Mohon tunggu...
Dhany E
Dhany E Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peneliti, Dosen, Petani

Academic researcher, particularly in social and business. Writing occasionally.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Posisi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Agrokompleks

11 November 2019   15:01 Diperbarui: 11 November 2019   15:02 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Informasi dan komunikasi selalu berperan dalam bidang pertanian. Sejak orang mulai bisa bercocok tanam, memelihara ternak, dan menangkap ikan, orang saling mencari informasi satu sama lain. Misalnya; Apa strategi bertanam yang paling efektif di lereng curam? Di mana saya bisa membeli bibit atau pakan yang lebih baik pada musim ini? Bagaimana saya bisa mendapat sebidang tanah? Siapa yang mau membayar harga tertinggi di pasar? Bagaimana saya bisa mendapat kredit pemerintah?

Produsen/petani/peternak/nelayan lazimnya kesulitan untuk mendapat jawaban atas pertanyaan tersebut, walaupun pertanyaan-pertanyaan ini selalu muncul setiap musim. Petani di desa, walaupun telah menanam komoditas yang sama sejak dulu, namun seiring berjalannya waktu, pola cuaca dan kondisi tanah berubah, wabah, hama dan penyakit silih berganti.

Informasi yang terbarukan sebetulnya memungkinkan petani untuk mengatasi dan bahkan mendapat keuntungan dari perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya. Namun menyediakan informasi yang selalu terbarukan dan akurat semacam itu sering kali adalah tantangan, karena sifat pertanian yang sangat terlokalisasi, itu berarti informasi harus disesuaikan secara spesifik untuk setiap kondisi yang ada.

Terlepas dari TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi), pertanian itu sendiri menghadapi tantangan baru dan berat. Kenaikan harga pangan telah memaksa lebih dari 40 juta orang masuk kategori miskin sejak 2010, intervensi yang lebih efektif sangat penting dalam pertanian (Bank Dunia 2011).

Populasi global yang terus tumbuh, yang diperkirakan mencapai 9 miliar pada tahun 2050, telah meningkatkan permintaan makanan dan menambah tuntutan dan tekanan pada sumber daya yang sebelumnya sudah rapuh. Memberi makan populasi sebanyak itu akan membutuhkan peningkatan produksi pangan sebesar 70 persen (FAO 2009).

Memenuhi kebutuhan pangan untuk populasi yang bertambah hanyalah satu alasan mengapa pertanian sangat penting bagi stabilitas dan perkembangan global. Hal ini juga penting karena salah satu cara paling efektif untuk mengurangi kemiskinan adalah berinvestasi dan melakukan perbaikan di sektor pertanian.

Bahkan setelah bertahun-tahun masa industrialisasi dan berkembangnya sektor jasa, pertanian masih menyumbang sepertiga dari produk domestik bruto (PDB) dan tiga perempat lapangan kerja di sub-Sahara Afrika. Lebih dari 40 persen angkatan kerja di negara-negara dengan pendapatan per kapita US $ 400 sampai 1.800 berada di bidang pertanian (Bank Dunia 2008).

Karena pertanian menyumbang sebagian besar kegiatan mata pencaharian bagi orang miskin, sektor pertanian juga merupakan sektor yang paling menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang berpihak pada masyarakat miskin. Faktanya, pertanian sekitar empat kali lebih efektif dalam meningkatkan pendapatan kaum miskin daripada sektor lainnya (Bank Dunia 2008). Tidak kalah pentingnya, pertanian yang lebih baik juga berdampak langsung pada mengatasi kelaparan dan kekurangan gizi, pertumbuhan anak yang terhambat, dan lemahnya kandungan ibu.

Dengan adanya tantangan tersebut, datanglah TIK pada waktu yang tepat. Revolusi hijau sangat meningkatkan produktivitas pertanian. Namun, ada kebutuhan akan sebuah revolusi baru yang dapat menurunkan harga pada tingkat konsumen (melalui pengurangan limbah dan manajemen rantai pasok yang lebih efisien), berkontribusi pada pertanian "cerdas", dan memberi insentif kepada petani (misalnya melalui pendapatan yang lebih tinggi) untuk meningkatkan produksinya.

Pemangku kepentingan di sektor publik dan swasta telah lama mencari solusi efektif untuk mengatasi tantangan jangka panjang dan jangka pendek di bidang pertanian, termasuk bagaimana menjawab kebutuhan informasi petani yang sangat banyak. TIK adalah salah satu solusinya, dan baru-baru ini menunjukkan potensi luar biasa untuk memperbaiki pertanian di negara-negara berkembang khususnya.

Teknologi telah mengalami lompatan besar, hasilnya adalah penurunan biaya pengadaan dan konsumsi energi untuk menyimpan dan menganalisis data pertanian dan data ilmiah. Dengan industri mobile, nirkabel, dan internet yang sedang booming, TIK menemukan pijakannya bahkan di lahan petani kecil dan dalam aktivitas sehari-hari mereka.

Kemampuan TIK untuk membawa momentum segar ke pertanian tampak semakin menarik seiring dengan meningkatnya investasi dalam penelitian pertanian, minat besar sektor swasta terhadap pengembangan dan diseminasi TIK, dan bangkitnya organisasi yang berkomitmen pada agenda pembangunan pertanian.

Tapi apa sebenarnya TIK? Dan betulkah TIK berguna dan dapat memangkas biaya petani kecil dengan akses terbatas terhadap modal, listrik, dan infrastruktur? Pertama, TIK adalah perangkat, alat, atau aplikasi yang memungkinkan pertukaran atau pengumpulan data melalui interaksi atau transmisi/pengiriman.

TIK adalah istilah umum yang mencakup segala hal seperti citra radio, satelit, ponsel atau transfer uang elektronik. Kedua, TIK telah masuk bahkan ke daerah terpencil. Harganya yang semakin terjangkau, aksesibilitas, dan kemampuan beradaptasinya telah memperluas penggunaannya bahkan di pelosok pedesaan (tertinggal) yang kemungkinan besar mengandalkan pertanian.

Perangkat baru dan kecil (seperti gawai multifungsi), infrastruktur (seperti jaringan telekomunikasi seluler dan fasilitas komputasi awan/cloud computing), dan terutama aplikasi (misalnya, transfer uang atau melacak barang yang berpindah dalam rantai pasok global) telah berkembang pesat.

Berbagai pertanyaan yang diajukan petani (misalnya tentang bagaimana meningkatkan hasil panen, akses pasar, dan beradaptasi dengan cuaca) kini bisa dijawab secara lebih cepat, lebih mudah, dan dengan akurasi yang semakin baik. Banyak permasalahan juga bisa diatasi melalui dialog multi-pihak -- di mana petani, ahli, dan pemerintah dapat memilih solusi terbaik berdasarkan beragam keahlian dan pengalaman.

Jenis layanan TIK yang berguna untuk meningkatkan kapasitas dan pendapatan petani kecil berkembang dengan cepat. Salah satu contoh terbaik layanan ini adalah penggunaan ponsel sebagai platform untuk bertukar informasi melalui layanan pesan singkat (SMS).

Reuters Market Light, misalnya, melayani lebih dari 200.000 pelanggan petani kecil di 10 negara bagian di India dengan biaya sebesar US $ 1,50 per bulan. Petani menerima empat sampai lima pesan singkat per hari mengenai harga, komoditas, dan layanan konsultasi dari basis data berisi informasi mengenai 150 varietas tanaman dan lebih dari 1.000 pasar. Bukti awal menunjukkan bahwa secara kolektif, layanan tersebut mungkin telah menghasilkan pendapatan sebesar US $ 2-3 miliar untuk petani (Mehra 2010), sementara lebih dari 50 persennya telah berhasil mengurangi biaya input pertanian.

Layanan berkemampuan TIK sering menggunakan kombinasi teknologi untuk menyajikan informasi. Model ini digunakan untuk menyediakan prakiraan kepada petani lokal sehingga mereka dapat mempersiapkan strategi yang terkait cuaca.

Di lingkungan yang terbatas sumber-dayanya, penyedia layanan menggunakan satelit atau sensor jarak jauh (untuk mengumpulkan data suhu), internet (menyimpan sejumlah besar data), dan telepon seluler (untuk menyebarkan informasi kepada petani di lokasi yang jauh dengan biaya murah) -- untuk mencegah kerugian panen dan mengurangi dampak dari bencana alam.

Aplikasi lain yang lebih khusus, seperti perangkat lunak yang digunakan pada rantai pasok atau pengelolaan keuangan juga menjadi relevan dalam pertanian skala kecil. Perangkat lunak akuntansi sederhana memungkinkan koperasi untuk mengelola produksi, agregasi, dan penjualan dengan akurasi yang bertambah.

Coprokazan di Mali, yang memproduksi shea butter, menggunakan komputer bertenaga surya dengan papan ketik yang disesuaikan dengan bahasa lokal untuk memberkas catatan anggota secara elektronik. Seiring dengan sistem administrasi secara elektronik, koperasi ini berencana berinvestasi di teknologi Global Positioning System (GPS) untuk mendapatkan sertifikasi, dan menggunakan kamera video sebagai bahan pelatihan untuk meningkatkan kualitas produksinya. Dari tahun 2006 sampai 2010 saja keanggotaan koperasinya tumbuh dari 400 menjadi 1.000 produsen/petani (https://www.coprokazan.org/).

Contoh ini hanya sebagian kecil dari layanan informasi dan komunikasi yang dapat diberikan ke sektor pertanian melalui TIK yang semakin terjangkau dan mudah diakses. Ratusan aplikasi pertanian sekarang muncul dan memberikan harapan besar bagi petani kecil. Untuk mengeksploitasi berbagai potensinya, peran negara memiliki dua tugas:

  • Memberdayakan petani miskin dengan aset dan layanan informasi -- komunikasi yang dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan mereka serta menjamin keamanan pangan, dan
  • memanfaatkan TIK secara efektif untuk bersaing di pasar global yang kompleks dan cepat berubah (menghindari ketertinggalan pada kurva teknologi).

Pencapaian hal ini memerlukan implementasi serangkaian kebijakan, investasi, inovasi, dan langkah-langkah pengembangan kapasitas yang kompleks, bersamaan dengan penerima manfaat dan mitra lainnya, yang akan mendorong pertumbuhan infrastruktur, alat, aplikasi, dan layanan TIK untuk ekonomi pedesaan yang sesuai, terjangkau, dan berkelanjutan.

Yang penting, TIK bukanlah tujuan pembangunan pertanian. Tren ikut-ikutan yang dihasilkan oleh TIK saat menyebar di negara berkembang sering kali menutupi fakta bahwa kontribusi mereka terhadap pertanian juga sebetulnya perlu berubah dengan cepat dan sering kali kurang dipahami. Masih terlalu dini untuk mengetahui secara jelas, didukung oleh analisis yang mendalam, tentang bagaimana TIK mendukung pembangunan pertanian, dan dalam kondisi apa.

Meskipun ada bukti dampak positif, masih banyak pertanyaan tentang bagaimana membuat inovasi ini bisa ditiru, terukur, dan berkelanjutan untuk populasi yang lebih besar dan lebih beragam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun