Bedanya, kami ini tak sekalipun merasakan PSBB, membuat kami masih bisa bebas keluar---tapi yah, tetap aja khawatir. Apalagi pas mau ke luar kota naik angkutan umum, yang belum tentu suci dari kuman termasuk virus. Hmmm, memang harus patuhi protokol, ya.
Sebagai ganti plesiranku yang tertunda, diriku mulai rajin membuat masakan baru, di samping menulis. Memang efektif sih, biar hobiku yang kujalani bisa menghalau stress yang datang menghadang jiwaku.
Baca juga: Tekunilah Hobi Saat Pandemi, Agar Tak Terjebak di "Dunia Mimpi"
Puncaknya, pas Lebaran bulan Mei lalu, itu memang tak seramai tahun kemarin. Shalat Id ditiadakan, rumah-rumah cukup sepi, tapi tetap saja bisa menerima tamu, dengan menyediakan cuci tangan di depan rumah. Saya sendiri sama sekali tak berkunjung ke rumah teman, memang lebih baik #dirumahaja.
NEW NORMAL, TANDA KEMENANGAN?
Setelah beberapa bulan melewati wabah penyakit COVID, tentu rasanya jenuh, ya. Di tengah hal itu, Presiden mengeluarkan gagasan New Normal atau kelaziman baru. Sontak manusia berjiwa mobilitas itu girang bukan main.
"Waah, ini bisa bebas dong!" Bukan begitu!
Ada aturan main yang harus dituruti oleh segenap masyarakat: protokol kesehatan. Ya, pakai masker, cuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer, jaga jarak. Semua ini, demi keselamatan diri kita sendiri.
Sayangnya, kita ini cenderung abai dan enggan mematuhi protokol ini lagi. Di daerahku juga sama, banyak yang menolak bermasker dan cuci tangan di tempat umum. Malah, mulai dempet-dempetan, atur jarak jadi sulit diterapkan.
Bertahan di situasi seperti ini memang membuat capek. Bosan, tak kuat lagi bertahan, malah cepat-cepat berharap pandemi ini akan berakhir. Sudah pendapatan menyusut---bahkan kosong sama sekali, gegara amukan virus yang terus bergentayangan.