Mohon tunggu...
Dhani Suganda
Dhani Suganda Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kekuasaan Semanis Gula

23 September 2016   00:54 Diperbarui: 23 September 2016   01:08 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak bisa dipungkiri bahwasanya kekuasaan menjadi dambaan oleh setiap insan tanpa terkecuali, entah khalayak hanya ingin keuntungan saja tanpa memikirkan setiap resiko atau mereka mengambil resiko untuk menjadi keuntungan. Kekuasaan dewasa ini tidak lagi menjadi suatu yang sakral karena setiap golongan mampu menjadi navigator didalamnya, baik yang berniat untuk memajukan apa yang dia pimpin atau hanya abal-abalan. Kecenderungan birokrasi yang saat ini dengan mudah dikuasai adalah faktor utama yang menjadi lampu hijau masyarakat untuk berbondong-bondong menamai diri mereka sebagai bakal calon, apalagi kalau bukan calon legislaltif yang katanya untuk mewakili suara rakyat dikursi pemerintahan.

Sebelum terlalu dalam, mengetahui makna legislatif terlihat sangat penting pada kesempatan ini. Legislatif berarti lembaga yang berisikan anggota-anggota yang dipilih melalui pemilu oleh rakyat yang mempunyai jumlah yang tidak sama pada setiap jenjang ( daerah atau pusat ) yang mempunyai wewenang untuk membuat undang-undang pada pusat serta membuat peraturan tertentu pada jenjang daerah. Dalam Sistem Presidensial, legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama dan bebas dari eksekutif. 

Sebagai tambahan atas menetapkan hukum, legislatif biasanya juga memiliki kuasa untuk menaikkan pajak dan menerapkan budget dan pengeluaran uang lainnya. DiIndonesia, legislatif terdiri dari, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Legislatif mempunyai banyak anggota, sehingga tidak heran banyak masyarakat yang tidak mengetahui secara mendalam tentang kaderisasi legislatif itu sendiri. Terlebih jika ada pelanggaran, masyarakat seringkali mengabaikannya karena tidak paham betul tentang masalah serta pelakunya.

Legislatif menyediakan kursi yang empuk serta ruangan nan sejuk bagi para pemenang. Tidak kalah dengan fasilitas yang dimiliki serta tunjangan sana-sini yang memanjakan penikmatnya. Bisa dikatakan bahwa jika telah berada disana, orang akan merasa makmur dan terjaga untuk berbuat apapun, termasuk menjadi “dekeng” bagi instansi tertentu untuk menjaga eksistensi mereka dalam meraup keuntungan. 

Lihat saja bagaimana salah satu pejabat tinggi lembaga negara yaitu DPD menjadi orang yang mudah tergiur dengan keberadaan uang kotor dengan disuap oleh salah satu CV diSumatera Barat agar sang ketua DPD  bisa memberikan rekomendasi untuk CV yang menafkahinya uang sebesar 3 digit (Rp100 juta) untuk mendapatkan bagian impor gula dari Badan Umum Logistik (BULOG), suap ini bertujuan agar pimpinan DPD tersebut bisa menjadi orang terdepan dalam mensukseskan CV dalam meningkatkanprofit perusahaan. 

Tetapi sayangnya , baik yang menyuap ataupun yang diberi suap terkena serangan fiktif dari KPK yang dikenal dengan operasi tangkap tangan, ibarat peribahasa “Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga”, benar saja KPK dengan mudah menemukan bangkai tersebut bahwasanya beliau tertangkap basah menyembunyikan uang suap dikamar tidurnya, dan sontak tidak bisa bicara banyak sebagai rasa protes.

Tatanan hukum dinegeri ini memang semestinya dijujung tinggi untuk semua kalangan. Dengan ditandai oleh maraknya penyelewengan oleh oknum pejabat, adalah suatu tantangan tersendiri bagi pembuat hukum untuk memperketat lagi. Definisi legislatif yaitu membuat undang-undang kiranya bisa menjadi batasan agar anggota legislatif hanya mengkreasikan undang-undang sedemikian rupa bukan untuk memanfaatkan posisi dipemerintahan atau bukan menjadi dalang dari semua bentuk penyelewengan. Kasus diatas sangat tidak cocok diterapkan diIndonesia sebagai negara yang memiliki birokrasi kompleks, karena suatu ini tidak mencerminkan intelejen seorang pejabat. Serta sangat tidak masuk akal bahwa pejabat pembuat undang-undang sendirilah yang sering melanggar undang-undang.

Dalam segi pemerintahan, baik Eksekutif, Legislatif, maupun Yudikatif memegang peranan dan fungsi masing-masing. Peranan dan fungsi tersebut mempunyai cara tersendiri untuk menjalankannya. Pemerintahan juga memerlukan kekuasaan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya walaupun saat ini kekuasaan yang indah masih berada diawang-awang karena penguasa belum bisa melawan hawa nafsu untuk tidak melakukan pelanggaran. Tetapi bangsa ini tidak perlu khawatir, karena dengan kesadaran bersama baik yang memilih ataupun yang dipilih untuk berkontribusi aktif dalam mempercantik birokrasi diIndonesia. Serta kita harus menyadari apa yang ditakdirkan menjadi milik kita, pasti akan menjadi milik kita dan apa yang bukan milik kita, tentunya kita tidak boleh memilikinya apalagi dengan cara yang salah yang mana melanggar ketentuan yang ada.

SUMBER: 1 & 2.

Nama     : Dhani Suganda

Nim        : 07031181621189

Kelas      : A Kampus Indralaya

Jurusan   : Ilmu Komunikasi

Dosen   : Nur Aslamiah Supli, Biam, M.Sc 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun