Mohon tunggu...
deynala
deynala Mohon Tunggu... Penulis - SMA Negeri 1 Semarang

Saya suka membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sang Penangkap Petir dari Tanah Jawa

13 Oktober 2024   10:45 Diperbarui: 13 Oktober 2024   10:46 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://blitar.inews.id/read/39258/kisah-ki-ageng-selo-leluhur-mataram-yang-takut-melihat-darah-muncrat

Apakah kalian pernah mendengar legenda tentang Sang Penangkap Petir yang berasal dari Tanah Jawa?

   Kiyai Ngabdurahman atau yang kerap kita dengar dengan sebutan Ki Ageng Selo adalah tokoh spiritual yang berasal dari Jawa Tengah dan hidup di masa Kesultanan Demak, tepatnya pada masa kekuasaan Sultan Trenggana. Beliau merupakan cicit dari Brawijaya terakhir yang lahir di awal abad ke -16. Ki Ageng Selo tinggal di sebuah desa di sebelah timur bernama Selo, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah. Nama desa Selo sendiri berkaitan dengan bukit atau gunung berapi, yang terbukti di wilayah Grobogan masih terdapat sumber garam dan api abadi hingga saat ini.

   Ki Ageng Selo berprofesi sebagai petani yang gemar memperdalam ilmu agama dan tumbuh sebagai seorang yang religius. Beliau pun juga gemar untuk bertapa. Ki Ageng Selo tidak memikirkan harta dunianya, hasil sawahnya ia bagikan kepada tetangga yang lebih membutuhkan agar kebutuhan hidupnya terpenuhi.

Kisah Ki Ageng Selo menangkap petir terjadi di masa Sultan Trenggana. Pada suatu sore, beliau mencangkul sawah disaat cuaca sedang mendung, menandakan hujan akan tiba. Tidak lama hujan lebat turun, petir datang menyambar area persawahan, para warga berlarian untuk menyelamatkan diri dari hujan kecuali Ki Ageng Selo.

Saat sedang mencangkul sawah, tiba tiba petir menggelegar dan menyambar cangkul milik Ki Ageng Selo. Namun, beliau tetap bediri tegap tanpa menunjukkan rasa kesakitan. Akhirnya petir tersebut ia tangkap dan ia masukkan ke dalam sebuah batu.

Lalu, batu tersebut ia berikan kepada Kanjeng Sunan Demak. Kanjeng Sunan Demak terkagum dengan kesaktian yang dimiliki oleh Ki Ageng Selo. Batu tersebut disimpan disalah satu gedung yang berada di Istana Kerajaan Demak. Kanjeng Sunan Demak berpesan bahwa batu yang berisikan petir tersebut tidak boleh terkena air.

Kerajaan Demak heboh, banyak warga yang berbondong – bondong untuk menyaksikan batu tersebut. Namun pada suatu hari, datanglah seorang penyusup wanita yang membawa bathok berisi air, dengan sengaja menyiram batu tersebut dengan air. Alhasil gedung tempat menyimpan batu tersebut hancur dikarenakan ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata bahwa Wanita itu adalah “petir Wanita” pasangan dari petir “Lelaki”.

Kisah Ki Ageng Selo menangkap petir diabadikan dalam ukiran yang disebut Lawang Bledheg yang berada di Masjid Agung Demak.

Ki Ageng Selo merupakan tokoh yang berpengaruh dikalangan masyarakat. Ia memiliki ajaran yang diikuti oleh masyarakat pada masanya, yaitu filsafat hidup dan keagamaan. Para murid atau santri Ki Ageng Selo menuliskan ulang ajaran yang disampaikan olehnya. Tulisan tersebut menjadi pemikiran utama Ki Ageng Selo yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan Papali Ki Ageng Sela.

Papali Ki Ageng Sela ini dituturkan oleh sesepuh di desa Sela yaitu Ki Pariwara, yang berisikan sebagai berikut:

Eh ta kulup dèn kaparèng ngarsi, kawruhanmu nora endah-endah, ngèlmu kang sun imanakên, amung piwulangipun, eyang Ki Agêng Sela linuwih. Nyatane wus anyata, cihnane linuhung, kang mangkoni tanah Jawa, datan liya têdhake Jêng Kiyai Sela, lah iki piyarsakna. Papali iki ajinên ambêrkahi, tur salamêt sêgêr kawarasan, papali iki mangkene; aja agawe angkuh, aja ladak, aja ajail, aja manah surakah, lan aja calimut, lan aja guru-alêman. aja jail wong jail pan gêlis mati, aja amanah ngiwa, aja saèn dèn wêdi ing isin. Ya wong urip ywa ngagungkên awak, wong urip pinèt baguse, aja lali abagus. Bagus iku dudu mas picis, pan dudu sasandhangan, dudu rupa iku. wong bagus pan ewuh pisan, sapapadha wong urip pan padha asih, pêrak ati warnanya.

Terjemahan:

Ketahuilah engkau, bukan hal yang muluk-muluk, ilmu yang aku percayakan, hanya ajarannya Eyang Ki Ageng Sela yang terpuji. Nyatanya sudah terbukti, tanda luhurnya, yang membimbing tanah Jawa, tidak lain anak turunannya Jeng Kyai Sela, nah ini dengarkanlah. Papali ini hargailah karena memberkati dan juga membuat selamat segar bugar, papali ini seperti ini; jangan berbuat angkuh, jangan ladak, jangan jahil, jangan berhati serakah, dan jangan celimutan, dan jangan memburu pujian, jangan jahil karena orang jahil cepat mati, juga jangan berhati kepada keburukan, jangan tak tahu malu yang takut akan rasa malu, juga orang hidup jangan menganggap besar diri, orang hidup carilah bagusnya, jangan lupa memperbagus (diri), yang disebut bagus bukan karena banyak emas dan uang, sungguh bukan karena pakaian, bukan dalam rupa (penampilan), orang bagus di sini sungguh sulit sekali, sesama orang hidup semua mengasihi, maksudnya semua dekat hatinya.

Sumber Artikel:

1. https://nasional.okezone.com/amp/2021/05/12/337/2409591/kisah-ki-ageng-selo-menangkap-petir

2. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ki_Ageng_Sela

3. https://youtu.be/1WCM6-_fLbM?si=qJDA2fX_rY0KEqwB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun