Mohon tunggu...
Dhany Wahab
Dhany Wahab Mohon Tunggu... Penulis - Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

IG/threads @dhany_wahab Twitter @dhanywh FB @dhany wahab Tiktok @dhanywahab

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Sederhana Sesuai Pancasila

16 Juni 2020   12:00 Diperbarui: 20 Juni 2020   08:29 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sebuah diskusi virtual bertema 'Menyoal RUU tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia' pada Selasa (9/6) muncul pertanyaan apakah demokrasi yang kita laksanakan sudah sesuai dengan sila ke-4 Pancasila?

Adakah pemilu telah menghasilkan wakil rakyat yang benar-benar membela kepentingan rakyat? Serta sejumlah pertanyaan lain yang intinya mengkritisi praktik demokrasi yang berlangsung selama ini di tanah air. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menyebut politik kita sudah sangat liberal jauh dari falsafah Pancasila dan melenceng dari cita-cita pendiri bangsa. Padahal jika kita merunut pada pemikiran ‘The Founding Fathres’ Soekarno Hatta, demokrasi kita lahir dari perlawanan imperialisme yang bermuatan kapitalisme dan sekularisme.

Pada masanya Mohammad Hatta menyebut demokrasi manipulatif yang mengatasnamakan rakyat tapi justeru menguntungkan kalangan tertentu yakni kaum borjuis. Demokrasi seharusnya tidak memisahkan antara politik dan ekonomi sebagai kesatuan yang utuh. Keduanya saling berkaitan erat untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hubungan politik dan ekonomi tercermin sangat jelas dalam Pancasila, yakni sila ke-4 berbunyi; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan sila ke-5 yaitu; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sinyalemen para pendahulu bangsa yang merasa cemas dengan munculnya oligarki dalam demokrasi saat ini semakin terasa.

Kenyataannya demokrasi kita semakin jauh dari amanat dasar negara yang menyatukan politik dan ekonomi. Sistem pemilu yang berlaku saat ini memberikan kebebasan antar parpol atau antar caleg dalam satu dapil dan memaksa untuk mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya sebagai amunisi merebut suara rakyat.

Perlombaan mengumpulkan kapital, baik secara perorangan maupun kolektif dalam menarik investor tak bisa dihindari. Implikasinya akan terjadi simbiosis antara politisi dengan pemodal sehingga kepentingan rakyat banyak terabaikan. Muncul kepentingan mempertahankan kekuasaan bagi politisi dan kepentingan pemodal membesarkan usahanya.

Kondisi ini seharusnya disadari oleh berbagai pihak untuk segera melakukan perbaikan dan menata demokrasi agar tidak makin terpuruk. Pembahasan rancangan undang-undang pemilu sepatutnya dapat meluruskan kembali hakikat demokrasi sesuai dengan haluan dasar negara yang disepakati oleh para pendiri bangsa.

Rasanya semua permasalahan yang terjadi dalam praktik demokrasi sudah teridentifikasi. Butuh kesadaran dan kolaborasi dari semua elemen bangsa guna mencari solusi untuk mengatasinya. Berikut catatan sebagai renungan untuk mewujudkan demokrasi substansial yang sesuai nurani rakyat.

Pertama, Membangun partai politik yang sehat. Partai politik sebagai instrumen demokrasi idealnya dikelola dengan profesional dan modern. Pengelolaan manajemen parpol modern harus berlandaskan ideologi partai politik yang jelas.

Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang No. 2 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menyebutkan; Partai Politik adalah organisasi yang sifatnya nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara. Parpol berkewajiban memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Parpol semestinya melakukan fungsi rekrutmen dan kaderisasi yang baik dan berjenjang, bukan cuma merekrut caleg secara instan menjelang pemilu. Parpol ibarat sekolah menjadi tempat di mana masyarakat dididik dan dilatih menjadi calon pemimpin. Parpol mempunyai standar yang baku dan jelas, kapan seorang kader pantas dicalonkan menjadi kepala daerah atau anggota legislatif.

