Mohon tunggu...
Dhany Saputra
Dhany Saputra Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti DNA

Dhany Saputra adalah PhD di Center for Genomic Epidemiology, TU Denmark. Di Center ini dia mengembangkan software diagnosis cepat berbasis DNA untuk penanganan wabah skala kecil dan skala pandemi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peranan dan Permasalahan Busway

22 Mei 2011   22:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:21 1751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
busway selalu penuh sesak, rawan pencopetan

Andai Aku Jadi Presiden: Seri 3 [caption id="" align="aligncenter" width="430" caption="Transjakarta, atau disalahkaprahkan menjadi Busway"][/caption] Beberapa minggu lalu saya sempat kembali ke Indonesia dan berkesempatan untuk naik 'busway' sebagai sarana transportasi di Jakarta. Sebenarnya istilah busway itu kurang tepat karena 'busway' adalah jalur bis, dan istilah yang benar adalah 'transjakarta'. Tapi saya memilih memakai istilah busway yang sudah salah kaprah ini. Dan saya akan membahas busway dan beberapa perbaikan yang harus dilakukan. Anyway, di antara cerita horor tentang kendaraan umum di Jakarta, yang banyak copet lah, yang panas lah, yang bau lah, yang penuh sesak lah, dan lain-lain, saya mencoba untuk naik busway. Ternyata, busway ini agak mirip dengan bus di Eropa. Jadi busway di Jakarta bisa dibilang adalah standar 'bus biasa' di Eropa, meskipun masih banyak kekurangan busway di sana-sini. Berikutnya saya akan membahas kelebihan dan kekurangan busway. Pertama, busway sudah memiliki running led di atap dekat supir yang menyatakan nama dari stasiun perhentian berikutnya. Disertakan pula versi audionya, bilingual pula, "Stasiun berikutnya, Pancoran Barat. Next station, Pancoran Barat", meskipun belum berlaku untuk semua busway. Sayang sekali peta trayeknya tidak informatif, baik di halte maupun di atap busway. Contoh saja, saya dari Komdak Semanggi mau ke PGC di Cililitan. Setelah membeli tiket dan menuju halte, sepanjang perjalanan tidak ada papan peta trayek sama sekali, sehingga mengharuskan orang untuk bertanya. Sepertinya Indonesia terkenal sekali dengan semboyan "Lebih baik tanya daripada cari tahu sendiri", karena papan informasi di Indonesia hampir tidak pernah self-explained untuk turis dan orang lokal, lagipula banyak sekali petugas ramah yang mau menjawab, sehingga semakin manja-lah manusia Jakarta untuk tidak mandiri dalam merencanakan perjalanan. Jadi saya putuskan untuk tanya ke petugas terdekat. Benarlah ternyata, dia jelaskan "Naik yang bus gandeng bang, kalo mau ke PGC. Kalo naik yang nggak gandeng itu ke Pirang Ranti, harus oper dulu naik bis yang dari Kampung Melayu, dll." Wahh, informasi penting ini didapat dari petugas!! Bukan dari papan info ataupun internet. Begitu naik bis, peta trayek pun tidak ter-state dengan jelas. Harusnya, peta seluruh trayek busway terangkum dalam gambar di atap busway. Sehingga, untuk pergi ke suatu tempat, lagi-lagi harus tanya 'petugas pintu'. Harusnya, peta busway terangkum dan tersaji LENGKAP di website, di halte, dan di atap busway, seperti standard bus di Eropa, Malaysia, dan Singapore. Sekali lagi yang ditekankan di sini adalah "LENGKAP"-nya, karena peta trayek sudah ada di website dan atap busway. [caption id="" align="aligncenter" width="428" caption="Peta busway yang kurang informatif dibanding Tanya Petugas"][/caption] Kedua, busway sudah ber-AC, meskipun di bagian "sambungan bus" tidak ada AC-nya. Inspite of that, suasana dalam busway tetap panas karena busway selalu penuh sesak dengan orang. Sebagian besar orang menyalahkan AC yang kurang dingin, tapi menurut saya, kesalahannya ada di jumlah penumpang yang terlalu banyak meskipun bukan di rush hour. Akibatnya, sayapun yang sedang membawa tas punggung dan dompet pun jadi horor karena kondisi penuh sesak seperti ini sangat rawan untuk kecopetan. Untuk perempuan juga pastinya berpeluang untuk 'kesentuh' secara nggak sengaja maupun 'pura-pura' nggak sengaja. Bau keringat busuk tercampur minyak urut sinyong-nyong pun tidak terhindarkan lagi, entah siapa yang naik busway malah pakai minyak urut. Harusnya jumlah bus 'busway' ditambah, jumlah halte ditambah, dan jumlah manusia Jakarta harus dikurangi (problem jumlah manusia ini akan saya bahas di posting lain). Untuk penambahan seperti ini, membutuhkan saran dari pakar tata ruang dan tata kota. [caption id="" align="aligncenter" width="384" caption="Busway yang selalu penuh sesak, rawan copet"]

busway selalu penuh sesak, rawan pencopetan
busway selalu penuh sesak, rawan pencopetan
[/caption] Ketiga, cukup disayangkan bahwa busway masih harus memiliki 'kernet' berseragam transjakarta. Ini adalah joint consequence dari tidak adanya (atau tidak informatifnya) peta trayek, dan kurangnya pendidikan disiplin di masyarakat (yaitu calon penumpang). Di Eropa, semua orang sudah mempunyai kesadaran untuk membiarkan penumpang dari dalam agar keluar dulu sampai habis, barulah kita masuk. Toh, busway tidak akan meninggalkan kita. Maka dari itu peranan 'kernet' ini masih diperlukan untuk masyarakat yang tidak disiplin. Dengan papan peta yang informatif, edukasi kedisiplinan di busway yang benar dan sistem sanksi 'jutaan rupiah' untuk yang melanggar, keberadaan 'kernet' yang membuat masyarakat Jakarta jadi manja dan tidak mandiri, bisa dihilangkan. [caption id="" align="aligncenter" width="252" caption="Kernet busway"]
Kernet busway
Kernet busway
[/caption] Keempat, jalur busway selalu dilewati kendaraan non-busway. Bahkan menteri sosial kita dari PKS pun memberikan contoh tidak baik dengan menerabas jalur busway. Sudah jelas ini menyebabkan macetnya busway, bel busway bersenandung dimana-mana dan setiap saat. Presiden, Menteri Transportasi, dan Gubernur DKI harusnya bekerja sama membuat aturan baru: sopir busway DIWAJIBKAN menabrak kendaraan apapun selain busway yang lewat jalur busway, dan korban tabrakan WAJIB mengganti rugi kerusakan busway. Masalah bemper depan seperti apa yang tidak membahayakan penumpang busway, itu tinggal masalah teknis. Dengan ini, semua kendaraan pun pasti takut melintas ke jalur busway. [caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Budaya serobot jalur busway harus dihentikan"]
Budaya serobot jalur busway harus dihentikan!
Budaya serobot jalur busway harus dihentikan!
[/caption] Kelima, saat ini bangunan halte busway TIDAK memperhatikan keselamatan penumpang sama sekali. At least, sempat saya mengalami kejadian berikut ini. Waktu ada penumpang turun dari busway, ada seorang ibu membawa anaknya. Entah tersenggol seperti apa, mainan mini sang anak pun jatuh di sela-sela antara busway dan halte. Saya lihat ke sela-sela itu, ternyata sela-sela itu lebar sekali!! Jadi, sangat mungkin seseorang jatuh terperosok ke sela-sela itu saat masuk/keluar busway!! Solusinya, direktur Transjakarta harus berdiskusi dengan ahli sistem keselamatan penumpang untuk mengatasi masalah ini! [caption id="" align="aligncenter" width="336" caption="Halte pembawa maut"]
Halte pembawa maut
Halte pembawa maut
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="264" caption="Malaikat maut pun ikut mengantri"]
Malaikat maut pun ikut mengantri
Malaikat maut pun ikut mengantri
[/caption] Dan last but not least, semua kendaraan umum berpotensi polusi seperti bajaj, metromini, bus, angkot, dan ojek HARUS melalui uji kelayakan, atau dilarang sekalian saja untuk mengurangi kemacetan. Kalaupun masyarakat protes akibat dihapusnya angkutan umum tersebut (karena harga angkutan umum tersebut lebih murah dari busway), silahkan saja mereka meninggalkan Jakarta, tinggal di desa, malah itu akan mengurangi arus urbanisasi dan carut marutnya Jakarta. Sehingga Jakarta akan menjadi kota yang teratur dan tidak macet lagi. Hidup Busway.. eh Transjakarta!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun