Mohon tunggu...
Dhany Wahab
Dhany Wahab Mohon Tunggu... Penulis - Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

IG/threads @dhany_wahab Twitter @dhanywh FB @dhany wahab Tiktok @dhanywahab

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Muhasabah Pemilu 2024

13 Mei 2022   14:40 Diperbarui: 14 Mei 2022   00:28 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahapan Pemilu 2024 secara resmi akan dimulai, tepatnya pada 14 Juni 2022. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 167 ayat (6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebut bahwa tahapan penyelenggaraan pemilu dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara.

Seperti diketahui pada 31 Januari 2022, KPU RI telah menerbitkan Keputusan Nomor 21 Tahun 2022 yang menetapkan hari Rabu tanggal 14 Februari 2024 sebagai hari Pemungutan Suara pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Rakyat Kabupaten/Kota serentak tahun 2024.

Pasca penetapan jadwal pemungutan suara, sejumlah elit pimpinan partai politik dan menteri justeru menyuarakan usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi. Dalihnya karena Pemilu 2024 berpotensi merusak prospek ekonomi yang kini mulai membaik pascapandemi Covid-19. Selain itu transisi kekuasaan setelah Pemilu biasanya membuat kondisi ekonomi tak menentu dan dikhawatirkan terjadi eksploitasi ancaman konflik saat pemilu.

Kontan saja wacana tersebut menimbulkan kegaduhan ditengah publik. Koalisi masyarakat sipil menyebut gagasan penundaan Pemilu 2024 mencerminkan inkonsistensi partai atas keputusan politik yang sudah dibuat, mencerminkankan pragmatisme politik kepentingan partai, serta menunjukan rendahnya komitmen partai politik untuk menjaga dan menegakan prinsip-prinsip demokrasi.

Penundaan Pemilu 2024 akan mengancam proses demokrasi Indonesia dan berpotensi memunculkan kepemimpinan otoritarian. Selain itu, usulan tersebut justru mencederai amanat reformasi Indonesia dan memantik kemarahan publik.

Presiden Jokowi meminta jajarannya menyampaikan kepada publik bahwa jadwal pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak sudah ditetapkan agar tidak muncul isu lain seperti adanya upaya penundaan pemilu di masyarakat. 

Hal ini ditegaskan Jokowi saat memimpin rapat terbatas yang membahas tentang persiapan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 di Istana Kepresidenan Bogor, pada Minggu, (10/4/2022).

Kekinian saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (9/5/2022), Presiden Jokowi menegaskan kembali tahapan Pemilu 2024 akan segera dimulai.

Presiden meminta jajarannya fokus menyelesaikan tugas masing-masing dan menekankan agar sejumlah agenda strategis nasional yang menjadi prioritas bersama harus terselenggara dengan baik. 

Presiden Jokowi juga ingin Pemilu 2024 berjalan dengan baik tanpa gangguan.

Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 merupakan tahapan yang penting dan strategis bagi pembangunan demokrasi di tanah air. Dalam sejarah Republik Indonesia, Pemilu 2024 merupakan gelaran pesta demokrasi yang ke-13 sejak pemilu pertama berlangsung pada tahun 1955. 

Sedangkan pada orde reformasi, penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 akan menjadi sejarah baru yang pertama kali dilaksanakan pada tahun yang sama.

Pemilu 2024 ini penting terlaksana dengan lancar karena akan menentukan masa depan demokrasi Indonesia. Seluruh stakeholder harus memiliki komitmen yang kuat untuk memastikan pelaksanaan Pemilu bukan sekedar pemenuhan demokrasi prosedural. 

Biaya yang besar untuk penyelenggaraan pemilu harus dibarengi dengan tanggungjawab semua komponen bangsa untuk mewujudkan pemilu yang berintegritas demi tercapainya demokrasi substansial yang bertujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.

Sejak Pemilu tahun 2004, rakyat Indonesia selain memilih anggota legislatif juga berkesempatan memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Bahkan, pada tahun berikutnya kepala daerah seperti Gubernur, Bupati dan Walikota juga dipilih langsung oleh warga masyarakat. 

Harapannya dengan dipilih langsung oleh rakyat maka para pemimpin yang terpilih di semua level dapat menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sejak 2004 hingga 2021, tercatat ratusan pelaku korupsi yang berasal dari proses politik cukup mendominasi. Di antaranya 310 orang merupakan anggota DPR dan DPRD, 22 gubernur, dan 148 wali kota dan bupati. 

Biaya besar dalam proses politik menjadi salah satu pemicu seseorang melakukan korupsi untuk memperoleh penghasilan tambahan guna menutup pembiayaan tersebut.

Tantangan terbesar bagi bangsa Indonesia adalah mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang lebih murah dan mudah. 

