Mohon tunggu...
Dhani Apriandi
Dhani Apriandi Mohon Tunggu... Notaris - Seorang Notaris

Bukan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyikapi Pubertas Anak

13 Agustus 2021   10:25 Diperbarui: 13 Agustus 2021   10:29 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Anak adalah salah satu karunia terbesar bagi pasangan suami-istri. Kehadiran anak bagi mereka, tak hanya memberikan kebahagiaan, namun juga mengubah status mereka menjadi orang tua.

Menjadi orang tua adalah impian bagi setiap pasangan suami-istri. Dengan menjadi orang tua, maka ada misi mulia baru yang harus mereka emban, yakni memelihara dan membimbing Si buah hati hingga besar nanti.

Sebagai orang tua, proses tumbuh-kembang anak menjadi sangat penting. Ini dikarenakan, fase tumbuh-kembang anak tidak akan bisa terulang kembali. Oleh karena itu, pembimbingan terhadap anak menjadi sangat perlu.

Salah satu fase tumbuh-kembang anak yang memerlukan bimbingan dari orang tua adalah ketika anak memasuki fase pubertasnya. Dalam fase ini, anak mulai mengalami berbagai perubahan, baik terhadap fisik maupun psikisnya.

Sekilas Pandang Tentang Pubertas Anak

Menurut Soetjiningsih, Pubertas adalah suatu periode perubahan dari tidak matang menjadi matang. Perubahan ini akan dialami oleh setiap anak seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya.

Perubahan anak pada fase pubertas, terjadi terhadap aspek fisik dan psikis anak. Perubahan ini terjadi secara alamiah, dan dapat dianggap sebagai perubahan dari tahap anak-anak menuju ke tahap remaja.

Perubahan aspek fisik dan psikis anak saat fase pubertas berlangsung, dipengaruhi oleh munculnya hormon dengan jumlah besar dalam tubuh mereka, yakni hormon testosteron pada anak laki-laki, dan hormon estrogen pada perempuan.

Secara umum, perubahan fisik yang tampak jelas, baik bagi anak laki-laki maupun perempuan ditandai dengan mulai tumbuhnya rambut pada area ketiak dan area sekitar alat kelamin mereka.

Selain tanda tersebut, masih terdapat tanda lainnya. Namun, tanda ini berbeda antara anak laki-laki dan perempuan. Salah satunya adalah terjadinya mimpi basah bagi anak laki-laki, dan terjadinya menstruasi bagi anak perempuan.

Selain perubahan fisik, fase pubertas turut mengubah psikis anak. Beberapa di antaranya adalah perubahan emosi, perubahan pemikiran, dan perubahan perilaku atau sikap anak.

Perubahan emosi pada fase ini dapat membuat anak menjadi kebingungan, sedih, bernafsu dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan terjadinya perubahan pada fisik dan pola pemikirannya, yang tidak ia pahami.

Sementara perubahan pada pemikiran, membuat rasio dan logika anak mulai menajam. Ketika rasio dan logika anak mulai menajam, maka ia mulai mampu untuk mengabstraksikan pemikirannya melalui imajinasinya, meskipun belum optimal.

Sedangkan perubahan pada perilaku, memicu anak untuk mulai memperhatikan penampilannya dan mengeksplorasi dirinya akibat munculnya kesadaran dan kompulsi keingintahuan yang kuat dari dalam dirinya.

Selama fase pubertas berlangsung, batin anak akan dipenuhi dengan berbagai gejolak. Lalu, gejolak ini melahirkan berbagai pertanyaan di dalam pikirannya, sehingga ia akan mencoba untuk menjawabnya dengan segala daya dan upaya.

Namun karena keterbatasannya, peluang gagal untuk menjawab semua pertanyaan itu sangat besar. Pada akhirnya, pikirannya mulai berkecamuk tiada henti. Pada titik inilah, anak memerlukan bantuan, terutama dari orang tuanya.

Peran Strategis Orang tua

Memahami situasi psikis anak selama masa pubertasnya berlangsung menjadi penting bagi orang tua. Ketika pikiran anak sedang berkecamuk, maka hendaklah orang tua mengajak anak untuk menjalin komunikasi dengannya.

