Matilah engkau mati Â
Kau akan lahir berkali –kali…
      Begitulah kutipan yang begitu melekat pada buku laut bercerita. Kemerdekaan Indonesia yang ke- 79 tahun ini tidak lengkap tanpa mu mas Biru laut  wibisana. Entah beliau tokoh fiksi atau memang benar adanya yang di tulis oleh Leila S. Chudori, namun ia cukup menggetarkan hati dan jiwa saya sebagai pembaca. Di hari kemerdekaan yang ke – 79 izinkan saya untuk menyampai seonggok tulisan tangan  saya yang mungkin belum sehebat perjuangan mu mas Laut. Perjuangan mu yang diceritakan oleh Leila S. Chudori dapat aku rasakan bagaimana upaya mu membela keadilan, memberantas kekejian, melawan penindasan, penjajahan, dan memperjuangkan hak  kemerdekaan, : merdeka dalam bersuara, merdeka untuk hidup yang layak, merdeka dalam menempuh pendidikan, dan masih banyak kemerdekaan lainnya yang harus di raih.Â
      Mas laut, perjuangan mu tentang  pergerakan tanam jagung kepada para petani  tidak ada yang berakhir sia-sia. Kutipan “ sajak seonggok jangung “ dari Rendra ,
"aku bertanya" :
Apakah gunanya pendidikan
Bila hanya akan membuat seseorangÂ
menjadi asing
Di tengah kenyataan persoalannya..
      Biru laut wibisana, sata ini Negri mu sudah  merasakan kemerdakan yang ke 79 tahun, melalui tangan mungil dan manis Leila s. chudori saya mengenal mu, sosok aktivis muda yang berjuang untuk melawan kegelapan  dan pembodohan. Perjuangan yang engkau  lakukan pasca 1965 hingga menjelang orde baru tetap akan terkenang di hati saya. Di setiap langkah perjuangan mu yang pahit dan manis itu, aku percaya Tuhan dan alam semesta selalu mengiringi mu Mas Laut.  Bagaimanapun perihnya rintangan jalan medan perang mu, dan pengkhianatan yang kau terima hingga badan mu penuh luka, kau tidak akan pernah mati bagi ku. Raga mu yang terluka, dan bibir mu yang dipaksa bungam tanpa suara itu kini sudah menguap di udara. Aku suarakan lewat tulisan dan seonggok sajak perjuangan ini.Â