Mohon tunggu...
Dhani Firmansyah
Dhani Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Hallo aku ini seorang Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kapasitas SPI Memperjuangkan Hak Tanah yang Diambang Kerugian Atas Pelanggaran Kontrak PT. Djaja

21 Juni 2023   15:35 Diperbarui: 21 Juni 2023   15:40 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Disiapkan oleh:

Dhani Firmansyah;  Citra Melinda Zaqiati; Rahma Syalina Amalia; Salma Lismawati; Anissa Syaffa Nurizky; Resa Fitriani; Richan Rifalzah

Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi dan Humaniora, Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Ketika terjadi pelanggaran kontrak sewa yang dapat merugikan petani, serikat petani Indonesia memainkan peran yang signifikan dalam memperjuangkan hak atas tanah di daerah tersebut. Undang-undang Pokok Agraria (UU No. Pokok-pokok hukum yang mengatur hak atas tanah di Indonesia adalah Undang-Undang Hak Atas Tanah No. 5 Tahun 1960).

UU No. 5 Tahun 1960 Masalah agraria, termasuk hak atas tanah, menjadi fokus UU No. 5 Tahun 1960 atau dikenal juga dengan UUPA. Hak atas tanah petani, baik hak milik, hak pakai hasil, maupun hak pakai hasil, memiliki landasan hukum berkat UUPA.

Brown mendefinisikan pengembangan kapasitas sebagai proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang, organisasi, atau sistem untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh upaya yang dilakukan Serikat Tani Indonesia dalam memperjuangkan hak-hak atas tanah yang di ambang kerugian akibat pelanggaran kontrak HGU PT. Djaja.

Serikat Petani Indonesia didirikan untuk membela hak-hak petani di Indonesia, termasuk hak atas tanah, dan memiliki banyak pengalaman membela hak atas tanah dalam kasus pelanggaran kontrak HGU. Serikat Petani Indonesia memiliki sejumlah opsi untuk memperjuangkan hak-hak petani ketika kontrak HGU diputus.

Petani yang menjadi korban pelanggaran kontrak HGU juga dapat memperoleh bantuan hukum dari Serikat Tani Indonesia. Petani yang mengalami sengketa lahan juga dapat memperoleh dukungan moral dan psikologis dari organisasi ini. Serikat Petani Indonesia harus, bagaimanapun, memperhatikan persyaratan hukum dan mematuhinya ketika ada pelanggaran kontrak HGU.

Perebutan hak atas tanah yang dilanggar oleh perjanjian sewa menyewa (HGU) atau hak yang terancam hilang akibat pelanggaran perjanjian tersebut merupakan salah satu peran terpenting yang dimainkan oleh serikat petani Indonesia.

Beberapa kapasitas peran yang dimiliki oleh Serikat petani Indonesia dalam hal ini:

  • Pengorganisasi dan perwakilan
  • Advokasi dan kampanye
  • Pemberdayaan hukum
  • Negosiasi dan mediasi
  • Pendidikan dan pelatihan
  • Jaringan kerja sama

Dalam memperjuangkan hak atas tanah yang terancam hilang, serikat tani Indonesia memiliki peran yang signifikan. Sehubungan dengan hasil kuliah lapangan yang diadakan pada 25-26 Mei 2023. Kepala desa menjelaskan bahwa "di desa Tegalega itu 70% nya adalah mata pencahariannya petani dan lahan-lahan yang digunakan petani tersebut bukan milik pribadi atau tanah adat melainkan tadi kehutanan dan perkebunan" Data yang diperoleh dari proses wawancara dengan Kepala Desa Tegal Lega, SPI, dan beberapa pihak terkait memberikan pemahaman bahwa mengenai tanah adalah tentang memastikan dua hal yaitu ketersediaan pangan berbicara tentang tanah dan kedua ketersediaan tempat.

Pada dasarnya, ada aturan yang salah satunya menyebutkan harus melepas minimal 20% ke pasar Pasundan, termasuk perseroan, saat membentuk perpanjangan HGU. Mereka benar-benar berusaha untuk tetap melihat situasi di lapangan sambil memanfaatkan tawaran dari teman, tetapi mereka bahkan tidak mencapai 20% sampai sekarang, dan tidak ada yang berubah. Sejak awal tahun 2000 hingga sekarang, sudah ada SK HRDPS Kementerian SDA terkait penghentian hak pakai hasil di PT. Jaya yang awalnya diberikan izin kemudian sebagian lagi sudah ada di pihak SPI untuk saat ini. Tentu saja, masalah ini bukanlah pertarungan yang mudah dan biasa, ini merupakan pertarungan para pejuang SPI dalam mendapatkan hak-haknya. Meski sudah ada gambaran semacam itu dalam situasi ini, mengelola atau menyelesaikannya tetap membutuhkan waktu, tenaga, bahkan pemikiran yang cukup.

Intinya administrasi pertanahan tetap sama, hanya mempertahankan tujuan tanah perkebunan dalam UU P40 tahun 1996 dan terakhir, yang terbaru adalah PP 18 tahun 2021, turunan dari undang-undang hak cipta. Negara memiliki rasa tanggung jawab untuk melaksanakan aturan tersebut, dan kembali ke dasar nomor 5 tahun 60 PP 8 Pemerintah nomor 40 tahun 96, dan terakhir PP 18 tahun 2001. Secara administratif, akan kembali ke pemerintahan pertama di pemerintahan desa karena jelas setiap orang yang telah memiliki dan menggunakan tanah selama minimal 20 tahun berhak untuk mendaftarkan haknya ke badan pertanahan negara. Agar lahan perkebunan menjadi produktif di masa mendatang, selaku kepala desa harus mengetahui berapa banyak warga yang saat ini mengolahnya. Jika tidak, kepala desa tidak akan bisa memberikan izin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun