Kemeterian Lingkungan Hidup mencatat rata-rata masyarakat Indonesia (2021) menghasilkan sekitar 24,4 juta ton sampah per tahun dengan rata-rata timbulan sampah 66,8 juta ton per hari dan diperkirakan akan terus meningkat. Komposisi sampah didominasi oleh sampah yang bersumber dari rumah tangga (40,96%), yaitu sampah sisa makanan. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012, sampah rumah tangga diartikan sebagai sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari berumah tangga, tetapi bukan termasuk tinja maupun sampah spesifik. Pengelolaan sampah rumah tangga di Indonesia terbilang masih belum optimal, yaitu rata-rata masyarakat mengolahnya hanya dengan dibakar atau ditimbun.
Penimbunan sampah dapat menimbulkan bau tidak sedap akibat sampah organik rumah tangga yang mengalami dekomposisi sehingga mengundang berbagai vektor penyakit, seperti lalat, tikus, nyamuk, dan kecoa. Hal tersebut secara tidak langsung berpotensi untuk merusak lingkungan dan menyebarkan penyakit. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa keberadaan sampah berhubungan dengan kejadian leptospirosis (Rakebsa, dkk, 2018). Penelitian lain menyebutkan terdapat hubungan antara kondisi tempat sampah dan saluran air limbah dengan penyakit tifoid (Andayani, dkk, 2018). Pengolahan sampah yang kurang tepat juga dapat mengakibatkan terjadinya kejadian luar biasa penyakit diare dua kali lebih tinggi dan infeksi saluran akut (ISPA) enam kali lebih tinggi (BPS, 2018).
Pemerintah selaku stakeholder mempunyai kewajiban untuk menerapkan sistem pengelolaan sampah yang efektif dalam mengatasi permasalahan sampah. Salah satu konsep pengelolaan sampah yang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat yaitu 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Namun, pada kenyataannya penerapan 3R dalam kehidupan sehari-hari masih jauh dari yang diharapkan, seakan hanya dijadikan slogan, tanpa aksi nyata. Oleh karena itu, saran yang dapat diberikan adalah membuat program untuk menangani permasalahan terhadap pengelolaan sampah rumah tangga dengan mengolah sampah menjadi pupuk skala rumah tangga menggunakan metode pengomposan bokashi. Pengomposan bokashi merupakan metode pengomposan sederhana yang memanfaatkan sampah organik rumah tangga. Bokashi pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Teruo Higa dari Jepang. Kata bokashi memiliki arti materi organik terfermentasi.
Metode bokashi sangat sesuai untuk diterapkan karena dapat dilakukan dengan metode sederhana menggunakan drum atau tong yang dibuat dari ember plastik bekas. Proses pengomposan selama kurun waktu yang singkat dengan adanya bantuan aktivator mikroorganisme, seperti effective microorganism (EM) ataupun aktivator yang lain, seperti bakteri dari genus Lactobacillus. Upaya mengurangi pembuangan sampah organik rumah tangga dengan inovasi diatas perlu dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan karena kesehatan lingkungan merupakan salah satu faktor penentu kesehatan masyarakat. Program ini diharapkan dapat memberikan perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku hidup sehat sehingga mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H