Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Memutuskan Pertemanan yang Toxic Itu Berat Sih, tapi...

8 Mei 2020   03:00 Diperbarui: 9 Mei 2020   19:34 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi toxic friend (Sumber: www.shutterstock.com)

"Okelah, keputusanku sudah bulat. Selamat tinggal!" 

Dunia pertemanan itu banyak godaannya ya. Apalagi kalau orangnya mudah akrab dengan orang lain, puluhan teman sudah langsung dikantongi dengan begitu mudah. Tapi, sudahkah kalian memeriksanya sedemikian rupa?

Soalnya sih, ada juga teman yang kelihatannya baik-baik saja, ternyata hatinya mengandung BISA. Perangainya bisa jadi senjata yang menusuk teman di belakang layar, dan akhirnya tertipu, deh.

Nah, kalaupun sudah terjebak pada jeratan yang dipasang teman sendiri, yang ditempuh dengan cara memanfaatkan kelebihan kita. Apakah harus keluar saat itu juga?

Ya, ada rasa bimbang, apalagi kalau teman itu sudah dijadikan sahabat. Padahal, bukankah sahabat itu, teman yang sudah ditanamkan rasa percaya sama orang yang dipilihnya?

Hmmm, harus dipikir-pikir sih.

Apalagi sudah banyak kasus kejahatan yang ditimbulkan akibat memilih teman yang salah. Anak yang tak tahu apa-apa, terutama norma, toh akhirnya bergabung dengan temannya yang pengedar narkoba. Begitu juga dengan komunitas pencuri. Duuuh!

Kalau hal ini terjadi, anak itu jadi ikut-ikutan menjadi jahat, bukan?

Memang berat kok, kalau ingin mengakhiri pertemanan yang terlanjur dibumbui oleh racun yang dilakukan teman sendiri. Tapi, kalau kalian melakukannya, pasti ada untungnya di lain hari!

Yakni, terhindar dari (pengaruh) ORANG YANG SALAH!

Oh ya, diriku teringat apa yang dikemukakan motivator favoritku, Pak Arvan. Beliau mengatakan bahwa salah satu yang merusak kebahagiaan, ya SETAN.

Jangan-jangan, bisa jadi setan itu menjelma dalam bentuk manusia yang toxic tadi!

Benar kok, teman yang beracun itu, selalu mengajak pada keburukan, hal-hal negatif, dan memanfaatkan kelebihan untuk kepentingan dia. Membicarakan tentang teman yang bisa saja membuat sang teman jadi murka. Ya, seperti ditusuk belati di punggungnya.

Parahnya lagi, kalau dia sudah terpuaskan minta tolong ke teman. Giliran ingin berbagi kesedihan dan curhatannya, ya mana peduli? Teman itu tetap saja cuek tak ada tanggapan!

Duuh, memang dampaknya lebih menyakitkan lagi kalau teman itu sudah dianggap sahabat. Kelakukan buruknya, termasuk mengkhianati, sudah pasti nilai kepercayaannya jadi nol, kosong tiada artinya.

Jadi, walaupun dia sebenarnya mudah akrab, cocok dengan orang itu, bahkan bersedia berbagi beban dan tangisan, jikalau ada sikap yang di matanya dianggap keterlaluan, gimana?

Apa langsung diputuskan saja?

Beri Dia "Pengampunan" dan Koreksi Diri, Sekali saja!

Yah, kalaupun kalau sahabat kalian hanya satu, dan itu adalah orang yang toxic tadi. Mau diputus, sayang, malah jadi sendiri. Kalau dipertahankan, bakal jadi sesuatu yang buruk buatmu.

Satu-satunya hal yang harus kalian lakukan, ya nasihatilah teman itu untuk INTROSPEKSI DIRI; NGACA! Karena, teman itu pasti ada salahnya. Dan dia harus bertekad untuk berubah dan minta maaf kalau ingin pertemanan kita bertaut dalam "pengampunan" antar sesamanya.

Tapi, kalau dianya gak berubah-berubah juga? Apa boleh buat, mengakhirinya adalah jalan yang terbaik.

Kesendirian, Harusnya Tak Menjadi Masalah!

Gak masalah kalau kalian punya sahabat yang lebih baik, apalagi kalau kalian banyak temannya. Kalau tidak, ya akhirnya kalian kembali sendiri. Siapkah kalian?

Hmmm, harus diakui juga kalau kesendirian itu ada untungnya, kok. Lebih menjaga. Tak usah ambil pusing dengan kelakuan teman beracun yang selalu menyakitimu, juga bergantung padamu, ya kan?

Lebih dari itu juga, dengan keadaan sendiri, kalian bisa belajar untuk melakukan banyak hal secara mandiri, juga lebih reflektif, bukan? 

Ditambah lagi, punya kesempatan buat memilah dan memilih, siapa teman yang pantas diberikan kepercayaan menjadi sahabatnya. Tentunya, kalau sudah melihat kecocokan dengan prinsip dan nilai yang dia sendiri menganutnya.

Tapi, memang susah ya, nyari teman yang benar-benar tulus dan punya sisi baiknya, bahkan kalau bisa, membawanya sampai ke nirwana. Akankah bisa menemukannya?

Apalagi banyak kelakuan buruk yang bertumbuh dari generasi-generasi penerusnya, malah jadi bibit-bibit penyakit korupsi yang mematikan negerinya itu. Ahhh, kalau mendapatkannya, bagaikan harta karun yang harus dijaganya.

Jadi, apa salahnya, kalau berteman harus memilih?

Berteman yang baik akan kedapatan kebaikannya, yang buruk akan merasakan akibatnya. Percayalah!

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun