Apa yang paling cepat? Pikiran. Karena yang paling lambat, kebodohan.
"Apa yang membuatmu bersinar? Lentera diri. Tidak menyilaukan namun menyejukkan."
Apa yang menyelamatkanmu dari mara bahaya? Keberanian. Karena ketakutan menghantui suksesmu. Raih, dekap, dan lampauilah.
"Apa yang membuatmu bijak? Bersetubuh dengan kebijaksanaan. Karena bijak ditempa oleh ketaatan akan kesalehan."
Apa yang paling mulia? Ibu. Karena ibu mengajari keadilan sejak janin dalam kandungan.
"Apa yang paling berbahaya? Otak dilanda dengki. Karena kedalamannya tak berujung."
Kehilangan apa yang membuatmu bahagia dan tidak sedih? Amarah. Karena amarah merusak perangai.
"Apa yang paling setia menemani? Kemauan belajar. Karena ketekunan mendampinginya."
Apa yang menemanimu kini? Kerja. Tanpanya kamu hanya kata benda. Alias mati.
"Apa yang menemanimu kelak? Kebajikan. Karena dia jalanmu."
Apa itu bahagia ? Buah dari kebaikan yang senantiasa mekar sebelum dan sesudah kebatilan.
"Apa yang harus ditinggalkan? Kesombongan, yang memaksa kepala menengadah, dan itu melelahkan. Sapulah lantai yang mengajarimu menunduk."
Apa yang membuatmu kaya? Dengan menanggalkan hawa nafsu. Dengannya hati lapang.
"Apa yang paling mengherankan? Takut akan kematian. Siapkan diri untuknya."
Deretan pertanyaan dan jawaban di atas, secuil dari ebook Tasbih dan Bandit, cerita doktor dharma di Atap Bali, bahwa seluruh perselisihan bukanlah masalah melainkan solusi. Dikatakan demikian, karena kebaikan tidak ada hubungannya dengan kejahatan. Selaras di antara keduanya adalah jalan terbaik. Terbaik di antara yang baik dan yang terburuk.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI