Ilustrasi/Admin (Shutterstock)
Bulan lalu adalah bulan yang sangat menarik bagi penulis. Pengalaman baru kembali di dapatkan. Sebagaimana pengalaman pertama seorang pengantin, pengalaman kali ini juga tidak terlupakan. Pengalaman apakah itu? Ya, penulis mendapatkan kesempatan berharga untuk melakukan perjalanan ke negeri yang tidak kalah besar dari cina. Negara tersebut adalah India.
Selama satu pekan penuh, penulis ditugaskan oleh kantor untuk mengunjungi negara penghasil para bintang film terkenal seperti shahrukh khan, kajool dan banyak lagi. Di negara ini, penulis mengunjungi empat kota berbeda yaitu hyderabad, pune, mumbai dan goa. Sebelum berangkat kesana sebenarnya sudah banyak cerita unik yang didapatkan dari teman ataupun saudara yang pernah kesana. Ternyata, memang banyak kejadian unik yang penulis dapatkan, salah satunya adalah pengalaman unik di Hyderabad, begini ceritanya...
Hyderabad - Taxi Meter yang mengejutkan! Karena tidak ada penerbangan langsung dari Shanghai menuju Hyderabad, maka penulis pun memutuskan transit di Hongkong terlebih dahulu. Sebenarnya selain Hongkong, saya bisa transit di Singapura tetapi setelah mempertimbangkan waktu tempuh dan biaya saya memutuskan transit di negara yang dahulu bekas koloni Inggris tersebut. Dengan menggunakan maskapai Cathay Pacific, saya bertolak dari Pudong International Airport sekitar pukul enam sore. Dalam waktu tiga jam akhirnya saya pun tiba di Hongkong International airport dan menunggu kurang lebih dua jam. Sekitar pukul sebelas malam, saya kembali terbang menuju Hyderabad. Penerbangan menuju kota yang berada di bagian selatan India ini menempuh waktu sekitar lima jam atau setara dengan waktu tempuh antara Shanghai menuju Singapura.
Akhirnya setelah merasakan 'goyangan' pesawat jumbo jet yang cukup 'lihai' selama lima jam, penulis pun mendarat di bandara Rajiv Gandhi International Airport sekitar pukul 2 pagi waktu India - waktu India adalah 2.5 jam lebih lambat dibanding Shanghai -. Baru saja mendarat penulis di kejutkan dengan perlakuan "unik" petugas imigrasi yaitu ketika sedang diperiksa dokumen tiba-tiba sang petugas memberikan secarik kertas dan pena kemudian meminta penulis untuk memberikan nama ayah kandung. Jujur saja, ini pengalaman pertama buat saya diminta nama ayah kandung tanpa memahami alasannya. Tetapi karena saya ingin segera tiba di hotel untuk segera merebahkan diri akhirnya saya tuliskan juga nama ayah di kertas tersebut.
Setelah "lolos" dari imigrasi, saya pun mengambil koper tanpa ada kejutan berarti. Baru setelah itu, saya menuju pintu keluar bandara seorang diri. Karena ini merupakan kali pertama saya mendarat di negara yang juga berpopulasi satu milyar jiwa tersebut, saya tidak pernah punya gambaran bagaimana mendapatkan taxi di bandara. Dengan modal nekat dan bismillah saya pun keluar dari pintu keluar dan berdiri di salah satu pintu menunggu taxi. Baru beberapa menit disana seorang pengunjung bandara yang juga warga asli India berbaik hati menunjukkan kepada saya lokasi pemberhentian taxi yang sebenarnya 'you wait for taxi? Actually it's downstair'. 'dang' ternyata saya menunggu taxi di tempat yang salah, pantas saja tidak ada satupun mobil yang menyerupai taxi disana.
Oh ya, bandara Rajiv Gandhi ini tidak terlalu besar dan megah seperti pudong, secara tampilan mirip seperti bandara juanda di Surabaya. Setelah mendapat petunjuk dari si bapak yang baik hati sayapun bergerak menuju lantai bawah. Di tengah perjalananan tampak seorang lelaki muda berhidung mancung dengan kemeja berwarna ungu menyapa setiap orang yang terlihat membawa koper denga tawaran sama "taxi?". Akhirnya tibalah giliran saya disapa dengan pertanyaan sama, segera saya tanya balik sang pemuda "meter?". Maksudnya saya ingin memastikan apakah taxi tersebut memakai argo atau tidak. Pertanyaan ini sangat penting karena pengalaman saya travelling di beberapa negara biasanya taxi gelap akan menolak menggunakan argo dan langsung akan "menembak" kita dengan harga selangit. Ternyata jawaban yang saya dapatkan adalah "meter? Yes, it's there". Karena waktu yang semakin malam saya pun setuju menggunakan taxi yang ditawarkan.
Dengan gesit sang pemuda mengantarkan ke seseorang lain yang secara sekilas terlihat seperti supir taxi, segera orang ini mengambil koper saya dan mengajak saya menuju taxinya. Terus dengan pikiran positif saya mengikutinya dan tiba di sebuah "city car" mungil yang secara sepintas mengingatkan saya dengan sebuah brand mobil jepang di Jakarta. Segera sang supir memasukkan koper saya ke dalam bagasi kecil mobil tersebut dan mempersilahkan saya masuk ke dalam mobil. Yang mengejutkan, setelah itu tas saya dimasukkan datang seorang lagi teman sang supir dan dia pun ikut masuk ke dalam mobil. Tentu saja saya kaget dan sedikit perasaan takut menghampiri, "loh koq ada dua orang?". Tetapi karena posisi saya sudah di dalam mobil maka saya pun hanya bisa berdoa dalam hati semoga tidak ada kejadian apapun amiin.
Di dalam mobil tersebut saya tidak melihat satupun tanda pengenal dan tidak melihat ada argo. Segera saya protes "where is the meter? You said use meter?". Dengan tenang sang supir berkata "wait a moment" sambil dia menyalakan mesin kendaraan dan mengutak atik dashboard mobil tersebut. Setelah beberapa saat, dia berkata kepada saya "you want meter? This meter!" ternyata yang dimaksud oleh meter oleh dia adalah speedometer yang sudah dia kembalikan posisinya menjadi angka nol!. "ooh my goosh, ternyata pengertian meter menurut mereka adalah mengembalikan posisi kilometer yang di buat nol!". Dengan posisi kilometer awal nol maka kita bisa mengetahui berapa jarak tempuh dari bandara menuju hotel tetapi kita tidak tahu berapa harga yang akan di tagih. Segera dengan nada suara keras saya bertanya "then how much?" mereka dengan sigap menjawab "35 rupee per kilometer!" atau setara dengan Rp 7000 per kilo. Karena tidak tahu jarak tempuhnya saya pun ingin memastikan bahwa jarak tempuh masuk akal, "how many kilometers from here?", "40 km", sang pria kedua menjawab.
Dengan perhitungan cepat, maka ongkos taxi kira-kira adalah seribu empat ratus rupee atau sekitar 280 ribu rupiah. Karena masih saya angap wajar saya pun menerima. Akhirnya taxi pun jalan dengan dua orang di bagian depan dan saya sendirian di bangku belakang. Jujur sepanjang perjalanan saya terus membaca ayat kursi karena khawatir di tengah jalan meeka bermaksud buruk. Tetapi alhamdulillah, setelah kurang lebih sejam taxi pun tiba di hotel dan biaya yang dikenakan pun ternyata di bawah perkiraan yaitu sekitar seribu tiga ratus rupee.
Begitulah pengalaman mendebarkan saya di hyderabad India. Pengalaman yang tidak terlupakan :-)
Salam hangat dari Shanghai!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H