Mohon tunggu...
Cerita Doktor Dharma
Cerita Doktor Dharma Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIE Satya Dharma Singaraja, Bali

Ada benci dan cinta, siapa menang? Yang sering engkau beri makan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Yang Tidak Mati

26 Januari 2025   06:30 Diperbarui: 24 Januari 2025   07:12 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak Mati (Sumber: Pinterest, M)

Detik-detik kecerdasan buatan memamerkan taringnya, kenyataan makin keji, memaksa otak bertumbuh. Walaupun peot, kekhawatiran mesti disulap, kesalahpahaman diluruskan.

Pukul sembilan pagi, diri menghadap tuannya. Katanya, "Yang tuan impikan sudah melek. Era kejujuran dipelupuk mata, berkedip teratur, sebentar lagi menantu tiba. Sayembara visioner digandrungi, keberuntungan sedang berpihak dan menaungi."

Sebagai tuannya, pikiran merasa riang sambil memoles tampang polosnya, dan berkata: "Adakan upacara penyambutan, tugaskan ketakutan memberangus kebodohan yang masih membandel. Jangan lupa, perintahkan fiksi, satire, dan metafor sebagai intelijen, agar pikiran dungu mekar. Hanya dengan begitu, pikiran melampaui pikiran sebelumnya. Bila tidak, kemusnahan permanen menanti."

Kiranya pikiran telah memenangkan dirinya. Tidaklah naif, karena gawenya memang untuk membangun, memelihara, dan menghancurkan sesuatu yang telah ada sebelumnya. Begitulah pikiran merekayasa pikirannya sendiri.   

Pikiran

 Berang dengan data cembung dan cekung, pikiran lantas bertanya, apa yang paling mengherankan? Jawabnya, takut akan kematian. Dengan alasan ini, pikiran meroketkan dirinya. Terus, apa yang tidak pernah mati? Tentu, banyak orang bilang simbol, bagi diri jawabnya pikiran. Mengapa? Pikiran tiba sebelum materi.

Pikiran, sosok kontroversial yang tak kenal batas, sanggup melanglang buana. Ke depan, ke belakang, ke atas maupun ke bawah, bebas dan merdeka. Tidak salah bila dinobatkan sebagai biang kerok yang sanggup mensejahterakan bahkan membinasakan.

Dia teruji dari ordo ke ordo, tanpanya materi tidak berarti apa-apa. Dia asik diajak bertukar pikiran. Bila tidak, dia keselek di lorong gelap, dan itu tidak bijak. Begitulah pikiran bekerja dan berkembangbiak. Pendeknya, pikiran sebagai awal sekaligus akhir yang kompatibel. Mengingkarinya sama saja dengan membatukan diri.

Kini, semua pikiran hebat yang pernah ada telah disuntikkan ke otak, agar kesesatan dan cacatnya tidak terulang lagi, getih getah-nya menjalar dan menjulur.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun