Mohon tunggu...
Cerita Doktor Dharma
Cerita Doktor Dharma Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIE Satya Dharma Singaraja, Bali

Ada benci dan cinta, siapa menang? Yang sering engkau beri makan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sejarah Diri

21 Januari 2025   06:30 Diperbarui: 20 Januari 2025   12:51 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diri (Sumber: Pinterest, Cool Baby Blue)

Suatu senja indah, tibalah mereka di negeri tak bertuan. Mereka terpesona. Terbelalak menyaksikan kehidupan yang otentik, estetik, magis, dan religius. Sesuatu yang perawan. Nilai-nilai kepercayaan, budaya, pandangan hidup bersama dan adat istiadat menyatu dalam keseharian. Sun, sea, sex, and culture menjadi oromatiknya.

 

Sejak itu, diri dikenal sebagai tontonan yang mulai ramai dikunjungi. Seantero jagat memuji dan memujanya. Pelbagai gelar diberikan kepadanya, yang konon tersirat dalam catatan kuno terkait tanah, air, api, udara, dan angkasa. Efek akulturasi ini memperkaya kebudayaan dan bersumpah menjaga harmonisasi di antara manusia, alam, dan lingkungan.

Bertolak dari epos di atas pertukaran adalah mesin alamiah yang bertugas untuk meningkatkan kualitas diri. Mengapa? Karena pada dasarnya diri adalah makhluk homo esparans sekaligus homo ekonomikus, yakni makhluk yang selalu berharap menjadi lebih baik melalui pertukaran.

 

Jalan Cerita

Setelah pikiran selesai mendesain materi, diri dihadapkan pada ketidakpastian yang mencekam. Diri memohon agar moral sebagai sumber pencarian material. Optimisme ini segera ditentang oleh dirinya sendiri yang meyakini bahwa material sebagai sumber perbaikan moral.

Keduanya kekeh dalam mengemukakan doktrin tentang kemakmuran. Saling gigit, yang akhirnya terombang-ambing di antara dengki dan balas dendam. Dengan cara ini kerja bangkit sebagai kegiatan dasar dalam beraktivitas. Kerjalah yang membedakan sekaligus menyatukannya. Niscaya kebahagiaan di dekap.

Keterikatan dan kepemilikan tersenyum, menyetujui syarat itu. Kemudian sangka kala pun mulai didaraskan dalam kisah kesatria ini. Sesekali kegembiraan muncul menyusun kenikmatannya. Seketika itu juga kesedihan menyusul dua kali lipat menata kemelaratannya.

Tradisi sudah lama mengisahkan kepiluan ini dengan jalan dharma. Peziarahan ke kuil-kuil suci dilakoni. Upacara pengorbanan di gelar. Namun, perang tak terelakkan juga. Setelah tradisi rada sekarat, modernisasi muncul, dan mengajarkan bahwa definisi kerja sebagai kegiatan dasar harus ditelaah kembali. Bila dulu kerja sebagai input dan investasi, kini kerja sebagai norma bahkan kerja adalah persembahan.

Karena keegoan memikat hati, akhirnya kerja mengasingkan diri ke hutan lebat bersama kemalasan. Saling tuding pun terjadi. Hubungan kerja pecah, perjanjian kerja terabaikan. Serta merta kegelapan pun melanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun