Untuk mempertegas larangan ujub dan takabbur, Rasulullah Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ, وَ هَوًى مُتَّبَعٌ, وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
Artinya: “Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), dan ujub (takjub pada diri sendiri).” (H.R. Abdur Razaq, Hadist Hasan)
Juga dalam sebuah riwayat oleh Imam Ahmad mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab pernah berkata, "Barang siapa yang mengatakan, Aku orang mukmin," maka dia adalah orang kafir. Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang alim, maka dia adalah orang yang jahil (bodoh). Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya masuk surga, maka dia masuk neraka."
Dalam riwayat lain, Khalifah Umar pernah mengatakan, "Sesungguhnya hal yang paling aku khawatirkan akan menimpa kalian ialah rasa ujub (besar diri) seseorang terhadap pendapatnya sendiri. Maka barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya orang mukmin, maka dia adalah orang kafir. Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang alim, maka dia adalah orang yang bodoh. Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya masuk surga, maka dia masuk neraka."
Mungkin sebagian pembaca lantas bertanya-tanya, “Bukankah memang disebutkan bahwa umat islam akan terpecah belah menjadi 73 golongan, 72 di neraka dan hanya satu golongan di surga? Yakni Ahlu Al-Sunnah wa Al-Jama’ah?”
Ya, hadist tersebut shahih dan pasti ada. Namun, apakah kita dapat dengan mudah menuduh golongan yang menurut kita tidak sesuai dengan ajaran nabi Muhammad Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallama merupakan bagian dari 72 golongan yang masuk neraka?
Bukankah kita juga dianjurkan untuk tetap bersatu berpegang teguh pada agama Allah dan tidak bercerai-berai sebagaimana yang Dia firmankan dalam Q.S. Ali Imran ayat ke-103 . Dan bukankah itu lebih baik dari pada mencari-cari 72 golongan yang dimaksud dan mengklaim bahwa golongannya adalah yang masuk surga?
Untuk makna Ahlu Al-Sunnah wa al-Jama’ah telah saya utarakan pada “Kata Pengantar”. Atau saya juga merekomendasikan sebuah konten dari channel Youtube “Guru Gembul” yang bertajuk “Sunni Syiah. Dua-Duanya Bid’ah”.
Kemudian muncul perntanyaan berikutnya, “Bukankah sikap diam terhadap ajaran sesat sama halnya dengan meridhoi kesesatan tersebut? Dan kami juga ingin para jamaah menjadi orang-orang yang berada di jalan yang benar?”
Bukan begitu, sobat. Penulis bukan menganjurkan untuk bersikap diam terhadap ajaran yang kita nilai bertentangan, bukan pula mengabaikan para jamaah yang mencari ilmu. Namun, dengan merendahkan satu sama lain, hanya akan memperburuk citra di hadapan pengikut yang direndahkan. Sehingga yang seharusnya mampu diajak, menjadi enggan.