'Allahu akbar Allahu akbar, Allahuu akbar...'
Gema suara takbir itu masih jelas terdengar di kepala Don, dengan mata terpejam Don membayangkan suasana Idul Adha di tanah kelahiran tercinta Indonesia. Hari ini merupakan kali pertama sang penulis amatir merayakan hari raya kurban di suatu negeri yang berjarak tiga ribu kilometer dari Jakarta. Secara kebetulan, pada hari raya ini Don mendapatkan kesempatan berkunjung ke kota satelit bernama Suzhou. Berbeda dengan Shanghai yang telah menjadi tempat tinggal kedua Don, Suzhou merupakan kota yang tidak terlalu besar. Â Sebelum berangkat ke Suzhou Don telah mengumpulkan informasi keberadaan masjid di Suzhou, rute dan alamat dalam bahasa mandarin. Maklum walaupun sudah cukup lama tinggak di negeri panda, kemampuan berbahasa mandarin masih tahap 'yi dian dian' alias sedikit sedikit. Tibalah hari yang dinanti, pada malam takbiran Don tiba di Suzhou dan bermalam disebuah hotel di kawasan industri Suzhou. Tidak jauh dari hotel terdapat stasiun subway 'NanShiJie' yang merupakan salah satu stasiun di jalur satu. Don telah mempelajari peta untuk mencapai masjid 'taipingfang' yang berjarak cukup jauh dari hotel. Sesaat setelah tiba di hotel, waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Don segera memanfaatkan waktu untuk sutvey jalur ke masjid. Ternyata dibutuhkan sekitar empat belas stasiun subway yang harus dilewati oleh Don untuk mendekati area tempat masjid berada. Stasiun 'guangjinan lu' merupakan stasiun subway terdekat dari masjid yang berada di area bernama yanmenshi lu pedestrian area. Dari stasiun itu masih dibutuhkan waktu sekitar sepuluh menit dengan taxi, sehingga total perjalanan bisa mencapai empat puluh menit.
Bertemu Saudara Seiman di Subway
Pagi-pagi sekali Don sudah bangun dan bersiap menuju masjid. Dengan terus mengumandankan takbir Don menyusuri jalan menuju stasiun subway nanshijie. Dengan membayar lima yuan, Don mendapatkan tiket untuk melalui empat belas stasiun, suatu harga yang cukup murah. Baru saja Don melangkah masuk kedalam kereta tampak tiga orang pemuda berpeci putih - ciri khas muslim tiongkok- sudah duduk dan sedang berbincang. 'alhamdulillah, bertemu teman yang akan menuju ke masjid' bisik Don dalam hati. Segera Don menghampiri dan berbincang dengan mereka. Tetapi karena kemampuan berbahasa mandarin yang tidak fasih, komunikasi pun tidak berjalan mulus. Â Setibanya di stasiun 'guangjinan lu' ternyata ketiga pemuda tersebut tidak turun. Don yang sangat yakin dengan peta 'om google' segera turun walaupun timbul sedikit kebingungan. Dengan modal nekat, Don turun dari kereta. Keluar dari stasiun Don segera mencari taxi, namun seperti halnya di Shanghai mencari taxi pagi hari bukan perkara mudah. Namun setelah beberapa saat akhirnya taxi pun didapatkan. Dengan modal alamat beraksara pinyin, Don minta diantar ke masjid. Sial bagi Don, sang supir taxi tidak tahu masjid tersebut dan jalannya. Tidak kurang akal, Don meminta taxi untuk jalan saja sambil celingak celinguk barangkali ada saudara seiman yang menuju arah masjid. Keputusan Don tidak salah, beberapa blok taxi berjalan terlihat serombongan 'peci putih' berjalan menuju satu tempat. Segera Son menginstruksikan sang supir untuk 'kejaaar' :-)
Masjid Sederhana
Ternyata masjid taypingfang terletak didalam sebuah gang kecil dan masjid inipun tidak besar. Suasana pagi itu di sekitar masjid sangat ramai dengan kehadiran ribuan 'peci putih' yang memadati jalan masuk ke dalam gang. Para pedagang muslim juga tidak mau ketinggalan untuk menjual beraneka ragam produk seperti sajadah, roti canai, cakwe dan banyak lagi. Don berpikir bahwa sholat sudah akan dimulau karena terdengar suara khotbah yang keras. Segera Don masuk ke dalam masjid, tetapi alangkah terkejut Don ketika diberitahu bahwa sholat ied tidak dilakukan dalam masjid namun dilakukan di sebuah lapangan parkir belakang masjid. Karena tidak membawa sajadah Don mencoba menawar sebuah sajadah merah yang dijual di depan masjid. Akhirnya harga kesepakatan adalah 25 yuan atau sekitar 40 ribu rupiah. Dengan langkah tergesa Don menuju lapangan parkir. Sekali lagi Don terkejut, jumlah muslim yang telah berkumpul sangat banyak yaitu Don memperkirakan 2 ribu orang duduk berdesakan dilapangan yang tidak terlalu luas.
[caption id="attachment_206056" align="alignleft" width="300" caption="jamaah sholat Ied di Suzhou China, sumber : dok pribadi"][/caption]
Sholat IED yang unik
Singkat kata, Don mendapatkan satu tempat dan sholat akan segera dimulai. Sang Iman memulai dengan bertakbir. Don yang merindukan suasana sholat berjamaah seakan mendapatkan oase kesejukan. Sang imam terus bertakbir, Don dan jamaah lain segera mengikuti. Setelah bertakbir empat kali sang imam membaca surat Al-Fatihah.
'loh takbirnya koq cuma empat' gumam Don dalam hati
'bukannya 7 takbir di rakaat pertama, dan 5 takbir dirakaat kedua' Don terus bertanya dalam hati.
Walaupun bingung Don terus mengikuti sang imam. Ketika masuk rakaat kedua dan baru bangkit dari sujud, sang iman segera membaca Al Fatihah tanpa bertakbir lima kali. Baru ketika akan ruku di rakaat kedua, sang imam bertakbir lima kali. Â 'hmm...sedikit berbeda tetapi tidak apa yang penting bisa shalat ied' jawab Don keoada dirinya sendiri.
Bertemu warga Indonesia
Setelah sholat ied dan khotbah berakhir para jamaah segera beranjak untuk pulang ke tempat tinggal masing masing. Saat itulah Don melihat dua wajah melayu yang dia yakin kedua oramg tersebut adalah saudara setanah air. Segera Don menghampiri mereka dan bertanya 'Indonesia?', dengan rasa kaget bercampur gembira mereka menjawab 'ya kami Indonesia'. Don sendiri sangat gembira dengan pertemuan ini karena bertemu saudara setanah air di negeri panda cukup jarang.
Berbelanja Kambing
Selain cara sholat ied yang unik, satu lagi keunikan Don temukan. Pada saat berjalan keluar dari lokasi sholat ied, tampak para 'peci putih' berkumpul di belakang truk yang terbuka pintu barangnya. Don penasaran dan segera masuk kedalam kumpulan oramg tersebut. Ternyata mereka yang berkumpul tersebut sedang memilih hewan ternak berupa domba yang terdapat di dalam truk. Setelah memilih proses tawar menawar pun terjadi. Setelah harga disepakati hewan kurban pun segera dibawa untuk diserahkan ke pihak masjid.
Begitulah Kompasioner, pengalaman unik Don sang penulis amatir yang merayakan 'lebaran haji' di kota Suzhou
Salam hangat dari Suzhou!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H