Masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diberlakukan untuk meredam penyebaran virus Corona, mendorong kita lebih banyak waktu bersama keluarga. Belajar dari rumah (study from home), bekerja dari rumah (work from home) dan beribadah di rumah.
PSBB yang berbarengan dengan bulan puasa ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hubungan antar anggota keluarga. Menyemai kebersamaan agar tumbuh sumbur semangat gotong royong di rumah. Membangun saling pengertian untuk meningkatkan kesadaran dan peduli dengan lingkungan sekitar.
Kelurga adalah satuan terkecil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keluarga yang kokoh dalam ketaatan dan keimanan akan menumbuhkan semangat solidaritas dan toleransi ditengah masyarakat.
Banyak permasalahan sosial yang muncul berasal dari problem di dalam keluarga. Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seorang suami membenci istrinya dengan kebencian yang besar karena di balik kebencian itu pasti ada sesuatu yang disukainya dari sosok istrinya itu.
Pesan ini memberikan penegasan kepada kita agar senantiasa menjaga rasa cinta antar suami istri terlepas dari kekurangan yang dimilikinya. Pasangan kita saat ini adalah takdir yang ditetapkan oleh Allah SWT agar kita mampu merawat, menjaga dan membinanya secara bersama-sama untuk menggapai ridho-Nya.
Yakinlah tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa masalah, sedangkan keluarga Rasulullah saja tak pernah luput dari ujian dan cobaan permasalahan. Dahulu istri bertanggung-jawab penuh atas seluruh peran domestik rumah tangga.
Suami tidak tahu menahu dengan urusan keluarganya. Suami hanya kenal satu: mencari nafkah. Sekalipun istri bekerja mencari rezeki, maka bebannya bertambah dua kali lipat sebab urusan domestik tetap dipikul ke pundaknya.
Sekarang kondisinya berimbang, suami-suami terlibat dalam urusan domestik; suami aktif di dapur, mengasuh anak, membersihkan rumah, rapat wali murid, dan sebagainya.
Mungkin pendidikan terhadap suami mulai berhasil, atau suami sudah tidak tega dengan beban berat istrinya. Padahal dulunya seorang istri bisa dihina karena suaminya kedapatan menyapu di halaman rumah.
Gejala lain juga muncul, seperti suami rumah tangga yang sepenuh hati mengurus rumah tangga dan urusan mencari nafkah berbalik tumpah kepada istrinya. Sudah mulai terbiasa kita mendengar suami berkata, "Maaf tak bisa ikut rapat masjid lagi mengasuh anak, maklum yang cari nafkah istri."
Sejatinya Rasulullah sudah mengamalkan keseimbangan ini, yaitu rumah tangga memang tanggung jawab berdua. Makanya Rasul ikut memasak, menjahit pakaian, menambal sandal dan sebagainya. Anggap saja sekarang ini para suami sedang semangat meneladani Rasulullah. Namun bersalin peran antara suami menjadi istri akan merusak keseimbangan itu. Disinilah dibutuhkan pengertian dan menjaga espek antar suami dan istri, meski dalam keadaan sulit. (https://www.farah.id/read/2019/01/04/269/12-problem-rumah-tangga-masa-kini-dan-solusinya)
Ramadan sebagai bulan pendidikan saat yang tepat untuk memberikan teladan kepada anak-anak tentang pentingnya saling bekerjasama. Setiap anggota harus berbagi peran mengerjakan berbagai pekerjaan yang ada di dalam rumah dan sekitarnya.
Beribadah dan berjamaah di rumah harus menjadi komitmen bersama agar hubungan akrab terjalin dengan penuh keikhlasan. Tanamkan bahwa tujuan keluarga bukan hanya sekedar meraih kebahagiaan di dunia saja, tapi juga untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan di akherat kelak.
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (Qs. At-Tahrim [66]:6)
Ramadan sebagai sarana menjalin komunikasi yang baik antar anggota keluarga untuk saling menumbuhkan kepercayaan, mendengarkan, dan memahami. Semakin efektif cara berkomunikasi, akan semakin kuat pula ikatan kekeluargaannya.
Keluarga yang memungkinkan setiap anggotanya bebas mengekspresikan perasaan, pikiran, dan opini biasanya memiliki keprcayaan diri yang cukup tinggi. Hal ini diawali dimana pikiran dan pendapat dihargai dan diakui, sehingga tidak malu-malu untuk masuk dan berpartisipasi di lingkungan luar rumah.
Keluarga yang terlihat akrab biasanya terlihat bagaimana mereka menikmati waktu bersama. Komunikasi yang baik dalam keluarga dapat menjadi media tepat untuk mengeskpresikan perasaan, tanpa harus berdebat atau berteriak. Kita bisa lebih terbuka dalam mengutarakan perasaan, memiliki kemampuan memecahkan masalah, dan dapat berbagi pikiran atau ide.
Komunikasi yang baik dalam keluarga nantinya akan terbawa saat setiap anggotanya keluar dari rumah. Mereka akan belajar bagaimana mendengarkan secara efektif, menunjukkan empati, dan memiliki cara komunikasi yang lebih baik dengan orang lain.
Selalu ada masa baik dan buruk yang nantinya akan dihadapi setiap anggota keluarga. Ketika terjalin komunikasi yang baik dalam keluarga, semua orang mengerti apa yang sebenarnya dibutuhkan dan lebih mampu memberikan dukungan.
Mari jadikan ramadan sebagai bulan komunikasi pencerahan dalam keluarga agar terwujud rumah tangga yang tenteram, nyaman penuh rahmah.
Akhirnya seperti saya ungkapkan di awal tuliasan ini, mari kita petik hikmah dari penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sedang kita jalani untuk menyegarkan kembali kehidupan rumah tangga penuh kasih sayang.
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS : Ar-Ruum:21).**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H