Kehidupan adalah karunia terbesar bagi setiap makhluk hidup. Tak terkecuali bagi kita, manusia. Mengingat besarnya karunia tersebut, maka kita wajib menjaganya dengan senantiasa memelihara kesehatan, terlebih di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini, rasanya pemeliharaan terhadap kesehatan sudah menjadi prioritas utama di antara hal lainnya.Â
Pemeliharaan terhadap kesehatan pada dasarnya dapat dilakukan dengan pelbagai cara. Mulai dari mengatur pola makan, minum air putih sesuai dengan takaran, berolahraga, baik ringan maupun berat, dan masih banyak lagi cara memelihara kesehatan yang bisa kita aplikasikan. Namun, yang terjadi saat ini justru berkebalikan dengan hal tersebut.
Sebagian besar orang kadung menilai bahwa sehat itu sangat mahal harganya. Hal ini tentu saja memiliki relevansi dengan sebuah slogan tentang kesehatan yang sudah sering kita dengar bersama sejak dulu. Apa benar begitu? Tentu saja benar, tapi hanya separuhnya saja. Ada sebuah syarat yang harus dipenuhi agar statement tersebut menjadi utuh dan berlaku. Harus ada penyakit bertengger di dalam tubuh kita. Ya, itu syaratnya. Karena, untuk dapat "membuang" penyakit tersebut, kita harus rela mengeluarkan biaya yang relatif besar. Namun, tentu saja hal ini tidak berlaku bagi ragam penyakit ringan seperti flu biasa, masuk angin, pilek biasa, sakit kepala biasa, keseleo dan lain sebagainya.
Kesehatan yang sampai saat ini bercokol di dalam diri kita adalah nikmat terbesar yang patut kita syukuri. Cara terbaik untuk mensyukurinya hanya dengan cara menjaganya. Karena apabila raga kita sehat, maka kita mampu melakukan aktivitas apapun secara bebas. Lain halnya jika sakit sedang mengetuk dan bertamu ke dalam raga kita. Jika sudah begitu, niscaya aktivitas apapun yang kita lakukan tidak akan terasa nyaman, bahkan tidak akan mampu dilakukan. Tidak percaya? Silahkan dicoba sendiri.
Menurut World Healt Organization (WHO), Kesehatan adalah keadaan mental, fisik dan kesejahteraan sosial yang berfungsi secara normal, tidak hanya dari keabsenan suatu penyakit. Berdasarkan definisi tersebut, maka kesehatan bukan melulu hanya tentang keadaan fisik manusia yang sehat, melainkan lebih luas dari itu.Â
Untuk dapat menyandang predikat sebagai "orang sehat" diperlukan pula kesehatan yang bercokol di dalam mental seseorang. Selain itu, syarat terakhir agar layak menyandang predikat tersebut, faktor sejahteranya kehidupan seseorang wajib dipenuhi. Namun, khusus syarat yang terakhir ini, agak-agaknya saya merasa sangsi dapat dipenuhi oleh kita. Apa sebab? Silahkan lihat saja grafik mengenai tingkat kesejahteraan penduduk atau semacamnya. Lagi pula saya sendiri merasa, syarat terakhir ini mutlak bukan menjadi penentu untuk dapat mereguk nikmatnya kesehatan.
Sesuai dengan tajuk artikel ini, Sehat itu Murah! Ya, bahkan barangkali bisa lebih murah daripada tagihan listrik kita selama 1 atau 2 bulan. Untuk tetap dapat merasakan nikmatnya sehat, maka yang harus kita lakukan adalah menjaga pola makan, minum air putih sesuai dengan takarannya, olahraga dan tidur yang cukup, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, dan mencerdaskan emosi.
Menjaga pola makan harus dimulai dengan cara mengatur asupan makanan yang kita masukkan ke dalam tubuh. Utamakanlah asupan makanan yang memiliki kadar gizi dan vitamin cukup. Untuk mendapat gizi dan vitamin yang cukup, tidak harus mengeluarkan uang yang banyak. Karena saya rasa banyak sekali sumber alternatif yang dapat dipilih untuk dikonsumsi seperti nasi atau ubi sebagai sumber karbohidrat, ragam sayuran sebagai sumber serat dan protein nabati, daging ikan atau telur sebagai sumber protein hewani, dan buah-buahan sebagai sumber vitamin.Â
Selanjutnya adalah mengonsumsi air putih sesuai dengan anjuran global, yaitu minimal 2 liter per hari. Mampu lebih dari itu, lebih bagus. Kemudian, lakukan olahraga rutin secukupnya dan hindari tidur larut malam (begadang) kalau tidak ada perlunya, sehingga tubuh senantiasa dalam kondisi fit dan prima karena beroleh tidur yang cukup dan berkualitas.Â
Kemudian, menjaga kebersihan diri dan lingkungan kita dengan cara menerapkan budaya hidup bersih. Budaya hidup bersih tidak bisa tidak diterapkan pada masa pandemi ini. Rajin mencuci tangan, baik dengan air bersih yang mengalir maupun dengan hand sanitizer, dan senantiasa mengenakan masker dalam setiap aktivitas serta rajin membersihkan lingkungan rumah kita adalah solusi.Â
Harus diakui bahwa sebagian besar nikmat sehat itu datang dari budaya hidup bersih. Lagi pula saya rasa tidak ada ruginya menerapkan budaya tersebut, karena kebersihan adalah sebagian dari iman. Oleh karena itu, dengan menerapkannya, maka selain beroleh kesehatan, kita pun turut beroleh keimanan.Â
Terakhir mencerdaskan emosi diri kita. Secara singkat, pencerdasan emosi dapat diartikan dengan kepandaian dalam mengelola emosi diri yang diakibatkan adanya gesekan psikologis, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri kita sendiri. Salah satu bentuk pengelolaan ini dapat dimanifestasikan dengan cara meredam setiap gesekan psikologis yang sedang menghantam.
Meredam emosi memang bukan pekerjaan yang mudah, tapi bukan berarti mustahil dilakukan. Ada banyak cara yang dapat ditempuh untuk dapat meredam emosi yang sedang terpantik, salah satunya dengan beristigfar menyebut nama Tuhan. Cara setiap orang dalam meredam luapan emosinya saling berbeda antar satu dengan yang lainnya.Â
Ada yang ketika terpantik emosinya, segera berwudhu untuk mengadukannya kepada Tuhan, ada yang segera menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas agar dapat melupakan emosinya yang sedang terpantik tersebut, dan ada pula yang segera pergi tidur karena tidak sudi memikirkan persoalan yang sedang mendera dirinya, dan masih banyak lagi cara yang lainnya. Pada umumnya, reaksi emosi manusia terdiri dari 4 kategori, yaitu senang, sedih, takut dan marah. Masing-masing dari kategori tersebut memiliki dampak tersendiri bagi jiwa kita.Â
Namun, kategori yang paling kita dambakan adalah kategori senang. Karena, dengan beroleh kesenangan, maka secara otomatis kita akan beroleh kebahagiaan. Dan, apabila kebahagiaan sudah terpatri kokoh di dalam hati kita, maka itulah sejatinya satu-satunya vitamin yang dapat menjaga kita dari terjangkit suatu penyakit akibat melemahnya imunitas tubuh karena permasalahan emosi yang tidak bisa kita tanggulangi. Sudah, cukup itu saja. Mudah  dan terjangkau bukan! Tentu saja tidak kalau tidak ada upaya mendisiplinkan diri untuk melakukan semua hal tersebut.
Disiplin diri adalah kuncinya. Namun, tentu saja mendisiplinkan diri tidak semudah menghidupkan sebuah korek api gas dengan ibu jari tangan. Untuk dapat meraih kesuksesan di bidang kedisiplinan, diperlukan jiwa dan mental yang handal dan kuat lagi kokoh. Seseorang yang hendak mendisiplinkan dirinya tidak bisa hanya bermodalkan kemauan saja, tapi juga harus memiliki tekad yang kuat layaknya Tungsten (W).Â
Pendisiplinan diri lazimnya dimulai dari konsistensi dalam melakukan aktivitas yang dikehendaki selama jangka waktu tertentu. Harapannya, melalui upaya konsistensi ini, akhirnya dapat tercipta individu yang telah terprogram untuk dapat selalu melakukan aktivitas-aktivitas yang dikehendaki secara otomatis. Secara singkat, konsistensi dapat melahirkan suatu kebiasaan yang telah terpola secara terus menerus bagi penggunanya.Â
Oleh karena itu, tunggu apalagi! Biasakanlah mendisiplinkan diri sendiri agar selalu beroleh kesehatan yang konon katanya "mahal" itu. Tak ketinggalan pula panjatkanlah doa kepada Tuhan. Bermunajatlah tanpa lelah kepada Tuhan yang Maha Mengabulkan segala hal agar ikhtiar mendisiplinkan diri yang kita lakukan dapat berjalan dengan lancar dan berhasil. Terakhir, mohonkan pula kepada Tuhan agar diri, keluarga, saudara, kerabat, dan semua sahabat kita senantiasa dihindarkan dari bahaya COVID-19 yang hingga saat ini semakin mengganas.
Semoga kita semua selalu dalam lindungan Tuhan. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H