Alokasi anggaran yang mencapai lebih dari 100 trilyun rupiah untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPD, anggota DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota rasanya menjadi sia-sia jika pemimpin dan wakil rakyat yang terpilih tidak mampu melepaskan diri dari perilaku koruptif.

Sesuai pasal 167 ayat (4) UU Nomor 7 Tahun 2017 tahapan penyelenggaraan pemilu meliputi (a). perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksanaan Penyelenggaraan pemilu; (b). pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih; (c). pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu; (d). penetapan Peserta Pemilu; (e). penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; (f). pencalonan Presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; (g). masa Kampanye Pemilu; (h). Masa Tenang; (i). pemungutan dan penghitungan suara; (j). penetapan hasil Pemilu; dan (k). pengucapan sumpah/janji presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

KPU merancang sejumlah langkah perbaikan yang diharapkan dapat diterapkan pada Pemilu 2024. Pemanfaatan teknologi informasi dengan menyiapkan berbagai aplikasi berbasis digital untuk memudahkan peserta pemilu, pemilih dan penyelenggara, seperti sistem informasi partai politik (sipol), sistem informasi pencalonan (silon), sistem informasi data pemilih (sidalih) dan sistem informasi rekapitulasi (sirekap).

Penyederhanaan desain surat suara agar lebih praktis dan aksesibel serta penguatan penyelenggara badan adhoc untuk menjamin transparansi dan kepercayaan publik.

Partai politik sebagai peserta pemilu dituntut untuk melakukan perubahan dalam tata kelola maupun rekrutmen kader yang akan diusung sebagai calon anggota legislatif. 

Sistem proporsional terbuka yang diterapkan dalam pemilu saat ini seolah menjadi 'pasar bebas' yang memicu 'perang terbuka' tidak hanya antar parpol tetapi juga antar caleg dalam satu parpol di dapil yang sama.

Praktik politik uang yang diharamkan dalam UU Pemilu justeru seolah menjadi hal yang lumrah untuk menggaet suara. Biaya besar yang dikeluarkan oleh kandidat diyakini menjadi penyebab praktik korupsi yang semakin merajalela.

Pemilih yang mempunyai hak suara selayaknya mendapat edukasi yang memadai agar dapat memilah dan memilih dengan penuh tanggungjawab. Kedaulatan pemilih saat berada dibilik suara mempunyai otoritas sepenuhnya dalam menentukan pilihan. 

Beragam cara maupun iming-iming yang ditawarkan oleh para kandidat tidak akan mampu menggoyahkan pilihannya secara rasional dan mandiri. 

Pemilih yang cerdas adalah sosok pribadi yang mampu menelaah secara cermat track record, kompetensi, kapasitas dan etikabilitas dari para calon pemimpin dan calon wakil rakyat.

Kita mungkin tidak mampu meniadakan modus 'politik uang' dalam setiap hajatan demokrasi karena 'jer basuki mawa bea' telah membudaya ditengah masyarakat. 

Bahkan, pada pemilihan kepala desa yang menjadi cerminan demokrasi langsung di Indonesia, perilaku menebar imbalan kepada pemilih sebagai 'uang bensin' atau 'uang cendol' lazim dilakukan untuk memobilisasi pemilih.

Menggugah kesadaran warga sebagai pemilih, bahwa 'politik uang' ibarat bujukan syaitan yang diciptakan Tuhan untuk menjebak manusia. Godaannya akan selalu ada dalam setiap pemilihan jabatan dan kekuasaan. 

Kita tidak akan bisa mengusir syaitan dari dunia, sama seperti kita tidak punya kuasa menghentikan praktik politik uang secara massif. Namun, kita masih bisa membentengi diri agar tidak tergoda rayuan syaitan untuk memilih calon karbitan yang tidak kita kenal asal usulnya.

Apakah Pemilu 2024 dapat memberikan jaminan kebaikan dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara? Tentu semua berpulang pada motivasi dan referensi pemilih saat menggunakan hak politiknya di bilik suara. 

Pemilih yang memilih karena uang atau imbalan akan menghasilkan wakil rakyat bermental pedagang, sebaliknya pemilih yang menentukan pilihan dengan penuh keikhlasan berpeluang melahirkan negarawan.

Apapun peranan kita dalam Pemilu 2024, baik sebagai pemilih, penyelenggara atau peserta pemilu (capres/cawapres dan caleg) marilah berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan. Taati aturan permainan dan jauhkan dari praktik menghalalkan segala cara untuk meraih kursi kekuasaan. 

Pemilu sebagai sarana bagi kita untuk melakukan evaluasi mandat politik yang diberikan kepada penguasa setiap lima tahun sekali. 

Pemilu adalah kesempatan bagi kita untuk memberikan penghargaan (reward) kepada parpol yang dapat dipercaya untuk dipilih kembali serta menjatuhkan hukuman (punishment) bagi parpol yang terbukti mengkhianati suara rakyat. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun