Dibuangnya ember yang sedari tadi ia genggam secara sembarang. Sementara ia, menjatuhkan tubuh di air yang mengalir sebelum akhirnya mendapat ide mengumpulkan batu-batu dan meletakkannya di tengah-tengah sungai. Sehingga, air bertumpukkan dan seolah menjadi kolam renang.
"Yes, akhirnya jadi kolam renang," ucapnya girang.
Araa menikmati jernihnya air sungai yang mengalir pelan. Ia loncat-loncat dan kembali menjatuhkan tubuh mungilnya. Berenang sesuka hati. Ah, bukan. Bukan berenang, gadis kecil itu hanya merangkak. Sesekali merentangkan kedua tangan seolah benar-benar sedang berenang.
Sang ibu yang sedari tadi sibuk mencabut rumput-rumput yang menghalangi pertumbuhan padi, kembali menyerukan mana Araa.
"Araa!" Seruan itu masih terdengar jauh.
"Araa! Kenapa lama sekali?" Kemudian menjadi lebih dekat.
"Araa!" Hingga akhirnya semakin dekat.
Namun, panggilan sang ibu tak ia hiraukan. Berbeda jika ayah yang memanggil. Gadis itu akan langsung menghampiri. Disebabkan ayah terkenal galak. Untungnya, laki-laki yang disbutnya ayah, sedang berburu madu. Ya, pekerjaan itu menjadi mata pencaharian keluarga tersebut.
"Ibu mau ke kampung. Kamu jaga ladang, ya?! Jangan lama-lama di sungai."
Seketika Araa bangkit. Mata bening itu menatap ke arah sumur dan sekitar.
"Di mana embernya?"