Mohon tunggu...
Dhamar Gautama
Dhamar Gautama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga dan Assistant Research Fellow Human Rights Law Studies nyambi Director film di Lopus FIlm House

Sedikit banyak belajar hukum, hak asasi manusia dan film. Membuat film untuk media pembebasan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Islam, Rasisme, dan Militerisme Brutal di Papua

12 April 2023   22:22 Diperbarui: 23 Maret 2024   12:40 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemudian, pada Q.S. Al-Maidah ayat 8 disebutkan bahwa. "Janganlah sekali-kali kebencianmu kepada satu kaum, mendorong kamu tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena keadilan itu lebih dekat kepada takwa dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." Ayat tersebut mengandung norma bahwa Islam menuntut adanya suatu keadilan, yang mana hal itu kemudian dapat meningkatkan pada ketaqwaan. Bahwa manusia baik yang mengisi peran sebagai pemerintah atau sebagai sesama masyarakat sipil haruslah bersikap adil agar mereka semakin bertaqwa, sekalipun mereka membenci kelompok manusia tertentu dengan sangat. Sesungguhnya orang yang bertaqwalah yang derajatnya kemudian lebih tinggi.

Selanjutnya, terkait militerisme di Papua, sejak 1960-an pendekatan militer sudah dilakukan pemerintah Indonesia hingga hari ini. Dalam buku Jejak Kekerasan Negara dan Militerisme di Tanah Papua, Dr. Socratez menuliskan bahwa pada 1965-1968 di Saosapor, Werur, Kwoor, Fev dan Tambraw, pasukan ABRI memotong leher orang asli Papua dan membawa kepala itu keliling seluruh kampung untuk terror dan intimiasi orang asli Papua agar dalam Pepera 1969 memilih bergabung dengan Indonesia. Dalam perjalanannya, operasi militer digalakkan secara masif oleh pemerintah dengan dalih kedaulatan negara sekalipun nyatanya terdapat sumber daya alam yang menjadi faktor terbesar. Tidak cukup logis ketika pada kenyataannya banyak warga sipil yang menjadi korban. Pada operasi militer di Nduga sejak 2018 hingga 2020 sendiri telah menewaskan 243 warga sipil. 38 perempuan dewasa, 110 anak-anak dan 95 laki-laki dewasa. Kemudian di Intan Jaya pada 19 September 2020 telah tewas seorang Pendeta bernama Yeremia Zanambani dengan luka tembak. Dalam hal ini, pemerintah melakukan kolonialisme modern terhadap orang Papua sehingga mereka hidup dalam ketakutan dan ketertindasan. Islam sebagai agama perdamaian tentu sangat menghindari pendekatan berbau kekerasan tak berdasar dan menindas.

Dalam tafsir Jalalain, Q.S. Al-Maidah ayat 32 bermakna bahwa membunuh satu orang yang tidak bersalah dan tidak berbuat kerusakan di bumi sama saja dengan membunuh semua manusia. Sehingga jelas betul bahwa Islam tidak mendukung pembunuhan di luar hukum sebagaimana terjadi di Papua. Orang asli Papua sebagai warga sipil yang tidak bersalah betul-betul dieliminasi secara membabi buta oleh negara dan Islam jelas menentang hal tersebut. 

Pun, Islam sangat menjunjung tinggi pendekatan damai selaras dengan kehadirannya sebagai rahmatallil'alamiin. Sebagai rahmat bagi seluruh alam. Penyelesaian dengan jalan perundingan damai sangat dianjurkan agar tidak menelan korban jiwa. Tentu dengan kedewasaan bahwa perundingan tersebut dalam rangka melindungi nyawa manusia (hifdzun-nafs). Alih-alih melanjutkan militerisme brutal, seharusnya pemerintah kemudian dapat membaca bagaimana pendekatan yang baik kepada orang asli Papua. Pembacaan secara historis, sosiologis dan antropologis yang matang sangat perlu dilakukan. Sebagaimana perintah Allah dalam ayat pertama Al-Alaq yang dapat dimaknai, "Bacalah!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun