghormatan yang ditunjukkan oleh anggota masyarakat terhadap pemimpin mereka.
  • Kewajiban dan Tanggung Jawab: Singgasana juga melambangkan tanggung jawab dan tugas yang melekat pada seorang pemimpin. Singgasana adalah tempat di mana pemimpin harus mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan rakyatnya. Oleh karena itu, singgasana mencerminkan beban dan kewajiban yang harus dipikul oleh pemimpin.
  • Konflik dan Keinginan: Singgasana sering menjadi sumber konflik dalam narasi sastra. Keinginan untuk merebut atau mempertahankan singgasana dapat memicu intrik, pengkhianatan, atau pertumpahan darah. Singgasana mencerminkan ambisi manusia dan hasrat untuk meraih kekuasaan.
  • Kehilangan dan Keruntuhan: Singgasana juga dapat melambangkan keruntuhan, kehilangan, atau kerugian. Dalam cerita sastra, kehilangan singgasana dapat menjadi simbol dari kejatuhan seorang pemimpin atau keruntuhan sebuah kerajaan. Singgasana yang kosong atau ditinggalkan juga dapat mencerminkan penurunan kekuasaan dan hilangnya pengaruh.

Dalam narasi sastra, makna dan simbol singgasana dapat bervariasi tergantung pada konteksnya. Namun, secara umum, singgasana mencerminkan kekuasaan, status, kewajiban, ambisi, serta kehilangan yang terkait dengan posisi kepemimpinan. Selanjutnya, simbolisasi kekuasaan sebagai singgasana telah memiliki akar sejak zaman kuno. Ada beberapa alasan mengapa kekuasaan sering kali disimbolkan sebagai singgasana dalam berbagai budaya dan karya sastra, antara lain :

  • Aspek Fisik yang Menonjol: Singgasana, sebagai kursi atau tahta yang besar dan mewah, secara fisik mencolok dan mudah dikenali. Ukurannya yang besar dan desain yang menonjolkan kenyamanan dan kewibawaan memberikan kesan visual yang kuat dari kekuasaan tersebut. Singgasana dengan hiasan-hiasan indah dan bahan yang mahal juga melambangkan kemewahan yang dikaitkan dengan kekuasaan.
  • Representasi Spiritual: Singgasana sering kali dikaitkan dengan kekuatan spiritual atau keilahian. Sebagai tempat duduk seorang pemimpin, singgasana dapat dianggap sebagai tempat pemimpin menjadi perantara antara manusia dan kekuatan gaib atau tuhan. Singgasana juga digambarkan sebagai tempat di mana pemimpin diberikan wawasan atau keputusan yang ilahi.
  • Kontinuitas dan Stabilitas: Singgasana sering dianggap sebagai simbol kontinuitas dan stabilitas kekuasaan. Sebuah singgasana mewakili bahwa sebuah takhta atau jabatan kepemimpinan tidak hanya milik satu individu, tetapi merupakan simbol jabatan itu sendiri. Singgasana juga mencerminkan warisan kekuasaan yang dapat diwariskan dari generasi ke generasi, menegaskan kesinambungan dan stabilitas institusi kekuasaan.
  • Sentralitas dan Fokus: Singgasana sebagai pusat perhatian dan fokus dalam ruangan atau kerajaan mencerminkan sentralitas kekuasaan. Singgasana adalah tempat di mana keputusan penting diambil dan tindakan yang mempengaruhi banyak orang ditentukan. Ini menunjukkan bahwa kekuasaan memiliki peran yang dominan dan sentral dalam menjalankan suatu sistem.
  • Status dan Kedudukan: Singgasana mencerminkan status dan kedudukan yang tinggi dari seorang pemimpin. Dalam banyak budaya, tempat duduk di singgasana adalah hak istimewa dan simbol kewibawaan yang tinggi. Masyarakat menghormati dan mengakui otoritas pemimpin melalui penempatan mereka di atas singgasana.

Simbol singgasana diatas, akan menjadi sebuah tema cerita Novel  Sejarah Organisasi, dimana karya sastra Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang panjang dan berbentuk prosa naratif. Beberapa contoh karya sastra novel yang terkenal, antara lain:

  • "Pride and Prejudice" oleh Jane Austen: Novel klasik ini menggambarkan kehidupan masyarakat kelas menengah pada awal abad ke-19 di Inggris. Ceritanya berpusat pada tokoh utama Elizabeth Bennet yang mencoba mengatasi prasangka dan menemukan cinta sejati.
  • "To Kill a Mockingbird" oleh Harper Lee: Novel ini mengangkat tema rasisme dan ketidakadilan di Alabama, Amerika Serikat, pada tahun 1930-an. Cerita ini diceritakan melalui sudut pandang Scout, seorang anak yang belajar tentang keadilan dan penderitaan melalui kasus hukum ayahnya.
  • "One Hundred Years of Solitude" oleh Gabriel Garcia Marquez: Novel ini adalah karya sastra dunia yang termasuk dalam aliran realisme magis. Menggambarkan kehidupan keluarga Buendia di Macondo, kota fiksi yang menampilkan unsur-unsur ajaib dan menggabungkan realitas dengan mitos.
  • "1984" oleh George Orwell: Novel distopia ini menggambarkan masyarakat yang diperintah oleh rezim otoriter yang memantau dan mengontrol setiap aspek kehidupan. Membahas isu-isu seperti kebebasan individu, cenzur, dan manipulasi informasi.
  • "The Great Gatsby" oleh F. Scott Fitzgerald: Novel ini mengangkat tema kemewahan, cinta, dan kebuntuan mimpi Amerika. Ceritanya berpusat pada tokoh Jay Gatsby yang kaya raya tetapi mencoba merebut kembali cinta masa lalunya.
  • "Harry Potter" series oleh J.K. Rowling: Serial novel fantasi ini mengisahkan petualangan Harry Potter, seorang anak penyihir yang berjuang melawan kekuatan jahat. Novel ini mencakup tema persahabatan, keberanian, dan pertempuran antara kebaikan dan kejahatan.

Deskripsi tentang singgasana dan beberapa contoh karya sastra novel yang terkenal diatas dapat ditelusuri dalam berbagai genre, seperti: roman, fiksi ilmiah, fantasi, sejarah, dan banyak lagi. Tentu saja, setiap novel memiliki keunikan dan membawa setiap pembaca pada dunia yang berbeda, dengan alur dan karakter yang menarik. Wallahu A’lamu Bishshawwab.

Bekasi, 27 Juni 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun