Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan proyek strategis nasional yang tertuang Perpres No 3 tahun 2016. Penanggung jawab proyek  kerjasama Indonesia-China ini adalah PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), perusahaan patungan antara konsorsium BUMN (PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga,  PTPN VIII dan PT KAI) dengan Konsorsium Perusahaan Perkeretaapian China. KCJB akan menghubungkan Jakarta-Bandung dengan jarak 150 kilometer dan ditempuh dalam waktu 36 menit sekali perjalanan.
Proyek ini menimbulkan pro kontra dan perbincangan di masyarakat, mulai dari awal perencanaan sampai dengan saat ini dimana pengerjaan proyek telah sampai 79%. Masalah bertambah ketika terjadi pembengkakan biaya dalam penyelesaian proyek ini. Biaya pembangunan proyek ini membengkak dari Rp 86,67 triliun menjadi Rp 114,24 triliun, atau naik sekitar Rp 27,57 triliun.
Pembengkakan ini disebabkan oleh perubahan desain dan rute karena kondisi geografis dan geologis berbeda dari perkiraan, serta adanya pandemi Covid-19 yang menurunkan kemampuan keuangan pemegang saham proyek. Secara rinci, menurut data PT KAI disebutkan adanya kenaikan Engineering Procurement Construction (EPC) yaitu kenaikan harga, relokasi jalur utilitas, fasilitas umum, fasilitas sosial dan pekerja tambahan. Selanjutnya, dikarenakan adanya kenaikan biaya pembebasan lahan, biaya keuangan akibat keterlambatan proyek, kenaikan biaya kantor pusat dan pra operasi, dan yang terakhir kenaikan biaya lain seperti biaya GSM-R (Global System For Mobile Communication-Railway) dengan Telkomsel untuk keperluan komunikasi belum dianggarkan.
Bagaimana memastikan proyek ini selesai sesuai waktu yang ditentukan? Bagaimana memastikan agar proyek ini tidak mengalami pembengkakan anggaran untuk kedua kalinya?
Lean Operations
Pendekatan lean operations dalam suatu proyek bertujuan untuk menyelesaikan proyek sesuai waktu yang direncanakan dengan kualitas terbaik dan dengan biaya yang paling efisien. Lean operations menghasilkan pengerjaan proyek mengalir dengan cepat dan lancar melalui proses, operasi, dan jaringan pasokan. Pendekatan lean memaparkan proses pada masalah, untuk membuatnya lebih jelas maupun untuk mengubah motivasi ke arah pemecahan masalah. Item akan mengalir dari satu operasi ke yang lain hanya ketika tahap berikutnya memintanya. Ini berarti bahwa masalah pada setiap tahap pekerjaan dengan cepat terungkap dan diatasi.
Berdasarkan pendekatan lean operations, maka saya mengusulkan beberapa hal dalam proyek kereta cepat ini. Pertama manajemen proyek sebaiknya mereview kembali jadwal kebutuhan sumber daya berdasarkan schedule, melakukan koordinasi dengan vendor secara kontinyu untuk memastikan suplay material dan koordinasi dengan pihak Suplay Chain Management (SCM) untuk alternatif suplai apabila ada keterlambatan pengiriman material proyek.
Kedua, mereview schedule berdasarkan urutan pekerjaan dan jenis pekerjaan yang berpengaruh terhadap cuaca. Membuat rencana kerja yang terintegrasi semua member dengan memperhatikan skala prioritas. Melakukan monitoring ketat terhadap pekerjaan kritis yang harus dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Terakhir, terkait pembebasan lahan yang masih belum selesai, maka segera koordinasi dengan semua instansi yang terlibat untuk mempercepat perijinan dan pembebasan lahan yang belum tuntas.
Ketiga saran tersebut diharapkan dapat menyelesaikan proyek kereta cepat Indonesia sesuai dengan waktu dan biaya yang dianggarkan. Kedepan, kereta cepat diharapkan dapat memunculkan titik-titik ekonomi baru dan mengangkat perekonomian masyararakat disekitar jalur.