Mohon tunggu...
dhanysaputra
dhanysaputra Mohon Tunggu... Guru - Guru

Sejrawan/Topik Konten Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kerajaan Kutai Kuno dan Indianisasi Pesisir Kaltim Abad ke-4 Masehi

20 Januari 2025   10:06 Diperbarui: 20 Januari 2025   10:06 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kutai Kuno Pada Masa Kudungga

Kerajaan Kutai Ing Martapura atau yang populer dengan Kerajaan Kutai Kuno merupakan kerajaan bercorak hindu tertua di Nusantara yang diperkirakan berdiri pada abad ke-4 Masehi. Raja Kudungga merupakan pendiri sekaligus orang pertama yang diperkirakan memperkenalkan Agama Hindu ke kelompok masyarakat setempat sehingga ada kemudahan tentang masuknya ilmu weda ke tanah borneo.

Konfederasi Dayak Kudungga

Raja Kudungga mula-mulanya membentuk sebuah konfederasi antar Suku Dayak besar, seperti Apau Kayan, Ot Danum, dan Ngaju (Biaju) yang awalnya menghuni daratan Kalimantan khususnya di tepian sungai untuk mempermudah melakukan interaksi berupa pertukaran komoditas, terjaminnya perdamaian di wilayah tersebut, dan menjajaki interaksi yang lebih serius dengan dunia luar. Kemungkinan wilayah konfederasi ini meliputi Bontang, Samarinda, hingga ke Tenggarong, Kalimantan Timur. Meskipun wilayah konfederasi terkonsentrasi di wilayah pesisir, namun sebagian besar masyarakat Dayak memilih untuk tinggal di tepi sungai yang memiliki kemungkinan besar mendapatkan binatang buruan.

Agama Hindu diperkirakan tiba tidak lama setelah pembentukan Konfederasi ini sehingga memungkinkan terjadinya transfer budaya antara masyarakat India dengan masyarakat Kutai. Dengan adanya pengaruh Indianisasi ini juga berdampak pada masyarakat Dayak yang masih memegang teguh keyakinan nenek moyangnya. Beberapa dari mereka yang tidak memeluk agama hindu memilih untuk menyingkir ke pedalaman dan singgah ke berbagai sungai di Kalimantan. Contohnya ada pada masyarakat Dayak Ngaju (Biaju) yang kemudian terpecah menjadi beberapa sub-etnis yang tersebar hingga ke Sungai Kapuas di Kalimantan Tengah. Sementara yang lain kemungkinan menyebar hingga ke Sungai Barito atau ke hulu-hulu sungai sepanjang Pegunungan Muller hingga ke Sabah dan Sarawak.

Kutai Kuno Pada Masa Kudungga
Kutai Kuno Pada Masa Kudungga

Aswawarman dan Pendirian Kerajaan

Pendirian Kerajaan Kutai tidak terlepas dari peran Aswawarman dan para pemuka Agama Hindu atau para Brahmana. Raja Aswawarman merupakan putra dari Kudungga yang merupakan penggagas awal Konfederasi Kutai. Raja Aswawarman mengawali dominasi budaya India di Nusantara yang dimulai dengan melakukan 3 jenis upacara. Upacara yang pertama adalah Vratsyatoma, sebuah upacara yang dilakukan saat seseorang berpindah keyakinan untuk memeluk agama Hindu. Kini upacara tersebut dinamakan Sudhi Wadani dan populer di wilayah Bali.

Namun bagaimana dengan Kudungga? Kudungga sendiri kemungkinan tidak memeluk agama Hindu. Namun setelah kematiannya, ia mendapatkan gelar anumerta yakni Kudungga Varmadeva dan diabadikan pada Prasasti Kutai I. Upacara kedua yang dilakukan oleh Raja Aswawarman adalah upacara Aswameda Yadnya. Upacara ini adalah sebagai bentuk pendirian Kerajaan sekaligus merubah status wilayah Kutai yang sebelumnya merupakan Konfederasi. Kini wilayahnya diperluas dari hilir ke hulu Sungai Mahakam. Upacara ini dilakukan dengan mengorbankan kuda, sama dengan yang dilakukan oleh Raja Yudhistira ketika mendirikan Kerajaan Indraprastha.

Upacara ketiga adalah Bhiseka Yadnya. Upacara ini merupakan upacara pemberkatan dan penobatan raja. Upacara ini dilakukan dengan cara menyiram calon raja yang berpakaian serba putih dengan susu, kemudian dibasuh dengan air dan diganti baju, lalu dipakaikan mahkota di kepalanya dan diberi hiasan bunga. Setelah upacara selesai, Aswawarman secara resmi menjadi raja Kerajaan Kutai Kuno yang pertama dan bergelar Wangsakerta, yang berarti pembentuk keluarga atau dinasti.

Kutai Kuno Pada Masa Aswawarman Ditarik Sepanjang Sungai Mahakam dan Pantai Timur Kaltim
Kutai Kuno Pada Masa Aswawarman Ditarik Sepanjang Sungai Mahakam dan Pantai Timur Kaltim

Mulawarman Raja Kedua

Mulawarman merupakan salah satu dari tiga anak Aswawarman yang digambarkan sangat agung dan dermawan, terlebih kepada pada Brahmana. Hal ini memperkuat teori dari Jacob Cornelis van Leur tentang kedatangan masyarakat India khususnya kaum Brahmana di Nusantara. Datangnya para Brahmana ini terjadi secara bertahap, yang diawali oleh kedatangan calon-calon Brahmana yang melakukan Abhiseka di tanah Nusantara dan kemudian berangsur-angsur melakukan hinduisasi ke wilayah Nusantara, terkhusus di tanah Borneo dan sepanjang aliran Sungai Mahakam. Jasa-jasa para Brahmana ini tidak dapat dianggap sepele oleh Mulawarman yang kemudian mulai melakukan pendekatan yang lebih mesra kepada para Brahmana melalui serangkaian perayaan.

Sebagai calon raja, Mulawarman juga melakukan Bhiseka Yadnya sama seperti yang dilakukan mendiang ayahnya, Aswawarman. Usai penobatan, Mulawaman mulai banyak melakukan pendekatan kepada para Brahmana dengan berbagai macam persembahan yang dicatat dalam Prasasti Kutai I sampai IV.

Prasasti Kutai I berisi tentang pujian terhadap keluarga raja dan sumbangan emas dari Raja Mulawarman kepada para Brahmana.

Prasasti Kutai II berisi tentang Raja Mulawarman yang memberikan tanah kepada para Brahmana, tanah tersebut kemudian diberi nama Waprakeswara yang berarti Tanah Yang Disucikan.

Prasasti Kutai III berisi tentang Raja Mulawarman yang memberikan segunung minyak dan upacara yang berhias lampu dan bunga-bunga.

Dan Prasasti Kutai IV berisi tentang Raja Mulawarman yang menyedekahkan 20.000 ekor lembu kepada para Brahmana.

Prasasti Muara Kaman I/Prasasti Kutai I/Prasasti Yupa I
Prasasti Muara Kaman I/Prasasti Kutai I/Prasasti Yupa I

Dari keseluruhan prasasti tersebut, tidak ada satupun yang tidak memuji raja dan keluarganya. Hal ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa masuknya agama Hindu di Indonesia dilakukan dengan damai tanpa paksaan, meskipun bagi mereka yang tidak ikut memeluk agama Hindu memilih untuk lari ke pedalaman dan melanjutkan warisan nenek moyangnya, akan tetapi tidak sedikit pula yang menerima keyakinan baru dengan semangat, optimisme, dan lapang dada. Bahkan peran Brahmana dan Raja sangat krusial dalam penyebaran Hindu pada abad ke-4 dan seperti kebanyakan buku bercerita bahwa Kerajaan Kutai menjadi yang tertua, pernyataan ini tidak lagi terbantahkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun