Terakhir mencerdaskan emosi diri kita. Secara singkat, pencerdasan emosi dapat diartikan dengan kepandaian dalam mengelola emosi diri yang diakibatkan adanya gesekan psikologis, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri kita sendiri. Salah satu bentuk pengelolaan ini dapat dimanifestasikan dengan cara meredam setiap gesekan psikologis yang sedang menghantam.
Meredam emosi memang bukan pekerjaan yang mudah, tapi bukan berarti mustahil dilakukan. Ada banyak cara yang dapat ditempuh untuk dapat meredam emosi yang sedang terpantik, salah satunya dengan beristigfar menyebut nama Tuhan. Cara setiap orang dalam meredam luapan emosinya saling berbeda antar satu dengan yang lainnya.Â
Ada yang ketika terpantik emosinya, segera berwudhu untuk mengadukannya kepada Tuhan, ada yang segera menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas agar dapat melupakan emosinya yang sedang terpantik tersebut, dan ada pula yang segera pergi tidur karena tidak sudi memikirkan persoalan yang sedang mendera dirinya, dan masih banyak lagi cara yang lainnya. Pada umumnya, reaksi emosi manusia terdiri dari 4 kategori, yaitu senang, sedih, takut dan marah. Masing-masing dari kategori tersebut memiliki dampak tersendiri bagi jiwa kita.Â
Namun, kategori yang paling kita dambakan adalah kategori senang. Karena, dengan beroleh kesenangan, maka secara otomatis kita akan beroleh kebahagiaan. Dan, apabila kebahagiaan sudah terpatri kokoh di dalam hati kita, maka itulah sejatinya satu-satunya vitamin yang dapat menjaga kita dari terjangkit suatu penyakit akibat melemahnya imunitas tubuh karena permasalahan emosi yang tidak bisa kita tanggulangi. Sudah, cukup itu saja. Mudah  dan terjangkau bukan! Tentu saja tidak kalau tidak ada upaya mendisiplinkan diri untuk melakukan semua hal tersebut.
Disiplin diri adalah kuncinya. Namun, tentu saja mendisiplinkan diri tidak semudah menghidupkan sebuah korek api gas dengan ibu jari tangan. Untuk dapat meraih kesuksesan di bidang kedisiplinan, diperlukan jiwa dan mental yang handal dan kuat lagi kokoh. Seseorang yang hendak mendisiplinkan dirinya tidak bisa hanya bermodalkan kemauan saja, tapi juga harus memiliki tekad yang kuat layaknya Tungsten (W).Â
Pendisiplinan diri lazimnya dimulai dari konsistensi dalam melakukan aktivitas yang dikehendaki selama jangka waktu tertentu. Harapannya, melalui upaya konsistensi ini, akhirnya dapat tercipta individu yang telah terprogram untuk dapat selalu melakukan aktivitas-aktivitas yang dikehendaki secara otomatis. Secara singkat, konsistensi dapat melahirkan suatu kebiasaan yang telah terpola secara terus menerus bagi penggunanya.Â
Oleh karena itu, tunggu apalagi! Biasakanlah mendisiplinkan diri sendiri agar selalu beroleh kesehatan yang konon katanya "mahal" itu. Tak ketinggalan pula panjatkanlah doa kepada Tuhan. Bermunajatlah tanpa lelah kepada Tuhan yang Maha Mengabulkan segala hal agar ikhtiar mendisiplinkan diri yang kita lakukan dapat berjalan dengan lancar dan berhasil. Terakhir, mohonkan pula kepada Tuhan agar diri, keluarga, saudara, kerabat, dan semua sahabat kita senantiasa dihindarkan dari bahaya COVID-19 yang hingga saat ini semakin mengganas.
Semoga kita semua selalu dalam lindungan Tuhan. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H