Mohon tunggu...
Dhaifullah GymnasstiarFarras
Dhaifullah GymnasstiarFarras Mohon Tunggu... Politisi - MAHASISWA

Meminati filsafat, sejarah, politik dan senyumanmu yang indah IG @daveiullahgf

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kesalahan Berpikir dalam Kehidupan Sehari-Hari

19 Januari 2024   21:30 Diperbarui: 19 Januari 2024   21:42 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.netralnews.com

Diperoleh dari buku Logical Fallacy Muhammad Nurudin

Dalam percakapan di kehidupan sehari hari seringkali kita mendengar sebuah argumen dan klaim yang di lontarkan oleh seseorang ataupun di sebuah artikel berita yang kit baca di berbagai media. Namun,  pernahkah kita berpikir kritis terhadap argument atau klaim tersebut. Karena dewasa ini keterbukaan informasi dan berita sangat deras ditambah minimnya literasi masyarakat akan dunia literasi. Hal ini terbukti dengan fenomena adu argumen di media sosial seperti di Twitter, Instagram, Tiktok. Seringkali kita jumpai bahwa perdebatan itu banyak mengandung sentimen dan tidak bertujuan untuk mencari kebenaran tetapi berfokus untuk saling  menjatuhkan.

Misalnya sering kita jumpai orang tidak setuju dengan suatu pendapat, tapi yang di kritik dan diserang ialah orang yang mengemukan pendapat itu, bukan pendapatnya itu sendiri. Ada banyak contoh kekeliruan berpikir lain yang bisa kita jumpai  dalam percakapan kita sehari-hari. Ada beberapa yang saya rangkum dari buku Logical Fallacy Karya Muhammad Nurudin.

Appeal To People

Berdasarkan penelitian ilmiah merokok dapat menyebabkan kanker dan hal ini sudah terbukti secara ilmiah. Namun beberapa orang yang menolak klaim ini berkata “Ah gak juga  saya punya banyak teman perokok, mereka sehat-sehat saja. Gada masalah”. Maka dissimpullkan lah bahwa penilitan tersebut bohong. Cara berpikir ini jelas keliru karena riset (dalil/landasan) para ahli tentu tidak bisa ditolak dengan suara mayoritas yang tidak punya keahlian. Hal ini disebut dengan “Appeal To People”, Suatu Argumen bisa kita tolak juga bisa kita terima. Tapi bukan dengan pertimbangan suara banyak orang mayoritas.

Argumen To Moderation

Pandangan yang  berada di tengah tidak serta menjadikan dia sebagai pandangan yang benar. Untuk menentukan apakah dia benar atau salah harus ada dalil yang di kemukakan. Contoh yang sering terjadi ketika polemik akhir tahun tentang pengucapan selamat natal kepada kaum kristiani, bagi beberapa pandangan ulama yang mengharamkan selamat natal itu bisa haram kalau dengan pengucapan itu kita meyakini kebenaran ajaran umat kristiani. Tapi dalam konteks kekinian hal itu tidak terjadi, kalai orang mengycapakan selamat natal tak ada sangkut pautnya dengan kayakinan dia tak lebih sebagai bentuk toleransi dan basa basi. Sehingga dala konteks ini dia tidak dibolehkan secara mutlak dan tidak diharamkan secara mutlak.

Black And White Fallacy

Kesalah berpikir yang mendasarkan argumen kita terhadap dua pilihan saja (hitam dan putih) padahal banyak pilihan pilihan  lain selain yang disebutkan. Misal dia yang berpandangan bahwa hijab wajib bagi perempuan dan harus dikenakan oleh semua perempuan muslimah. Tidak menggunakan hijab hanya mendekatkan dengan perzinahan. Sehingga dengan menggunakan jilbab dapat menutup pintu perzinahan. Pandangan ini salah atau cacat, apakah wanita yang tidak menggunkan jilbab selalu dekat dengan zinah? Dan apakah wanita yang berjilbab selalu terhindar dari perlakuan berzinah? Fakta di lapangan tidak seperti itu.  Tentunya hal ini yang disebut  dengan Black And White Fallacy.

Tidak semua di  dunia ini hanya ada hitam dan putih

Confirmation Bias

Seringkali  kita temui kejadian kejadian terorisme dan pengeboman, tidak bisa kita elakan bahwa pelaku terorisme tersebut berasal dan memeluk agama tertentu, lalu kita mengklaim dan berargumen bahwa kelompok agam tersebut mengajarkan sesuatu kekerasan seperti aksi terorisme tersebut terhadap kaum agama lain. Pandangan ini keliru karena data yang  di himpun tidak berdasarkan data actual hanya simpulan bias terhadap agama tertentu, pertanyaanya apakah benar agama tersebut mengajarkan kekerasan? Apakah pemeluk agama tersebut selalu melakukan kekerasan terhadap orang beragama lain? jika tidak bisa menjawab pertanyaan pertanyaan mendasar tersebut maka klaim tersebut  adalah cacat atau salah.

Conspiracy Teory

Seringkali  kita menemui teori teori konspirasi mengenai sebuah kejadian, seperti Covid-19 merupakan akal akalan para antek global untuk memusnahkan manusia  dan melancarkan bisnisnya. Hal seperti ini bisa saja benar dan bisa saja salah. Klaim tersebut bisa  benar ketika kita bisa membuktikan data data yang pendukung seperti siapa saja antek global  tersebut? Lalu bagaimana cara mereka membuat virus tersebut? Apakah klaim tersebut sudah di verifikasi oleh organisasi global seperi PBB atau WHO? Jika tidak ada bukti dan penjelasan pendukung maka klaim tersebut cacat dan salah, namun tak jarang kita temukan orang percaya kepada sesuatu yang berbau konspirasi. 

Persoalannya bukan terletak pada keyakinan akan ada atau tidak adanya persekongkolan, tapi pada soal apakah persekongkolan itu benar-benar terjadi atau tidak 

Fallacy of scapegoating

Kesallahan berpikir ini sering terjadi di kehidupan  sehari hari kita. Misal kita beranggapan bahwa negara kita tidak maju karena penduduk yang beragama islam memliki SDM yang rendah, kurang maju. Sehingga kualitas SDM kita terbelakang. Hal ini cacat secara logika karena kita mengkambing hitamkan sesuatu  yang tidak masuk akal. Atau contoh lain ketika kita melakukan kesalahan  lalu kita menyalahkan setan karena menghasut. Pemikiran seperti itu sering kita jumpai

Fallacy Of Reification

Sesuatu yang abstrak tak bisa kita perlakukan sebagai sesuatu yang konkret. Sebagai contoh ada pernyataan bahwa “pentingnya pendidikan, karena pendidikan yang akan mengubah kehidupan kita.” Argumen ini secara logika salah, karena pendidikan merupakan sesuatu yang abstrak. Karena pendidikannya itu sendiri hanyalah makna abstrak yang dikreasikan oleh nalar kita, bukan sesuatu yang konkret yang memiliki realisasi di alam nyata. Contoh lain “Cinta ini telah membuat aku buta”, sebagai sebuah gombalan itu sah sah saja, tetapi dalam sudut ilmu logika hal ini merupakan sesuatu yang keliru.

Fallacy Of The Consequent

Dalam logika kita mengenal sebuah proposisi katagoris dan proposisi hipotesis, proposisi katageris terdiri dar subjek dan predikat Seperti “Muhammad adalah seorang nabi. Sedangkan proposisi hipotetsis kita mengenal istilah antecedent dan consequent. Yang perlu kita  pahami ialah, dalam proposisi hipotesis bergerak dari antecedent menuju consequent. Contoh “Jika Riyan adalah orang yang baik (Antecedent), maka riyan tidak pernah berbohong(Consequent)”. Hal ini menjadi salah ketika kita membalik dari consequent ke  antecedent contoh “Jika riyan tidak pernah berbohong, maka dia pasti orang baik”. 

Meaningless question

Suatu pertanyaan dikatakan tidak bermakna kalau dari balik pertanyaan itu tersimpan cara berpikir yang keliru hingga kalau dijawab hanya akan menghasilkan jawaban yang sama-sama keliru. Contoh ada sebuah pertanyaan “Apa yang tuhan lakukan sebellum menciptakan alam semesta?”. Pertanyaan seperti ini salah meskipun terlihat kritis. Kata “sebelum” dan “sesudah” merupakan konsep keberwaktuan. Sementara waktu hanya ada dengan  adanya alam. Alam tiada maka tidak ada waktu. Sehingga akar dari pertanyaan tersebut  merupakan sesuatu yang cacat.

Jika Sesuatu yang dilontarkan sudah salah, maka hasinya juga  akan salah 

Package Deal Fallacy

Dua hal yang saling terkait dan berhubungan seringkali kita hubung-hubungkan sekalipun  keterhubungan itu hanya bersandar pada tradisi dan kebiasaan. Contoh orang sering berpandangan bahwa yang mendapatkan ranking satu merupakan orang yang cerdas dan pintar. Kecerdasan dan ranking satu sering kali dijadikan sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Padahal orang Cerdas bisa saja tidak berprestasi dan orang yang tidak ranking satu banyak yang lebih cerdas.

Post-HOC ERGO PROPTER HOC (POSTERIORI FALLACY)

Suatu kejadian disebabkan oleh sesuatu , hanya karena kejadian tersebut terjadi setelah adanya sesuatu itu. Misal hanya karena kejadian A terjadi setelah kejadian B , maka ditariklah kesimpulan bahwa kejadian A disebabkan oleh kejadian B. Misalnya kamu meminjam motor temanmu untuk bepergian, sedangkan motor tersebut baru mengalami kecelakaan. Lalu saat meengendarainya kamu mengalami hal yang sama. Lalu kamu menyimpulkan bahwa motor teman mu itu adalah motor  pembawa sial. Hal ini merupakan kesalahan berpikir yang sering terjadi karena tidak beralaskan secara rasional. Hal tersebut benar. Misal terjadi  kebakaran lalu sebelum kebakaran tersebut kamu menemukan bahwa ada tabung gas yang bocor. Setelah itu kamu menyimpulkan bahwa  sumber dari kebakarantersebut adalah berasal dari tabung gas. Klaim tersebut bisa benar  ketika  alasan yang diungkapkan rasional dan berkaitan.

Retrspective Detereminism

Kepercayaan terhadap takdir merupakan salah satu prinsip penting dalam bangunan keimanan. Namun keppercayaan ini seringkali disalahpahami oleh beberapa kalangan. Karena percaya bahwa segala sesuatu telah ditakdirkan oleh tuhan, maka diapun percaya bahwa segala sesuatu telah ditakdirkan maka dia memasrahkan semua dan menolrir kelakuan buruk yang dia lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun