Mohon tunggu...
Cerita Doktor Dharma
Cerita Doktor Dharma Mohon Tunggu... Dosen - Ada benci dan cinta, siapa menang? Sering engkau beri makan

Setiap orang punya bukunya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tangga Sulit, Bermanfaat

10 Januari 2025   17:25 Diperbarui: 10 Januari 2025   17:25 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fiji, Sekumpul, dan Hidden Waterfall membentang seperti urat nadi kehidupan di Desa Lemukih Kabupaten Buleleng. Dikatakan begitu, karena distribusi airnya didaraskan hingga lima desa. Sepanjang jalan, nampak senyum gadis mungil, sapaan santun orang tua, dan tawa jejaka, yang dipadu dengan kelak-kelok teras siring yang menghubungkan kehangatan warga dengan keagungan bukit Cemara Geseng.

Rumah-rumah penduduk berwarna-warni berdiri di atas tebing terjal yang menghadap ke laut, sementara bukit-bukit membentang sangat dekat di pelupuk mata. Pohon cengkeh, durian, dan manggis menguning, diimbangi enaknya bakso dan ayam bakar Kedai Amertha Ayu.

Saya dan kesebelas mahasiswa berkesempatan menikmati pesonanya. Sungguh perjalanan jauh namun bermanfaat. Kami start pukul enam pagi, berkendara metic, berhelm, dan bersandal. Tiba di parkiran kira-kira pukul setengah delapan. Kami menjajaki tangga spiritiual, setapak demi setapak, kaki kami sentuhkan ke bumi. Ikatan emosi kaki dengan tanah nampak lekat.

Tangan kami benamkan di air, kaki kami satukan dengan tanah, kepalan kami temalikan dengan kepalan lainnya, mulut kami senyumkan dengan keriangan, rambut kami basahkan dengan sejuk, makanan kami bagikan dengan rekan, nafas kami atur dengan jantung, dan capek kami bayar dengan dahaga.  

Perjalanan ini, kami beri judul "napak spiritual", sebagai wujud mata kuliah manajemen spiritual di kampus STIE Satya Dharma Singaraja. Perlu diingat, spiritual adalah kurikulum autentik, ke mana pun kita menjelajah, spiritual mengekspresikan pikiran dan emosi kepada lingkungan, di mana kita lahir, hidup, dan bermukim. Dikatakan begitu, karena spiritual adalah panggilan peradaban.

Dua jam kami jelajahi ketiga air terjun, bebatuan kami terjang, jembatan kami simponikan dengan jepretan kamera, berkelol-kelok seperti tangga kehidupan. Naik dan turun. Syukuri dan nikmati. Kami berjalan seperti semut. Ini jejak spiritual kami, kata kesebelas mahasiswa saya.

Rasa takut kadang hinggap, kami sadar, ketakutan adalah awal hidup manusia, dengannya kami tegak dan lurus, itulah spiritnya. Spiritual adalah kisah kuno di alam semesta yang sudah mapan. Resepnya, kemungkinan kekecewaan sangat kecil, tatkala anda berbaur dengan spiritual sebagai pikiran alam.

Spiritual memerangi ketidakpastian masa depan dan sangat legendaris sebagai perjalanan ke dalam diri. Ini tidaklah mudah bagi kalangan mahasiswa untuk menyematkannya ke dalam mata kuliah. Tantangan baru tiba, tugas kami untuk menyelesaikannya, yang bakaln tidak pernah selesai, dengan itu spiritual dikenang dan diabadikan sebagai tangga hidup yang keras bukan kasar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun