Perundung memiliki rasa bahwa dia memiliki kuasa atas segalanya, berpikir bahwa tidak ada yang setara dan dialah yang paling unggul atau bahkan perundung merasa bahwa ada sensasi tersendiri semacam hiburan dari kegiatan tersebut, perilaku yang identik dengan budaya feodal dan primitif di mana yang kuat yang berkuasa dan yang lemah harus melayani yang kuat.Â
Padahal dapat kita ketahui bersama bahwasanya pada hakikatnya manusia itu setara, memiliki hak dan martabat yang harus dihormati. Lalu apa Alternatif yang bisa kita gunakan dalam mencegah perundungan di Lingkungan sekolah?
Konsep Identitas dari Francis Fukuyama
Menjawab hal itu, saya tertarik dengan konsep identitas dari Fukyama, dalam bukunya "Identitas:Tuntutan Atas Martabat dan Politik Kebencian". Buku ini terbit kala maraknya politik identitas dan polarisasi apalagi gencaran era post-truth yang penuh akan kesesakan informasi di Amerika. Fukuyama berpendapat bahwasanya "Setiap individu memiliki keinginan untuk dihormati dan diakui oleh masyarakat atau lingkungannya. Hasrat manusia akan pengakuan yang berakar kuat telah menjadi penyebab tirani, konflik dan perang".Â
Dalam bukunya, Fukuyama mengutip karya Republic dari Plato yang mengatakan bahwa setiap individu memiliki apa yang disebut dengan thymos bagian dari jiwa yang mencari pengakuan atas martabatnya. Seorang manusia tidak bisa lepas dari masyarakat, seseorang selalu membutuhkan orang lain untuk mengakui keberadaannya. Bahkan hal ini ditegaskan kembali oleh muridnya, yaitu Aristoteles yang mengakatan bahwa manusia adalah mahluk sosial (tidak hidup tanpa oranglain) "zoon politiocon".
"perjuangan untuk mendapat pengakuan adalah penggerak utama sejarah manusia"-G.W.F. Hegel
Pengakuan atas martabat ini memberikan rasa penghormatan atas keberadaan seseorang, dengan cara ini seseorang bisa merasakan bahwa dia ada. Martabat sendiri merupakan nilai intrinsik manusia yang diberikan oleh Tuhan, ini bisa berupa harkat kemanusian, harga diri dan lainya.Â
Pengakuan atas martabat seseorang ini menggiring kita pada tahapan selanjutnya dari Thymos, yaitu Isothymia atau pengakuan atas kesetaraan martabat manusia. Selain itu, sebaliknya dari Isothymia ada Megalothymia yaitu sederhananya tidak ada manusia yang setara sayalah yang paling unggul. yang satu ini dapat menyebabkan hal yang tidak diinginkan seperti adanya oligarki dan penguasaan elite semata.
Memintal Kembali Benang yang Kusut
Isothymia mengajarkan kita bahwa pada dasarnya semua orang memiliki martabat yang sama, hak yang sama dan semua orang itu setara. Semua anak yang masuk ke dalam lingkungan sekolah memiliki satu identitas yang melekat, yaitu identitas sebagai siswa yang memiliki hak dan kewajiban sama seperti siswa yang lain bukan untuk menjadi preman atau gangster.Â
Terlepas faktor ekonomi, akses teknologi, status sosial dan lainya, ketika kesekolah kita memakai sebuah identitas sebagai siswa. Konsep ini menjadi dalil utama selain dalil-dalil yuridis lainya yang diatur dalam hukum Indonesia.