Tantangan yang dihadapi saat ini ketika masyarakat masih menggantungkan pilihan kepada figur karismatik sebagai pimpinan parpol. Perekrutan anggota parpol sebaiknya mengutamakan etika moralitas, berintegritas, berpendidikan dan cerdas karena merupakan bagian perekrutan calon pemimpin sejak dini.

Calon pemimpin negara direkrut sejak awal oleh partai politik. Mereka digodog untuk bertugas menyebarkan ideologi partai dan mendiskusikan isu-isu terkini serta memobilisasi dukungan agar terpilih. Parpol yang profesional dan sehat mempunyai sumber-sumber dana yang memadai sehingga mempunyai sikap kemandirian dalam menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat.

Kedua, Menerapkan sistem pemilu yang hemat. Sistem pemilihan umum merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara memilih atau mencoblos para wakil rakyat. Kita sudah mempunyai pengalaman menggunakan sistem proporsional tertutup di masa orde baru dan sistem proporsional terbuka pada pemilu era reformasi. Harus diakui bahwa setiap sistem mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing.

Sistem proporsional tertutup menjadikan elit parpol memiliki kuasa yang luar biasa untuk menentukan kader menempati nomor urut tertentu. Sistem ini memberi peluang menguatnya oligarki di tubuh parpol tapi dianggap mampu menekan biaya politik lebih rasional.

Sistem proporsional daftar terbuka yang diterapkan saat ini menyulap pemilu tidak ubahnya seperti pasar bebas. Caleg yang berkantong tebal memiliki peluang terpilih lebih besar. Sistem ini dinilai mampu mendekatkan pemilih dengan wakil rakyat yang dipilihnya. Namun, dalam praktiknya tidak sedikit yang menilai model ini justeru hanya menguntungkan para cukong dan bandar politik.

Banyak varian sistem pemilu dan pada akhirnya kita harus mempertimbangkan pilihan yang paling efisien dan efektif dalam pelaksanaan. Prinsipnya pemilu harus memberi jaminan bagi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya secara mudah dan sederhana.

Ketiga, Memastikan rakyat yang berdaulat. Demokrasi modern memosisikan rakyat sebagai aktor kunci pembangunan. Bukan malah dimarjinalkan sebagai pemanis polesan gincu demokrasi prosedural. Rakyat seharusnya menjadi subjek dalam praktik berdemokrasi yang sebenarnya.

Demokrasi yang dipahami secara teori ‘one man one vote’ menegaskan bahwa rakyat yang menjadi tuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai jargon demokrasi yang menyatakan bahwa pemerintahan berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, maka kewajiban bersama untuk membuktikan. Bung Karno pernah mengatakan ada parlemen tapi tidak membawa keadilan bagi rakyat.

Pelaksanaan pemilu sebagai implementasi kebijakan kebebasan, keadilan, dan kesetaraan sebagai ruang bagi rakyat berperan aktif dalam menentukan pemerintahan. Pemilu harus menjamin bahwa kedaulatan rakyat benar-benar tercermin dalam penyelenggaraan negara yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Bung Hatta menyebut bahwa demokrasi dapat berjalan baik apabila ada rasa tanggung jawab dan toleransi pada diri pemimpin politik. Tanggung jawab dan toleransi elite adalah energi terpenting demokrasi yang seharusnya senantiasa terjaga agar tidak melemah. Tantangan demokrasi kontemporer adalah mengembalikan keduanya untuk memulihkan daya dukung permusyawaratan rakyat agar esensi demokrasi tidak terpenjara oleh kontestasi kekuasaan.

Pemilu adalah sarana untuk mengamalkan demokrasi sebagai sistem yang telah dipilih dan disepakati pendiri bangsa. Tantangan saat ini adalah merumuskan aturan pemilu yang simpel serta mampu melaksanakan secara konsisten sehingga daulat rakyat makin menguat. Mengutip perkataan Leonardo da Vinci; simplicity is the ultimate sophistication. Simplisitas adalah kecanggihan tertinggi.**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun