Selain tiga masakan tersebut, Ibu Yati juga mendemonstrasikan cara membuat magelangan yang tentunya sudah tidak asing lagi bagi para mahasiswa Yogyakarta.Â
Magelangan kerap ditemukan di burjo-burjo atau warung mie di seluruh Jogja, dan telah menjadi salah satu makanan atau jajanan andalan para mahasiswa Yogyakarta bukan hanya karena rasanya yang lezat dan gurih tapi juga karena porsinya yang besar dan harga yang umumnya sangat terjangkau.Â
Jika di Sleman atau di Kota Yogyakarta magelangan umumnya menggunakan mie kuning atau mie instan yang dicampur dengan nasi goreng, magelangan di Bantul umumnya menggunakan  mie lethek sebagai pengganti mie instan tersebut, sesuai dengan demonstrasi Ibu Yati.Â
Secara rasa dan bumbu, kedua versi magelangan tersebut bisa dibilang mirip, namun terdapat perbedaan secara tekstur karena magelangan yang menggunakan mie lethek lebih halus dan lembut.
Menurut Saya, mie lethek yang telah menjadi ikon Kabupaten Bantul ini harus tetap dilestarikan sebagai makanan khas daerah, dengan harapan nantinya akan ‘naik tingkat’ menjadi ikon kuliner nasional bukan hanya sebatas ikon kuliner Yogyakarta atau Bantul.Â
Selain memiliki nilai ekonomi yang unggul yaitu menghidupkan berbagai macam UMKM dari sektor produksi hingga pengolahan, mie lethek juga memiliki nilai gizi dan kesehatan yang baik mengingat proses pembuatan mie lethek menggunakan bahan bahan alami tanpa adanya tambahan zat kimia apapun.