Penumpang yang naik angkot juga iya, harus dibekali dengan perlindungan ekstra, pakai masker! Seperti itulah yang pernah dikatakan oleh dr. Reisa Broto Asmoro, mewakili Tim Komunikasi dari Gugus Tugas COVID-19. Itupun kalau terpaksa naik, ya!
Selama tetap patuh protokol kesehatan yang lain seperti rajin cuci tangan atau usap penyanitasi tangan setiap waktu, serta menahan diri dari menyentuh wajah, niscaya tak ada yang dikhawatirkan dari tubuh kita.
Hmmm, iya sih. Namun, lebih dari itu. Jalanan yang tak lagi diramaikan dengan angkot, membuat kalian harus berpikir untuk menuju ke sana tanpa mengandalkannya.
Kalau kalian bisa naik motor atau mobil pribadi, OK, silakan! Yang tidak bisa menguasai kendaraan bermotor, kalian bisa minta tolong ke kerabat atau teman untuk mengantarkannya.
Tapi, kalau kalian tak ingin repot, bisa ditempuh dengan melangkahkan kaki. Apalagi kalau jaraknya gak jauh-jauh amat. Terlebih lagi, ke pasar yang berjarak 1 km yang terkadang sering dikeluhkan, harusnya jadi tantangan untuk bisa menaklukannya!
Masih bingung juga mau berjalan? Ajak teman untuk mengobrol, sehingga waktunya tidak terasa lama begitu menginjak tempat tujuan. Namun, yang sendiri tidak berarti tak asyik, lho.
Hafalkan jalan yang tepat yang kira-kira bisa dilalui, apalagi jalan dalam desa yang begitu ramah untuk bersepeda dibanding jalan raya. lebih bagus lagi jika diselingi alam terbuka, iya gak?
Itu yang harus kalian lakukan kalau ingin kegiatan berjalan atau bersepeda ke tujuan menjadi obat antibosan, plus manfaat kesehatan bakal bertambah-tambah.
Bukan tidak mungkin, bisa berlepas diri dari angkot yang tak lagi bisa diandalkan semenjak pandemi COVID melanda.
Jadi, kenapa harus bingung kalau angkot di desa tak lagi bisa melayanimu?
Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!