Bagaimana jika kalian mendengar kata “Ku kaboro ko”dan “Aku Tresno Kowe” bersatu? Apakah bisa saling menghargai? Akurkah mereka? Jawabannya, ya. Mengapa demikian? Karena kedua kata itu muncul dalam hati dari kaum adam dan hawa. Dua kalimat “Ku kaboro ko” dan “Aku TresnoKowe” memiliki arti yang sama dan melebur menjadi “Aku mencintaimu, aku menyayangimu”.
Kedua kata itu bersatu dalam ikatan janji asmara, hingga ikatan sakral yaitu pernikahan. Hingga leluhur masing-masing menjadi saksi dalam pengucapan janji menuju pada terbentuknya sebuah kehidupan baru. Kehidupan berbasis perbedaan, dimulai dari awal membuat gradasi warna dalam perbedaan menjadi sesuatu yang indah. Kenyataan yang plural seperti dimaksudkan dalam “Bhinneka Tunggal Ika”.
Pluralisme menjadi sebuah paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya keanekaragaman dalam suatu kelompok masyarakat. Perbedaan kebudayaan menjadi salah satu alasan terjadinya perpecahan, bahkan berujung ketidakharmonisan dalam kehidupan warga negara Indonesia, hingga memunculkan pertikaian antar suku.
Cinta pada pandangan pertama, dari mata turun ke hati, dari hati mendorong proses perkenalanan dan tidak mengenal kata siapa kamu, dari mana kamu dan bagaimana latar belakangmu. Seperti jika kata “Ku kaboro ko” yang berasal dari Suku Toraja tidak menjadikan “AkuTresno Kowe” dari Suku Jawa bersatu dalam janji ikatan sakral atau pernikahan, layaknya yang terjadi pada kedua teman saya.
Perkawinan antarsuku seringkali didapatkan dalam konteks kehidupan nyata. Namun, perkawianan itu sering kali ditemui jalan buntu, seperti salah satunya karena adat dan prinsip adat di kedua suku yang sama - sama keras, perbedaan elemen budaya dan pola tingkah laku. Ini akibat kurang pahamnya tentang kesukuan dalam Bhinneka Tunggal Ika.
Padahal banyak manfaat yang didapatkan dalam perkawinan antarsuku, salah satunya adanya penghargaan terhadap masing masing suku dari kedua belah pihak. Penghargaan terhadap pluralisme yang ada di Indonesia dapat tercipta dengan sendirinya karena adanya hubungan kekerabatan dari latar belakang yang berbeda. Sehingga, semboyan Bhinneka Tunggal Ika dapat diaplikasikan sesuai dengan maksud dan tujuannya.
Berhentilah menjadikan latar belakang suku sebagai pemisah kisah percintaan dua insan manusia. Karena dengan perkawinan antarsuku, maka akan terwujud keharmonisan, persatuan dan kebersamaan dalam hidup berbangsa dan bernegara di negeri yang plural.
Sumber gambar dari google (hanya ilustrasi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H