Komunikasi antara orang tua dan anak adalah gerbang bagi orang tua agar dapat memasuki alam pikiran anaknya. Dengan begitu, orang tua akan mampu menggali berbagai pertanyaan yang bergelayutan dalam pikiran anaknya.

Ketika jalinan komunikasi terjadi, orang tua harus mempersilahkan anaknya untuk mengungkapkan segala kegelisahan yang sedang merundungnya. Dan, pada momen ini, orang tua dituntut untuk menjadi pendengar yang baik.

Menjadi pendengar yang baik, berarti membiarkan anak meluapkan keluh kesahnya kepada kita tanpa menginterupsinya sedikitpun. Dalam proses ini, orang tua juga perlu untuk bersimpati dan berempati terhadap situasi anak.

Berikan pandangan atau jawaban kepada anak ketika ia sudah memerlukannya. Orang tua harus selalu berupaya untuk menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh anak secara arif dan bijaksana agar melahirkan ketenangan bagi anak.

Apabila ternyata orang tua belum mampu untuk menjawab salah satu atau lebih pertanyaan yang diajukan oleh anak, maka orang tua dapat memberitahukan anak untuk menjadikan pertanyaan itu sebagai PR yang akan dijawab nanti.

Namun harus selalu diingat, bahwa istilah PR yang dilontarkan oleh orang tua, dapat dimaknai oleh anak sebagai sebuah janji. Oleh karena janji haruslah selalu ditepati, maka PR tadi harus selalu dipenuhi.

Selain memberikan jawaban, orang tua juga harus memberikan inspirasi bagi anak selama fase pubertasnya. Orang tua harus memberikan inspirasi-inspirasi luhur dengan cara yang elegan, sehingga anak dapat meresapinya dengan baik.

Pemberian inspirasi luhur secara elegan terhadap anak menjadi sangat krusial. Karena, selain bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran pada anak, juga bertujuan agar anak dapat hidup dengan nilai-nilai elegansi.

Tak lupa, orang tua juga harus menginfiltrasikan nilai-nilai moral dan agama ke dalam pemikiran anak. Tanamkan kepada anak bahwa moral dan agama adalah payung penting untuk mengarungi kehidupan secara tepat.

Ajarkan pula anak untuk meresapi secara mendalam setiap peristiwa yang dialaminya dalam kehidupan. Ini dilakukan untuk mencegah agar anak tidak terjerumus ke dalam pola pikir yang dangkal terhadap fenomena dalam kehidupannya.

Setiap anak pada dasarnya terlahir dengan pikiran yang dangkal. Kedangkalan ini terlukiskan dengan jelas dalam perilaku keseharian anak, seperti misalnya minum air hanya saat merasa dahaga saja. Padahal, minum haruslah sesuai dengan takaran yang telah direkomendasikan.

Kedangkalan dalam berpikir dapat membahayakan eksistensi anak. Ketika anak tumbuh dalam kedangkalan, maka ia akan menjadi sosok yang bebal, keras kepala, egois, dan lain sebagainya.

Terakhir, orang tua harus dapat memberikan motivasi kepada anak. Ketika anak berada dalam fase pubertas, maka ia akan dirundung oleh rasa pesimis-kritis. Oleh karena itu, motivasi yang diberikan akan menjadi godam yang dapat menghancurkan rasa pesimis-kritis tersebut.

Orang tua harus memberikan motivasi yang dapat membakar gairah semangat anak. Jika orang tua masih mengingat fase pubertasnya dahulu, maka sampaikan itu kepada anak. Kisah nyata selalu mampu menjadi bahan bakar bagi semangat.

Menceritakan apa yang orang tua lakukan ketika ia berada dalam fase pubertasnya dulu, akan cenderung lebih mudah diserap oleh anak. Pada titik ini, orang tua harus memberikan pemahaman tentang makna kesuksesan.

Tak hanya makna kesuksesan, orang tua yang bijak akan menyadari bahwa kehidupan penuh dengan ketidakpastian. Oleh karena itu, ia pun akan menyampaikan makna kegagalan dan bagaimana menyikapinya kepada anak.

Sampaikan kepada anak bahwa menyikapi fase yang sedang berlangsung saat ini secara baik dan benar, akan membentuk karakteristiknya menjadi orang yang menyentuh esensi kehidupan di kemudian hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun